SAN’A (Arrahmah.com) – Presiden Yaman. Ali Abdullah Saleh, menolak rencana penurunan yang difasilitasi oleh negara-negara Teluk demi mengakhiri kerusuhan berdarah, saat puluhan ribu warga Yaman berkumpul pada hari Jumat (8/4/2011) untuk kembali melakukan protes anti-rezim.
“Kekuasaan kami berasal dari rakyat kami, bukan dari Qatar, bukan dari orang lain. Hal ini merupakan gangguan besar dalam urusan Yaman,” kata Saleh terhadap kerumunan pendukung rezimnya di San’a.
“Kami terlahir dengan bebas, dan kita memiliki kebebasan kehendak, dan mereka harus menghormati keinginan kami. Kami pun menolak kudeta terhadap demokrasi, konstitusi dan kebebasan kami,” katanya.
Pidatonya dilakukan sehari setelah Perdana Menteri Qatar Sheikh Hamad bin Jassem Al Thani mengatakan anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) “berharap untuk mencapai kesepakatan dengan presiden Yaman untuk turun.”
Hal itu disampaikan saat puluhan ribu warga Yaman ternyata melakukan protes saingan di ibukota, satu mendukung Saleh dan yang lain meminta Saleh untuk hengkang.
Mereka yang mendukung Saleh berkumpul di Tahrir Square, meneriakkan slogan-slogan mendukung Saleh, sekutu strategis dalam perang AS dalam melawan Al-Qaeda dan telah berkuasa sejak tahun 1978.
“Dengan jiwa kami, dengan darah kami, kami berkorban untuk Ali Abdullah Saleh,” teriak pendukungnya setelah sholat Jumat.
“Rakyat menginginkan Ali Abdullah Saleh,” sebagian pendukung lain menyatakan.
Mereka kemudian berbaris dari Tahrir menuju Sabaeen Square, di mana Saleh menyampaikan pidato.
Beberapa kilometer (mil), pengunjuk rasa anti-rezim berkumpul di alun-alun dekat San’a University, meneriakkan “Pergilah, Ali!”
Tidak ada bentrokan dilaporkan pada aksi demonstrasi kemarin.
Dewan Kerjasama Teluk memberikan proposal pada Saleh yang isinya permintaan serta rencana penyerahan kekuasaan kepada wakilnya, sambil memberikan jaminan perlindungan terhadap dia dan keluarganya, oposisi itu.
Berbeda dengan sambutannya hari Jumat, Saleh pada hari Rabu justru menyambut mediasi Teluk, menurut kantor berita Saba, yang mengatakan ia “menegaskan perlunya dialog serius dan bermanfaat untuk mengatasi krisis saat ini.”
Dan Menteri Luar Negeri Abu Bakar Al-Kurbi telah mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada hari Jumat (8/4) bahwa pemerintah Yaman sedang mempelajari inisiatif Teluk, dan bahwa “setiap inisiatif yang bertujuan mencari solusi untuk krisis sesuai dengan konstitusi Republik Yaman disambut baik oleh negerinya.”
Sekitar 125 orang telah tewas sejak aksi protes terhadap Saleh, terinspirasi oleh sukses pemberontakan di Tunisia dan Mesir, dimulai pada bulan Januari.
Washington telah menyatakan kekhawatiran bahwa Al-Qaeda di Semenanjung Arab bisa mengambil keuntungan dari krisis yang berkepanjangan di Yaman, dan telah mendesak Saleh untuk menegosiasikan transisi kekuasaan.
“Yaman telah benar-benar menambah semangat bagi Al-Qaeda di Semenanjung Arab,” kata Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates, Kamis (7/4).
Pentagon mengatakan tidak ada rencana untuk menangguhkan bantuan militer AS ke Yaman.
Tapi Wall Street Journal pada hari Jumat (mengutip 8/4) pejabat AS yang tidak disebutkan namanya mengatakan Washington menghentikan paket bantuan senilai 1 miliar atau lebih pada bulan Februari di tengah kerusuhan yang terus memanas.
Yaman mengontrol Selat Bab Al-Mandab, pintu masuk strategis ke Samudera Hindia dari Laut Merah, di mana tiga juta barel minyak Teluk transit setiap hari menuju Terusan Suez dan Eropa. (althaf/arrahmah.com)