JAKARTA (Arrahmah.com) – Saksi Ahli dari Majelis AUlama Indonesia (MUI) Habib Rizieq Syihab memaparkan terdakwa penoda agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah banyak kali menyinggung soal surat Al-Maidah ayat 51. Pada lanjutan persidangan penodaan agama di Auditorium Kementrian Pertanian Selasa (28/2/2017), Habib Rizieq menyebut, kejadian penodaan agama yang dilakukan Ahok terjadi tidak hanya terjadi satu kali.
Habib Rizieq ditanya majelis hakim tentang pendapatnya yang menyebut terdakwa Ahok menempatkan Al-Maidah ayat 51 sebagai sumber kebohongan. Dia pun mengaku ketika dimintai keterangan oleh penyidik, dia diperlihatkan video pidato Ahok dan barang bukti lainnya.
“Saya selama disidik, tidak hanya diputarkan video pidato terdakwa di Kepulauan Seribu tapi juga ditunjukkan barang bukti lainnya, sehingga dari barang bukti yang lain, saya bisa mencapai kesimpulan,” ucap Rizieq dalam sidang di auditorium Kementerian Pertanian (Kementan), Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (28/2/2017).
Habib Rizieq kemudiann memaparkan sejumlah barang bukti yang ditunjukkan padanya. Menurutnya, ada 6 kejadian ketika Ahok menyinggung surat Al-Maidah ayat 51.
“Pertama di tahun 2008, terdakwa ini melalui buku yang berjudul ‘Merubah Indonesia’, terdakwa ada membicarakan Al-Maidah 51, konteksnya sama, pemimpin. Artinya sebelum kejadian di Kepulauan Seribu, terdakwa ini sudah mulai nyindir-nyindir Al-Maidah 51,” ucap Habib Rizieq.
Peristiwa kedua, menurut Habib Rizieq, yaitu pada 30 Maret 2016 ketika Ahok diwawancara media. “Terdakwa ini ada menyatakan bahwa surat Al-Maidah 51 itu keluarnya jadi konteksnya belum ada pemilihan, belum ada pilkada. Jadi sindiran ke Al-Maidah 51 sudah dilakukan terdakwa jauh sebelum pidatonya di Kepulauan Seribu,” katanya.
Lalu, dia menyebut terdakwa Ahok kembali menyinggung soal Al-Maidah ayat 51 di kantor DPP Partai Nasdem. Kejadian itu sebelum pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
“Kemudian pada 21 September, terdakwa di kantor DPP Nasdem. terdakwa meminta lawan-lawan politiknya jangan menggunakan Al-Maidah 51. Kalau seseorang meminta kepada orang Islam untuk tidak menggunakan surat Al-Maidah ayat 51, dia tidak berhak, setiap muslim berhak. Apakah dia seorang hakim, seorang jaksa, seorang pengacara, seorang politisi, bahkan dia wajib berpegang teguh kepada Alquranul Karim termasuk surat Al-Maidah ayat 51. Kemudian baru terjadi tanggal 27 September pidato terdakwa di Kepulauan Seribu,” ujar Rizieq.
“Kemudian ada yang menarik, itu tanggal 7 Oktober 2016, Kompas TV ada memuat berita dan diunduh ke YouTube di mana terdakwa mencoba mengklarifikasi pernyataannya di Kepulauan Seribu. Dinyatakan orang-orang rasis dan pengecut yang selalu menggunakan ayat itu untuk membodohi masyarakat. Artinya yang bersangkutan mengulang kalimat serupa, di sini dikatakan orang-orang rasis dan pengecut yang selalu menggunakan ayat itu untuk membodohi masyarakat. Ini semua yang membuat saya pada kesimpulan bahwa yang disampaikan terdakwa ini bukan tidak sengaja, tapi berniat, karena berulang-ulang itu berarti sistematis, direncanakan,” ungkap Habib Rizieq di hadapan majelis hakim.
Kemudian, Habib menambahkan lagi tentang adanya rekaman yang bersinggungan dengan Ahok lagi. Salah satunya yaitu tentang lelucon Ahok mengganti nama WiFi di Pemprov DKI dengan ‘Al-Maidah’.
“Saat ini di tengah masyarakat sedang heboh 2 rekaman lagi oleh terdakwa. Ada lagi rekaman pernyataan terdakwa dalam rapat Pemprov DKI Jakarta yaitu mengusulkan membuat WiFi bernama ‘Al-Maidah’ dengan password ‘kafir’. Ini akan saya berikan untuk memperkuat penilaian saya yang mengatakan kalau dibohongi pakai Al-Maidah itu bisa bermakna Al-Maidah sebagai alat kebohongan atau sumber kebohongan,” tegas Habib Rizieq, dikutip Detik.
(azm/arrahmah.com)