Satu-satunya yang membuat ia disalahkan adalah karena dia tampak berbeda. Nargiza, seorang remaja berusia 17-tahun dari seorang ibu petugas kebersihan keturunan Armenia, dipukuli oleh warga Moskow yang marah atas pengeboman Senin lalu.
“Dia dikeroyok, dipukuli di jalan, rambutnya dijambak, wajah terluka, bajunya robek,” ujar Galina Kozhevnikova dari organisasi HAM Sova Center yang berbasis di Moskow.
Muslimah itu hanya salah satu korban dari sentimen anti-Islam yang dimiliki oleh orang-orang Rusia.
“Mereka mengelilinginya dan meneriakkan: pergi, dan syahidlah,” lapor saksi mengenai segerombolan orang yang mengintimidasi Nargiza dan melecehkan Islam, dalam LiveJournal.
Agen keamanan Rusia, FSB, mengaitkan serangan dengan aktivitas mujahidin di Kaukasus Utara.
Kozhevnikova mengatakan gadis itu untuk sementara harus meninggalkan kota dan berada di luar jangkauan karena trauma dan menghindari intimidasi berikutnya.
Dalam insiden serupa, sekelompok laki-laki dan perempuan memukuli dua muslimah yang mengenakan hijab di statsiun kereta api bawah tanah pada Senin (29/3) sore, menarik mereka dari kursi mereka dan melemparkan mereka keluar dari kereta, radio Ekho melaporkan, mengutip pernyataan para saksi.
Saksi mengatakan tidak seorang pun yang menghubungi polisi dan penumpang lain hanya melihat tanpa bertindak apapun. Seorang juru bicara kepolisian Moskow kepada AFP mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak mengetahui dan menerima laporan mengenai insiden tersebut.
Kozhevnikova mencatat beberapa insiden yang terjadi sejak hari Senin lalu dan diperkirakan sudah ada setidaknya 10 serangan serupa di Moskow, dan kemungkinan sebagian besar yang tidak tercatat oleh lembaganya.
Namun, kabar ini sering kali ditutup-tutupi oleh media setempat.
Dengan sekitar 2,5 juta pekerja migran, Rusia memiliki populasi jumlah pekerja migran terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
Salah seorang imigran mengatakan bahwa aturan yang diberlakukan bagi para imigran di Rusia sangat ketat dan tidak jarang mempersulit kehidupan mereka.
“Saya kira ada konspirasi,” kata Alisher Madanbekov, seorang pemimpin imigran berkebangsaan Kyrgystan.
“Ketika serangan teror mengantam Moskow sebelumnya, tenaga kerja migranlah yang pertama kali menderita,” tambah Usmon Baratov, seorang pemimpin imigran Uzbek.
Para aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa para pejabat di Rusia telah lama menutup mata pada nasionalisme dan xenophobia yang menyebabkan warganya termotivasi untuk melakukan serangan rasis.
Menurut Biro Hak Asasi Manusia Moskow, antara Januari dan pertengahan Maret tahun ini ada 31 serangan xenofobia yang menewaskan 10 orang dan melukai 28 orang lainnya di Rusia. (althaf/dbs/arrahmah.com)