Ada yang menarik dalam penyambutan Tahun Baru Hijriyyah 1431 kali ini. Di Depok, tepatnya di Gedung MUI Depok diadakan Bazaar yang transaksinya menggunakan mata uang dinar dan dirham. Acara yang bertemakan “Menggunakan Dinar & Dirham Menjadikan Transaksi Sesuai Dengan Syariat Islam” diselenggarakan mulai Jum’at, 18 Desember (bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1431 H) hingga 19 Desember 2009. Akankah acara ini bisa menggiring ummat Islam agar segera kembali menggunakan dinar dan dirham dalam bertransaksi ?
Muasal Dinar Dirham
Acara yang diselenggarakan Formasi, atau Forum Mudzakarah Syariat Islam ini cukup ramai dan menarik perhatian masyarakat. Pasalnya, orang ingin tahu bagaimana mata uang dinar dirham itu, dan apakah mungkin menggunakan mata uang tersebut di zaman seperti sekarang ini.
Menurut Mas Riki Rokhman Azis, IT Officer Wakala Induk Nusantara yang ditemui di lokasi acara, para peserta atau pembeli dan penjual nantinya akan bertransaksi menggunakan mata uang (coin) dinar dan dirham yang sudah disediakan oleh panitia. Mereka bisa menukar mata uang rupiah yang mereka miliki, dengan standar dinar dirham yang sudah dipatok harganya, bahkan sejak zaman Islam dahulu kala. Untuk dinar (emas) nilai tukar untuk satu dinar setara dengan Rp. 1.485.116 dan untuk 1 dirham (perak) senilai Rp. 29.307. Mas Riki bahkan sempat memperlihatkan coin dinar dan dirham yang siap untuk ditransaksikan oleh para peserta bazaar bertajuk Pasar Muharram MUI tersebut.
Wakala Induk Nusantara sendiri adalah Wakala Pusat Dinar Dirham yang berfungsi sebagai pusat distribusi Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam yang memiliki pelbagai pelayanan.
Dijelaskan, bahwa pada masa Rasulullah SAW, dirham dan dinar diperjualbelikan dengan cara uji kadar dan beratnya (qirat dan wazan), sedang fulus tidak dipergunakan sama sekali! Padahal peradaban Romawi telah pula memperkenalkan koin-koin perunggu dan tembaga sebagai alat tukar yang lazim diterima pada masa itu.
Bahkan ditegaskan bahwa syarat sahnya jual-beli, hutang piutang, syirkat, qirad, diyat, zakat, jizya, kharaj dan segala transaksi yang menggunakan uang, maka hanya nuqud Dirham dan Dinar yang dipergunakan sebagai hakimnya.
Kebutuhan akan fulus (koin tembaga) baru dimulai ketika Islam telah mencapai Negeri Syam. Atas desakan warga Yahudi di daerah eks Romawi, Khalifah Umar Ibn Khattab R.A. mencetak koin fulus pada tahun 637 M, dicetak oleh percetakan Yahudi dengan meniru koin dirham sasanid. Fulus ini berlaku khusus di pasar di pemukiman Yahudi di Palestina dan Syiria.
Tak lama kemudian, Khalifah Umar Ibn Khattab RA merasa cemas kalau nantinya fulus menyusup masuk ke Haramain (Mekkah dan Madinah). Maka beliau segera mencetak koin dirham Islam pada tahun 20 H / 641 M (Baca: Umar Ibn Khattab Pelopor Dirham Islam, artikel 25-6-2009 ). Artinya meskipun Umar Ibn Khattab RA mengizinkan fulus dicetak khusus untuk warga Yahudi, tetapi beliau telah membaca dampak buruk dari beredarnya fulus di Darul Islam.
Tapi itu dulu, dan kini uang dinar dan dirham yang menghilang dalam kenyataannya dan bahkan dalam benak kaum Muslimin. Untuk itu perlu disosialisasikan dan dipafamkan kembali kepada umat Islam tentang dinar dan dirham serta arti pentingnya. Pasar Muharram MUI ini mungkin bisa menjadi sarananya. Insya Allah!
: