YOGYAKARTA (Arrahmah.com) – Dibubarkannya acara diskusi feminis penghina nabi, Irshad Manji, di Yogyakarta oleh warga masyarakat Jogja direspon oleh sebagian media massa untuk memojokkan Majelis Mujahidin Indonesia yang dituduh telah melakukan pemukulan terhadap perempuan. Namun, pandangan berbeda dilontarkan oleh aktivis dakwah kampus yang berada pada peristiwa tersebut.
Menurut kesaksian Rino Prasetyo seperti dilansir undergroundtauhid.com, kehadiran massa di sana tidak hanya dari MMI tapi juga perwakilan dari warga yang tergabung dalam “Gerakan Jogja Peduli Moral Bangsa” yang terdiri dari FLSDK, KAMMI, PII, FSRMY, BKPRMI hingga komunitas #IndonesiaTanpaJIL.
Menurut Rino kehadiran massa bukan untuk mencari Irshad Manji, tapi lebih kepada mencari panitia yang sudah diperingatkan tapi tetap menantang umat Islam di sana.
“Saat ditanyakan satu per satu siapa panitianya, tidak ada yang mengaku. Massa pun semakin tidak terkontrol. Ada ratusan lebih jumlahnya,” jelasnya, Yogyakarta, Rabu Malam (9/5)
Aktivis Lembaga Dakwah Kampus ini juga menceritakan, bahwa peristiwa pemukulan terhadap peserta terutama peserta wanita adalah berita palsu yang dibesar-besarkan.
“Sepengetahuan saya di dalam LKiS tidak ada aksi pemukulan dan penamparan wanita sampai lemas, kalau jitakin kepala bencong ya memang ada,” jelasnya.
Adapun pemberitaan yang sengaja mengarah untuk menyudutkan MMI, menurut Rino memang sudah direkayasa, karena saat massa hadir wartawan memang sudah banyak menunggu dan bersiap siaga seakan ini jebakan opini yang sudah dipersiapkan. Termasuk pemberitaan Irshad terkena pecahan kaca dan sebagainya adalah tidak benar menurutnya.
“Ketika kami masuk ke LKiS kami disambut oleh banyak wartawan. Nampaknya ini memang sudah disiapkan untuk dijadikan cerita sandiwara,” tambahnya
Rino, menjelaskan peserta yang hadir juga lebih banyak bukan masyarakat sekitar, tapi datang dari luar kota. Terlebih acara ini memang tidak memiliki izin dengan pihak kepolisian. Mengingat kehadiran Irshad sudah mendapat kecaman, bahkan rektor Universitas Gajah Mada sendiri mengecamnya. Jadi wajar jika sikap Irshad yang menantang ini, dijawab dengan kebebasan berpendapat oleh umat Islam setempat untuk melarang dan membubarkan acaranya.
Seperti diketahui, Irshad Manji sendiri, cenderung tidak bisa diajak negosiasi. Di Salihara dia menolak untuk diajak dialog terbuka dengan menghina cara berpikir masyarakat sebagai sesuatu yang kolot.
“Saya tidak percaya bahwa dialog kita dengan mereka akan merubah cara berpikir mereka. Pikiran mereka telah tercipta seperti itu, pikiran mereka telah terdogma untuk tidak berubah,” bantah Irshad saat menolak tawaran dialog dari peserta Salihara.
Lebih dari itu Irshad, juga memprovokasi pendukungnya dengan mengatakan dia tidak takut dengan ancaman apapun yang datang padanya. Bahkan tetap melanjutkan kajian Salihara tanpa pengeras suara yang membuat masyarakat semakin terpancing emosinya.
“Saya sering didatangi kelompok Islam Jihadi, mengancam saya dengan berbagai macam hal agar tidak meneruskan apa yang saya yakini, jadi hal-hal seperti ini bagi saya adalah hal yang biasa kita tidak perlu panik,” jelasnya menantang. (bilal/arrahmah.com)