JAKARTA (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) bakal menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII. Rencananya kegiatan tersebut berlangsung pada 28-31 Mei 2024 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Sekretaris OC Ijtima Ulama VIII, KH Miftahul Huda, menyampaikan kegiatan ini merupakan agenda rutin komisi Fatwa MUI yang diselenggarakan setiap tiga tahun.
Saat ini, kata Kiai Miftah, pihaknya sedang mempersiapkan kegiatan Ijtima Ulama VIII tersebut dengan panitia daerah untuk menyiapkan hal-hal teknis terkait dengan akomodasi, transportasi, serta sarana dan prasarana.
Ulama yang akrab disapa Kiai Miftah ini mengungkapkan, panitia daerah tersebut berasal dari MUI Provinsi Bangka Belitung, MUI Kabupaten Bangka, dan Pengurus Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center serta Pemprov Bangka Belitung, Pemkab Bangka dan pemerintah daerah tingkat 2 se Provinsi Bangka Belitung.
“Mengapa lokasinya di Bangka Belitung? Jadi kebiasaan atau sunnah pelaksanaan Ijtima Ulama ini kalau habis dari Jawa kemudiaan pindah keluar Jawa.
Ijtima Ulama sebelumnya digelar di Jakarta, sekarang diluar Jawa,” kata Kiai Miftah saat dihubungi MUIDigital, Jumat (23/4/2024).
Kiai Miftah mengungkapkan, sebelumnya ada 3 daerah yang menjadi pilihan untuk digelarnya Ijtima Ulama VIII ini. Ketiga daerah tersebut yakni Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bangka Belitung.
“Tetapi NTB dan Jawa Timur kurang siap. Bangka Belitung sudah menawarkan dan PJ Gubernur Provinsi Bangka Belitung sudah melayangkan surat kesanggupan untuk mendukung kegiatan Ijtima Ulama VIII,” ungkapnya.
Sebelumnya, pelaksanaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia selalu dilaksanakan di pondok pesantren agar lebih kental dengan keilmuan Islam. Hanya Ijtima Ulama sebelumnya pada 2021, tidak dilaksanakan di pondok pesantren karena Covid-19.
Isu-isu yang dibahas
Dalam kesempatan ini, Kiai Miftah mengungkapkan sejumlah isu yang bakal dibahas dalam Ijtima Ulama VIII. Hal ini merupakan dari tiga tema utama yakni strategis kebangsaan (Masail Asasiyah Wathaniyah), permasalahan keagamaan kontemporer (Masail Fiqhiyyah mu’ashirah), dan permasalahan yang terkait dengan peraturan perundan-undangan (Masail Qanuniyyah).
Kiai Miftah mengungkapkan, terkait dengan masail asasiyah wathaniyyah akan membahas mengenai kemanusiaan seperti isu-isu Imigran, Palestina, dan Rohingya.
“Bagaimana Islam yang rahmatan lil alamin memberikan dukungan. Setidaknya kemanusiaan kepada mereka,” ungkapnya.
Terkait tema kedua yakni masail fiqhiyyah mu’ashirah, Kiai Miftah mengungkapkan, bakal membahas mengenai tata kelola limbah patologi seperti potongan tubuh manusia di rumah sakit. Hal itu agar ada tata kelola yang benar sesuai dengan syariat.
“Kemudiaan penggunaan plasma darah manusia untuk pengobatan dan perawatan kulit. Apakah diperbolehkan atau tidak,” kata dia.
Lebih lanjut, isu yang bakal dibahas dalam
tema ini adalah mengenai fiqh antarumat beragama yakni persoalan salam lintas agama dan salam pembuka.
“Misalnya dari assalamualaikum, kemudiaan salam-salam agama yang lain yang disampaikan dalam forum-forum resmi. Demikian juga apakah itu termasuk moderasi bisa diperbolehkam secara syariat atau benar-benar kemanfaatannya dirasakan dalam pengembangan moderasi umat beragama,” paparnya.
Selain itu, dalam tema ini juga membahas soal ucapan terhadap hari raya atau hari suci agama lain. Misalnya dalam mengucapkan selamat natal atau hari raya agama lain.
“Bagaimana ajaran syariat yang benar, apakah boleh mengucapkan atau tidak. Dan juga hukum menjawab dari salam umat beragama lain,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kiai Miftah menyampaikan terkait dengan tema ketiga yakni masail qanuniyyah. Dalam tema ini bakal menanggapi permasalahan-permasalahan penerapan hukum formal yang ada di Indonesia.
“Seperti ada usulan bahwa dana zakat yang terkumpul itu dianggap sebagai uang penerimaan negara. Padahal negara kita kan bukan negara agama. Apakah ini dibenarkan atau tidak,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kiai Miftah mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan terkait dengan materi-materi yang bakal dibahas pada Ijtima Ulama VIII pada Pra Ijtima Ulama VIII.
“Long list masalah yang sudah diinventarisasi, didalami pada forum pra ijtima dalam bentuk FGD sebagai proses tashawwur masalah dengan mengundang dan mendengar penjelasan pihak-pihak terkait,” paparnya.
Pra Ijtima Ulama VIII digelar di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukerejo, Situbondo Jawa Timur dan Madrasah Muallimin Muhamadiyah Yogyakarta.
Ketika Pra Ijtima Ulama VIII di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo Jawa Timur membahas mengenai fiqh antarumat beragama.
Sementara di Madrasah Muallimin Muhamadiyah Yogyakarta membahas tema fiqh dauliyah dan masalah fikih haji.
“Misalnya apakah boleh menetapkan uang dam di awal atau dimasukan ke dalam biaya perjalanan ibadah haji,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)