NEW YORK (Arrahmah.id) – Penulis Salman Rushdie, yang ditikam pada Jumat (12/8/2022) di sebuah acara sastra di negara bagian New York, menggunakan ventilator dan tidak dapat berbicara.
Dia juga menderita luka di hati dan mungkin kehilangan mata setelah serangan pisau, menurut agennya.
Penulis Inggris kelahiran India itu terpaksa bersembunyi pada tahun 1989 setelah bukunya “The Satanic Verses” (Ayat-ayat Setan) dikecam oleh pemimpin Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini. Buku itu dianggap menghujat, dalam penggambaran Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Buku itu dilarang di beberapa negara.
Rushdie menjadi terkenal pada tahun 1981 ketika novel keduanya, Midnight’s Children, memenangkan Booker Prize.
Penulis, yang saat ini tinggal di Amerika Serikat, pernah hidup di bawah perlindungan polisi karena ancaman terhadap nyawanya.
Polisi mengidentifikasi penyerang sebagai Hadi Matar (24) dari New Jersey. Polisi mengatakan mereka yakin bahwa Matar bertindak sendiri. Matar dibawa ke pengadilan pada Jumat malam atas tuduhan percobaan pembunuhan, lansir Al Jazeera.
Matar mengajukan pembelaan tidak bersalah selama pengadilan pada Sabtu (13/8). Matar muncul di pengadilan mengenakan jumpsuit hitam putih dan masker wajah putih. Tangannya diborgol di depannya.
Lembaga penegak hukum negara bagian dan federal bekerja untuk memahami perencanaan dan persiapan yang mendahului serangan itu dan menentukan apakah tuntutan tambahan harus diajukan.
Matar lahir di Amerika Serikat dari orang tua Libanon yang beremigrasi dari Yaroun, sebuah desa perbatasan di Libanon selatan, kata walikota desa, Ali Tehfe, kepada kantor berita The Associated Press.
Rushdie ditikam di leher dan dada di atas panggung pada sebuah kuliah pada Jumat. Setelah berjam-jam operasi, agennya, Andrew Wylie, mengatakan dia menderita kerusakan hati, saraf putus di lengan dan mata, serta menggunakan ventilator dan tidak dapat berbicara. Dia juga kemungkinan akan kehilangan matanya yang terluka, kata Wylie. (haninmazaya/arrahmah.id)