TEL AVIV (Arrahmah.id) — Tokoh pemimpin kelompok perlawanan Hamas,Yahya Sinwar benar-benar menjadi sosok yang ‘menghantui’ kehidupan warga pendudukan Israel saat ini.
Orang nomor satu buruan tentara IDF yang memimpin gerakan pembebasan Palestina di Jalur Gaza itu bahkan diteliti cara berpikirnya menggunakan metode komputerisasi canggih berbasis AI (kecerdasan buatan).
Kajian digital ini dilakukan Universitas Reichman Israel yang menegaskan kesimpulan kalau keputusan pemimpin Hamas di Gaza tersebut adalah rasional.
Hasil kajian menjelaskan, setiap keputusan yang diambil Yahya Sinwar didasarkan pada cara berpikir untuk memperkuat maksud dan tujuan gerakannya.
Studi ini dilakukan di Laboratorium Pengambilan Keputusan Terkomputerisasi di Universitas Reichman di Israel.
Dilansir The Jerusalem Post (27/3/2024), studi dilakukan dengan menggabungkan AI dengan metode canggih untuk mengidentifikasi pola keputusan yang diambil seseorang.
“Sebanyak 14 keputusan Yahya Sinwar baru-baru ini direkonstruksi menggunakan program AI, yang paling menonjol adalah operasi Banjir Al-Aqsa pada tanggal 7 Oktober,” tulis laporan tersebut.
Studi ini menemukan kalau rasionalitas Yahya Sinwar jelas dan terlihat dalam 12 dari 14 keputusan, mengingat tujuan yang dinyatakannya terkait keberadaan Hamas.
Tujuan Hamas yang sering dinyatakan dalam pernyataan gerakan tersebut adalah mempertahankan otoritas gerakan dan kelangsungan hidupnya di negara tersebut, memimpin perlawanan agresi dan pendudukan Israel, serta membebaskan tahanan Palestina yang ditahan pihak Tel Aviv.
Rasionalitas yang diterapkan Yahya Sinwar juga berlaku pada negosiasi pertukaran tahanan dengan Israel.
Rasionalitas ini yang membuat Hamas bersikukuh mempertahankan tuntutan negosiasi agar Israel menghentikan agresi secara penuh, menarik pasukan dari Gaza secara permanen, membiarkan warga Palestina kembali ke rumah-rumah mereka tanpa gangguan, serta pembebasan ratusan tahanan Palestina yang dipenjara Israel.
Mantan kepala Unit Tahanan dan Orang Hilang di dinas intelijen Israel, Mossad, Rami Igra, pada Ahad (17/3) menyatakan ketidakyakinannya soal peluang keberhasilan negosiasi kesepakatan pertukaran tahanan dan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Menurut dia, pimpinan gerakan Hamas, Yahya Sinwar hanya berusaha menghambat Israel dalam upayanya membebaskan para sandera Israel yang ada di tangan Brigade Al-Qassam, sayap militer gerakan Hamas.
Igra mengatakan dalam sebuah wawancara dengan saluran Ibrani 103FM, “Sinwar tidak tertarik dengan kesepakatan itu dan menghambat kami,” katanya.
Ia menambahkan, “Hamas menetapkan syarat-syarat, antara lain penghentian perang, penarikan diri dari Gaza, dan kembalinya Hamas ke Gaza. Artinya, kejadian pada 7 Oktober terulang kembali,” klaimnya.
Dia melanjutkan: “Saya tidak begitu tahu apa yang sedang kita bicarakan saat ini, tapi sepertinya kita terus-menerus melalui babak yang sama, karena kali ini, tidak seperti waktu-waktu sebelumnya, ada paket yang terdiri dari dua tahap dengan hubungan antara paket-paket tersebut, sementara pada akhirnya kami akan melakukan negosiasi untuk menghentikan negosiasi.”
Dia melanjutkan, dengan mengatakan: “Meskipun saya ingin optimis, saya sangat pesimis, dan menurut saya Sinwar tidak berubah pikiran, dan menurut saya kita semua di media ketika kita berbicara tentang kesepakatan ya atau tidak. , kita harus melihat apakah hal ini menguntungkan Sinwar.”
Igra menyebut, Yahya Sinwar berhasil mendikte Israel soal negosiasi pertukaran tahanan dan gencatan senjata.
Selama ini yang terjadi, kata dia, Israel cenderung mengikuti tekanan yang diberikan pihak Hamas.
Hal ini, kata Igra, adalah bentuk hal memalukan bagi Israel.
“(Ini Soal) Ke mana dia ingin pergi, bukan ke mana kita ingin pergi.”
Dia melanjutkan: “Dia saat ini berhasil mempermalukan kami di depan mata dunia, dan kita tidak bisa mengubahnya. Dia juga saat ini berhasil mencekik leher kami.” (hanoum/arrahmah.id)