SERANG (Arrahmah.com) – Terjadinya bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kampung Pendeuy, Desa Cikeusik Pandeglang yang menewaskan tiga orang pada Minggu (6/2) silam, adalah kesengajaan dari pihak JAI.
Kanit Reskrim Polsek Cikeusik Iptu Hasanudin, dalam sidang lanjutan kasus bentrokan Cikeusik dengan di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Selasa (28/6/2011) dengan terdakwa Deden sudjana mengungkapkan bahwa hal tersebut dikarenakan rombongan JAI yang berjumlah 20 orang tidak mau dievakuasi dari rumah Suparman. Bahkan Ahmadiyah sengaja ingin berperang dengan warga, dengan mempersiapkan tumbak, clurit, serta batu yang sudah dimasukan ke dalam karung.
“Beberapa saat sebelum bentrokan terjadi, kami sudah berusaha membujuk 20 orang yang ada di rumah Suparman agar mereka mau dievakuasi. Namun, salah seorang diantara mereka bernama Deden menyatakan tetap akan bertahan dan siap perang dengan massa dan diiyakan oleh anggota Ahmadiyah lainnya,” kata Hasanudin.
Ia menjelaskan, setelah berusaha beberapa kali membujuk JAI tetap memilih bertahan dan tidak mau dievakuasi. Belakangan diketahui 20 orang yang berada di dalam rumah Suparman sebagai pemilik rumah, ternyata 17 orang diantaranya merupakan warga yang datang dari luar Cikeusik.
“Sekitar lebih kurang setengah jam saya berada di rumah Suparman, dan tidak bisa membujuk para jemaat Ahmadiyah, akhirnya saya keluar rumah itu (rumah Suparman,red), setelah itu tiba-tiba masa datang dari beberapa arah menuju lokasi rumah yang berisi sekitar 20 orang tersebut,” ungkap Hasanudin.
“Kalau bapak-bapak tidak sanggup menghadapi massa, biar kami saja yang menghadapinya biar seru, biarkan saja terjadi banjir darah`,” kata Hasanudin menirukan ucapan Deden salah seorang anggota jamaah Ahmadiyah yang tidak mau dievakuasi sebelum kejadian tersebut.
Hasanudin juga mengungkapkan, bahwa pada awal terjadinya bentrokan, pihaknya sudah berusaha menghalau massa agar tidak melakukan penyerangan terhadap rumah tersebut, namun karena jumlah massa tidak sebanding dengan polisi yang ada saat itu, sehingga massa terus memaksa mendatangi rumah tersebut dengan ucapan Allahu Akbar serta kata-kata “bubarkan Ahmadiyah”.
Menurut Hasanudin, yang mulai melakukan pelemparan terhadap massa berasal dari dalam rumah dengan menggunakan batu, ketepel dan tombak, sementara pada awal terjadinya bentrokan massa tidak ada yang membawa senjata tajam ataupun kayu, batu dan barang lainnya.
Setelah ada lemparan batu, tombak dan ketepel dari arah rumah Suparman, kemudian ada di antara warga yang membalas dengan batu, kayu yang diambil dari sekitar lokasi bentrokan tersebut.
“Ada di antara massa juga yang kemudian mengeluarkan golok, setelah mereka diserang dengan lemparan batu dari dalam rumah,” kata Hasanudin. (md/arrahmah.com)