GAZA (Arrahmah.id) – Monther Abed, seorang paramedis sukarelawan di Bulan Sabit Merah Palestina, mengingat secara rinci kejahatan tentara ‘Israel’ ketika mereka menargetkan dia dan rekan-rekannya di kota Rafah, selatan Jalur Gaza, pada 23 Maret 2025.
Dalam pembantaian yang mengerikan ini, 15 anggota tim paramedis dan pertahanan sipil, yang dilindungi oleh hukum internasional, dibunuh oleh pasukan pendudukan ‘Israel’, yang telah melakukan kampanye genosida terhadap warga Palestina di Gaza selama 18 bulan terakhir.
Abed, satu-satunya yang selamat dari pembantaian tersebut, menceritakan serangan itu terjadi saat mereka menanggapi panggilan darurat dari korban sipil yang terjebak oleh pasukan ‘Israel’ di lingkungan Tel al-Sultan di bagian barat Rafah.
Sebuah tim yang terdiri dari 10 paramedis, lima personel pertahanan sipil, dan seorang karyawan dari salah satu badan PBB menuju ke sumber panggilan darurat, dengan harapan dapat menyelamatkan nyawa warga sipil.
Jadi sasaran tembakan intens
Abed, yang berusia tiga puluhan, mengatakan kepada Anadolu Agency: “Kami menerima sinyal tentang cedera di daerah Hashashin (di lingkungan Tel al-Sultan), jadi kami segera bergerak. Ambulans itu berasal dari Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (Ambulans 101), dan mereka diberi lampu baik di dalam maupun di luar.”
Dia melanjutkan,
“Begitu kami tiba, kami langsung menjadi sasaran tembakan yang intens dan langsung. Saya harus menunduk di dalam ambulans di bagian belakang. Saya tidak mendengar apa pun dari rekan-rekan saya, hanya napas terakhir mereka. Kemudian pasukan khusus ‘Israel’ tiba, membuka pintu ambulans, dan berbicara dalam bahasa Ibrani. Mereka mendorong kepala saya ke tanah sehingga saya tidak dapat melihat rekan-rekan saya atau mengetahui nasib mereka.”
Setelah penembakan terhadap ambulans, tentara ‘Israel’ menarik Abed, menangkapnya, menutup matanya, dan menginterogasinya selama 15 jam sebelum melepaskannya.
Abed mengungkapkan bahwa dirinya telah disiksa dengan sangat parah, dengan mengatakan,
“Mereka memukul saya dengan popor senapan dan menyiksa saya, menanyakan nama, alamat, dan keterangan tentang keberadaan saya pada 7 Oktober. Semakin banyak saya menjawab, semakin mereka memukul saya. Rasanya saya ingin mati saja saking beratnya penyiksaan itu.”
Abed mengonfirmasi bahwa pasukan pendudukan menggunakan buldoser militer untuk menggali lokasi tersebut. Ia melihat mereka menggali lubang di satu sisi dan tiga lubang lainnya di sisi lainnya, tempat mereka mengubur ambulans dan kendaraan pertahanan sipil setelah menembaki orang-orang di dalamnya.
Pada 27 dan 30 Maret, otoritas Gaza mengumumkan bahwa mereka telah menemukan jenazah 15 anggota tim paramedis dan pemadam kebakaran terkubur di area sekitar 200 meter dari tempat kendaraan mereka berhenti.
Bukti menunjukkan bahwa para korban ditembak, beberapa ditemukan terikat di pergelangan tangan.
Klaim ‘Israel’ vs Realitas
Pada 31 Maret, tentara ‘Israel’ mengklaim bahwa pasukannya tidak menyerang ambulans dan kendaraan pemadam kebakaran “secara acak,” tetapi malah menembaki “kendaraan yang mendekat secara mencurigakan tanpa mengaktifkan lampu darurat.”
Mereka juga mengklaim bahwa operasi tersebut mengakibatkan terbunuhnya anggota Brigade Al-Qassam Hamas dan Gerakan Jihad Islam.
Namun, Abed membantah keras klaim tersebut dan menegaskan bahwa wilayah tersebut bukanlah zona operasi militer, melainkan wilayah sipil yang dihuni warga non-kombatan. Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan tentara ‘Israel’ merupakan “kejahatan terhadap kemanusiaan” yang coba ditutup-tutupi dengan mengubur tim kemanusiaan dan kendaraan mereka untuk menghilangkan bukti.
Pada Sabtu malam (5/4), militer ‘Israel’ menarik kembali klaimnya dan mengakui kejahatan pembunuhan paramedis dan petugas pemadam kebakaran di Rafah. Hal ini terjadi setelah beredarnya video mengejutkan yang diambil oleh salah seorang paramedis dengan telepon genggamnya sebelum kematiannya, yang dipublikasikan oleh The New York Times.
Militer ‘Israel’ mengklaim bahwa penyelidikan awal menyimpulkan bahwa ambulans dan tim pertahanan sipil mendekati kendaraan milik Hamas saat memasuki Tel al-Sultan, dan para prajurit yakin kendaraan itu merupakan ancaman, sehingga mereka melepaskan tembakan. Mereka membantah bahwa para pekerja bantuan itu dieksekusi setelah diikat.
Mereka juga mengklaim bahwa buldoser militer menutupi mayat-mayat dan kendaraan-kendaraan dengan pasir karena “pertempuran yang sedang berlangsung” dan mencoba membenarkan kejahatan tersebut dengan menyebutnya sebagai “prosedur standar di wilayah selatan untuk mencegah hewan-hewan merusak mayat-mayat.” Sementara itu, ribuan mayat warga sipil, termasuk anak-anak, wanita, dan orang tua, dibiarkan tercabik-cabik oleh anjing-anjing di wilayah-wilayah lain di Gaza.
Tentara ‘Israel’ membantah bahwa jasad para korban telah dirusak, meskipun faktanya “video yang mendokumentasikan penggalian di lokasi tempat jasad-jasad tersebut dikubur menunjukkan bahwa mereka berada dalam kondisi yang sangat buruk, beberapa di antaranya cacat,” menurut surat kabar Haaretz.
Surat kabar ‘Israel’ tersebut melaporkan bahwa Kepala Staf, Eyal Zamir, mengarahkan mekanisme investigasi di Staf Umum, yang bertanggung jawab untuk memeriksa kasus-kasus yang diduga sebagai kejahatan perang, untuk menyelidiki insiden tersebut. Surat kabar itu menegaskan bahwa “sejak dimulainya perang, informasi tentang puluhan kasus telah ditransfer ke mekanisme ini, tetapi tidak ada tentara yang dituntut sebagai akibatnya.” (zarahamala/arrahmah.id)