JAKARTA (Arrahmah.com) – Diamnya sikap pemerintah atas kritikan masyarakat terhadap pengiriman Putri Indonesia ke ajang Miss Universe, mendapat tanggapan aktivis wanita Islam. Ketua Umum PP Persaudaraan Muslimah (Salimah), Dra.Wirianingsih, kecewa pemerintah tak menanggapi berbagai kritik masyarakat.
“Sebenarnya, sejak dulu, kita sudah mengritik berkali-kali pengiriman putri Indonesia mengikuti ajang perlombaan Miss Universe, tapi karena berbagai alasan pemerintah, maka tetap saja terjadi,” ujar Wirianingsih.
Pernyataan kekecewaan Wirianingsih itu terkait keikutsertaan gadis Indonesia bernama Zivanna Letisha Siregar dalam ajang Miss Universe di Nassau, Bahamas.
Seperti diketahui, Zizi, demikian panggilan Zivanna Letisha Siregar, baru saja merampungkan sesi fashion show dengan baju buka-bukaan dan semi telanjang. Yakni kostum swimsuit, dan gaun malam. Dalam sesi itu, Zizi mengenakan swimsuit (two piece). Anehnya, tindakan kontroversial itu, belum ada pihak yang memprotes maupun mengkritik. Bahkan, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta kepada wartawan mengatakan, swimsuit hanya bagian kecil dari ajang itu.
Hal itulah yang disinggung Ketua Umum Salimah ini. Menurutnya, persyaratan buka-bukaan itu tak lebih hanya akan merendahkan wanita. Seolah-olah kecerdasan wanita hanya dinilai dari tubuh dan buka-bukaan.
Ia menilai, ajang Miss Universe masih harus mensyaratkan penggunaan pakaian seronok . Jika hanya fokus pada brain dan behaviour saja, Indonesia masih layak mengikuti. Namun, hal itu tak mungkin terjadi dengan pola pandangan masyarakat Barat.
“Karena Barat sendiri punya kepentingan, maka sudah otomatis hal itu ada,” pungkasnya.
Wiria juga mengatakan, seharusnya Indonesia tak menyertakan pengiriman hal-hal seperti ini. Apalagi, kontestasi Miss Universe tidak sesuai dengan budaya dan kultur Indonesia.
“Ajang Miss Universe yang mengumbar aurat itu tidak sesuai dengan budaya kita,” tegasnya. Sayangnya, menurut Wiria, pemerintah sering membiarkan hal-hal seperti ini dengan alasan sederhana, seperti untuk mengenalkan pariwisata atau kepentingan ekonomis dibanding kepentingan martabat bangsa.
“Selama ini pemerintah hanya berdalih seperti itu,” ungkapnya. (hdyt/arrahmah.com)