Dr. Al Chaidar Abdurrahman Puteh Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh
Salwan Momika, seorang pengungsi Irak yang dikenal sebagai aktivis anti-Islam, ditembak mati saat siaran langsung di TikTok di sebuah rumah di kota Södertälje, Swedia, pada malam Rabu, 29 Januari 2025. Pembunuhan ini terjadi beberapa jam sebelum putusan pengadilan terkait aksinya membakar Al-Qur’an dijatuhkan. Menurut penuturan Asnawi Ali, rekan penulis yang berada di Swedia, sebelum ditembak, Salwan Momika sedang melakukan siaran langsung (live) di TikTok mengikuti sebuah challenge bersama kawan-kawannya di akun TikTok miliknya sendiri pada Rabu tengah malam (29/1) pukul 23:10. Kemudian, dia berhenti sejenak untuk merokok melangkah keluar pintu menuju balkon rumah persembunyiannya. (Di Swedia, jarang sekali orang merokok di dalam rumah–hampir tidak ada)
Beberapa saat itulah dia ditembak, sementara akun TikTok-nya masih dalam keadaan siaran langsung. Diduga kuat, penembaknya adalah beberapa orang yang berada dalam siaran langsung TikTok tersebut sehingga mendapatkan kesempatan untuk menembak. Terduga penembak sudah ditangkap setelah 2 jam dari kejadian tersebut pada Kamis dini hari 30/1. Mereka semuanya ada 5 orang. Salwan Momika tinggal di sebuah apartemen persembunyian yang terkunci. Polisi Swedia menyembunyikan identitasnya, namun lama-kelamaan diketahui juga oleh orang-orang tertentu. Dia tinggal di kota Södertälje, kawasan Hovsjö, 40 km arah luar kota Stockholm.
Siapakah Salwan Momika? Menurut Asnawi Ali, rekan penulis yang berada di Orebro, Salwan Momika adalah seorang warga negara Irak Kristen yang menjadi terkenal di Swedia dan secara internasional karena aksinya membakar Al-Qur’an. Dia datang ke Swedia untuk mencari suaka pada tahun 2018 dan mendapatkan izin tinggal sementara pada tahun 2021.
Selama musim panas 2023, dia menjadi terkenal karena aksi pembakaran Al-Qur’an yang dilakukannya sebagai protes terhadap Islam. Aksi-aksi ini menimbulkan emosi yang kuat dan menyebabkan kerusuhan serta kekacauan serta kemarahan di beberapa negara Muslim terhadap Swedia.
Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa “kekuatan asing” mungkin terlibat dalam pembunuhan tersebut. Momika, yang sebelumnya menjadi sorotan internasional karena aksinya membakar Al-Qur’an, tewas dalam sebuah peristiwa yang semakin memperumit hubungan internasional Swedia. Polisi Swedia telah menangkap lima orang terkait dengan pembunuhan ini, namun belum mengonfirmasi apakah pelaku penembakan termasuk di antara mereka yang ditangkap. Meskipun demikian, pihak berwenang belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai motif di balik pembunuhan tersebut.
Salwan Momika lahir dalam keluarga Kristen di Irak utara, namun kemudian menyatakan dirinya sebagai seorang ateis. Setelah melarikan diri dari Irak, Momika tinggal di Swedia sebagai pengungsi.
Salwan Momika meninggalkan Irak pada tahun 2017 setelah mengalami konflik internal di dalam gerakan Babylon. Sebelumnya, Momika adalah anggota Pasukan Mobili Sementara (PMF) yang berjuang melawan ISIS setelah jatuhnya Mosul pada Juni 2014. Namun, Momika bergabung dengan PMF untuk melawan ISIS.
Gerakan Babylon, yang juga dikenal sebagai Babylon Movement, adalah sebuah organisasi politik dan militer yang didirikan oleh Rayan al-Kildani, seorang Assyria Kristen dari Irak. Gerakan ini didirikan pada tahun 2014 sebagai reaksi terhadap ancaman ISIS dan bertujuan untuk melindungi komunitas Kristen di Irak. Momika adalah salah satu pendiri gerakan ini dan juga memimpin Falcons of the Syriac Forces, sebuah milisi Kristen yang terafiliasi dengan Babylon Brigade.
Namun, pada tahun 2017, Momika terlibat dalam konflik internal dengan al-Kildani dan akhirnya meninggalkan Irak setelah kalah dalam perjuangan tersebut. Setelah melarikan diri, Momika mencari perlindungan di Swedia dan mendapat status pengungsi.
Kemunculan Salwan Momika ini merupakan reaksi langsung atas polah tingkah brutal ISIS yang tidak mewakili Islam. Momika memang mengambil langkah-langkah kontroversial sebagai bentuk reaksi terhadap tindakan brutal ISIS yang tidak mewakili Islam. Momika menyebutkan bahwa tujuannya adalah untuk mengekspresikan kebencian terhadap aksi-aksi ISIS yang telah menyebabkan banyak penderitaan. Namun, tindakan Momika juga menimbulkan kontroversi besar dan mengakibatkan reaksi negatif dari berbagai komunitas Muslim di seluruh dunia.
Situasi di Suriah memang sangat kompleks dan penuh dengan dinamika politik serta ideologis yang beragam. HTS (Hai’ah Tahrir al-Sham) telah berhasil merebut kekuasaan di Suriah, dan mereka dipandang sebagai kelompok yang lebih moderat dibandingkan dengan ISIS. Perbedaan ideologi dan pendekatan antara HTS dan ISIS memang mencolok, dengan HTS berusaha untuk tampil sebagai organisasi pembebasan yang lebih inklusif dan moderat.
ISIS, di sisi lain, terkenal dengan pendekatan ekstremis mereka yang kaku dan interpretasi ajaran Islam yang sangat hitam putih. Sikap mereka yang berlebihan (ghuluw) dalam beragama memang sering kali mengundang kecaman dari banyak pihak, termasuk dari kelompok-kelompok Islam lainnya. Kebencian ISIS terhadap HTS yang dianggap terlalu moderat dan fokus mereka pada perjuangan yang lebih global juga menciptakan permusuhan di antara kedua kelompok tersebut.
Pandangan banyak kalangan Islam modernis bahwa ISIS lebih mewakili iblis dan layak ditempatkan di kerak neraka adalah cerminan dari kebencian banyak orang terhadap kekejaman dan kebrutalan yang telah dilakukan oleh ISIS selama ini. Dunia internasional berharap bahwa kelompok-kelompok moderat seperti HTS dapat membawa sedikit kestabilan dan harapan bagi masa depan Suriah yang damai dan bebas dari ekstremisme.***
(*/arrahmah.id)