GAZA (Arrahmah.id) – Kantor Media Pemerintah Gaza mengonfirmasi bahwa tidak ada karavan, peralatan berat, atau mesin yang memasuki Gaza dari Mesir melalui penyeberangan Rafah, meskipun hampir sebulan telah berlalu sejak gencatan senjata diberlakukan. Media ‘Israel’ melaporkan pada Ahad (16/2) bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menolak untuk mengizinkan bantuan tersebut masuk ke daerah kantong tersebut.
Puluhan ribu rumah mobil masih terjebak di perbatasan Rafah dengan Mesir, menunggu izin ‘Israel’ untuk memasuki daerah kantong yang terkepung itu.
‘Israel’ telah setuju berdasarkan ketentuan gencatan senjata untuk mengizinkan 60.000 rumah mobil dan 200.000 tenda masuk ke Gaza, tetapi sejauh ini hanya 20.000 tenda yang diizinkan masuk dan tidak ada rumah mobil.
Tidak ada karavan, peralatan berat, atau mesin yang memasuki Gaza dari Mesir melalui penyeberangan Rafah, Kantor Media Pemerintah mengonfirmasi pada Jumat (14/2).
“Kami memantau tindakan ‘Israel’ dan memberi tahu mediator tentang pelanggarannya setiap hari,” kata kantor tersebut. “Kami menunggu kepatuhannya terhadap perjanjian gencatan senjata dan masuknya semua pasokan kemanusiaan yang disepakati tepat waktu.”
Al-Jazeera’s sentence “until now” is misleading — no mobile homes have been, or will be, allowed by the israelis to enter #Gaza, stated Netanyahu pic.twitter.com/mlDoEfa7Y2
— Sarah Wilkinson (@swilkinsonbc) February 16, 2025
Pada Ahad (16/2), sumber politik Israel mengatakan kepada Perusahaan Penyiaran Publik ‘Israel’ (Kan) bahwa Netanyahu telah menolak untuk mengizinkan masuknya truk bantuan yang membawa rumah mobil dan peralatan berat ke daerah kantong tersebut setelah konsultasi keamanan dengan pihak berwenang pada Sabtu malam (15/2).
Langkah Netanyahu dilakukan setelah Trump mengatakan pada Sabtu (15/2) bahwa ‘Israel’ harus memutuskan apa yang harus dilakukan mengenai tenggat waktu yang telah berakhir bagi Hamas untuk membebaskan semua tawanan ‘Israel’ yang ditahan di Gaza.
Sumber Kan yang tidak disebutkan namanya mengatakan presiden AS ingin mengubah perjanjian dengan Hamas sehingga semua tawanan akan dibebaskan bersamaan, lebih awal dari tanggal yang ditetapkan untuk fase kedua gencatan senjata. Fase itu belum dinegosiasikan.
Kantor tersebut mengatakan penolakan ‘Israel’ merupakan “penghindaran yang jelas terhadap janji dan kewajibannya” dalam gencatan senjata dengan Hamas.
“[Hal ini] merupakan pernyataan tegas atas kegagalannya dalam mematuhi perjanjian,” ungkapnya.
Pernyataan tersebut menambahkan bahwa kelompok Palestina di Gaza menegaskan bahwa mereka akan “mematuhi janji mereka selama pendudukan dilakukan” terhadap kesepakatan tersebut.
Ditambahkannya: “Penolakan [‘Israel’] ini menunjukkan kepada seluruh dunia siapa pihak yang menghalangi perjanjian tersebut, yang mengharuskan mediator penjamin untuk campur tangan dan menekan pendudukan untuk memenuhi apa yang telah ditandatanganinya.”
Mengutip pernyataan seorang pejabat yang mengetahui negosiasi gencatan senjata, Reuters mengatakan bahwa “Israel telah menolak permintaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Qatar, dan pihak lain untuk mengizinkan unit perumahan sementara dibawa ke Gaza untuk menampung orang-orang yang mengungsi sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian gencatan senjata”.
Sopir truk di perbatasan Mesir-Gaza mengatakan kepada Reuters bahwa material bangunan dan tenda telah diblokir masuk sejak dimulainya gencatan senjata.
Krisis kemanusiaan di Gaza masih parah. Setelah 15 bulan genosida, hampir 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal. Seluruh populasi yang berjumlah 2,4 juta orang menghadapi kekurangan kebutuhan pokok yang sangat parah dan infrastruktur yang ambruk. (zarahamala/arrahmah.id)