JAKARTA (Arrahmah.com) – Tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sangat ringan terhadap terdakwa penoda agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, diduga kuat ada intervensi Jaksa Agung, HM Prasetyo sebagai pimpinan tertinggi di lembaga kejaksaan.
Untuk itu Ketua Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera mencopot Jaksa Agung HM Prasetyo. Jaksa Agung dinilai merusak kinerja hukum pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. Salah satunya contohnya adalah tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) hukuman 1 tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dinilai ringan.
Dia menduga, ada campur tangan dari Jaksa Agung dalam tuntutan terhadap Ahok. Terlebih, Jaksa Agung HM Prasetyo merupakan mantan kader Partai Nasdem, partai yang memiliki afiliasi politik dengan Ahok dalam Pilgub DKI.
“Yang jelas kita sangat kecewa, terang JPU dikontrol oleh Jaksa Agung yang memiliki afiliasi politik terhadap Ahok. Tuntutan JPU melakukan akrobasi hukum dengan terang benderang dan menghina nalar publik,” tegasnya.
Selain mendesak Presiden Jokowi untuk mencopot HM Prasetyo, PP Pemuda Muhammadiyah juga akan melaporkan Jaksa Agung ke Komisi Kejaksaan.
“Kami akan menempuh jalur hukum dengan melaporkan JPU dan Jaksa Agung kepada Komisi Kejaksaan,” kata Dahnil.
Senada dengan itu, Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat (Prima), Sya’roni kepada Okezone, Senin (24/4), mengatakan “Ini kan kasus senstitif yang mendapat perhatian luas dari berbagai elemen masyarakat. Saya kira isi tuntutan tersebut sudah dikonsultasikan terlebih dahulu kepada pimpinan Kejaksaan Agung, makanya setelah mendapatkan reaksi keras dari masyarakat, Jaksa Agung tidak melakukan tindakan apapun,” katanya.
“JPU adalah wakil negara yang diberi wewenang untuk menuntut seberat-beratnya pihak terdakwa agar ke depan ada rasa jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya,” tambahnya.
Diketahui, tuntutan yang diberikan JPU saat sidang pembacaan tuntutan Kamis 20 April 2017 lalu, terdakwa penoda agama dituntut dengan hukuman sangat ringan hanya satu tahun penjara dan dua tahun masa percobaan. Atas tuntutan itu, kemungkinan besar pecundang pada Pilgub DKI Jakarta 2017 tersebut tidak akan menjalani masa penahanan di dalam jeruji penjara. Tuntutan JPU tersebut sangat melukai rasa keadilan di mana kasus penistaan agama lainnya mendapatkan tuntutan yang maksimal.
(azm/arrahmah.com).