Kisah Seorang ‘Alim Pemberani Dan Penguasa Kejam
‘Aun bin Abi Syidad berkata, “Aku mendengar berita bahwa setelah kabar Said bin Jubair sampai ke telinga al-Hajjaj bin Yusuf, Ia mengutus seorang komandan dari penduduk Syam disertai 20 orang pengawal untuk menangkap Said.
Ketika mereka mencarinya tiba-tiba bertemu dengan seorang pendeta yang tinggal di sebuah biara. Mereka menanyakan keberadaan Said kepada pendeta tersebut. Pendeta meminta, ‘Coba kalian sebutkan identitas orang itu!’ Setelah disebutkan ciri-cirinya, pendeta memberitahu alamat rumah orang yang dicari.
Setelah itu, mereka pergi ke tempat yang telah ditunjukkan pendeta. Mereka mendapati Said sedang sujud, kemudian mereka mendekati dan mengucapkan salam kepadanya. Said bangun dari sujud untuk menyelesaikan shalatnya kemudian menjawab salam mereka.
Mereka berkata, ‘Kami disuruh al-Hajjaj untuk menangkapmu, maka menyerahlah.’
Said membaca Tahmid, memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, lalu berjalan dalam pengawalan mereka sampai tiba di biara sang pendeta.
Pendeta berkata, ‘Segeralah kalian naik ke tingkat rumah sebelum malam datang, sebab singa jantan dan betina biasa mengelilingi biara ini!’ Mereka pun mengikuti perintah pendeta. Adapun Said, dia enggan masuk biara.
Para pengawal berkata, ‘Pasti kamu ingin melarikan diri!’
Said menjawab, ‘Tidak. Hanya saja saya tidak akan pernah memasuki rumah orang musyrik.’
Mereka berkata, ‘Kami tidak mungkin membiarkanmu begitu saja, nanti kamu dimakan singa sehingga kamu mati.’
Said menjawab, ‘Tidak mengapa! Allah senantiasa menyertaiku, Dialah Dzat yang akan menghindarkankanku dari serangan, bahkan akan menjadikannya sebagai pelindung di sekelilingku. Insya Allah singa itu akan melindungiku dari segala kejahatan.’
Pengawal bertanya, ‘Apakah kamu seorang Nabi?’ Said menjawab, ‘Aku bukan Nabi! Aku hanyalah seorang hamba dari hamba-hamba Allah, manusia yang biasa berbuat salah dan dosa.’
Pendeta berkata, ‘Berilah aku jaminan, yang bisa membuat aku percaya!’
Para pengawal meminta kepada Said agar memenuhi permintaan pendeta.
Said berkata, ‘Aku berjanji demi Allah Yang Mahaagung yang tidak ada sekutu bagiNya, Insya Allah aku tidak akan meninggalkan tempat ini hingga pagi hari.’
Pendeta berkata kepada para pengawal, ‘Naiklah kalian ke tingkat, pasanglah tali panah kalian untuk mengusir binatang buas dari seorang hamba yang shalih ini! ‘
Setelah naik mereka memasang tali panah. Tiba-tiba singa betina datang dan mendekati Said, menggaruk-garukkan dan mengusapkan tubuhnya ke tubuh Said, kemudian duduk di dekatnya. Kemudian singa jantan pun datang dan melakukan sebagaimana yang dilakukan singa betina.
Ketika pendeta menyaksikan kejadian ini dan para pengawal telah turun dari tingkat pada keesokan harinya, sang pendeta bertanya kepada Said tentang ajaran dan sunnah Rasulullah yang dipegangnya. Said menerangkan secara terperinci. Akhirnya sang pendeta pun masuk Islam.
Kemudian komandan dan para pengawal membawa Said untuk berpamitan.
Mereka berkata kepada Said, ‘Kami telah bersumpah setia kepada al-Hajjaj, dan kami tidak bisa melepaskan kamu sebelum kamu dibawa ke persidangan.’
Said menjawab, ‘Laksanakan! Tidak ada seorang pun yang dapat menolak keputusan Allah.’
Mereka membawa Said ke ruang persidangan. Setelah hakim memukul palu dan persidangan selesai, Said berkata, ‘Aku yakin sebentar lagi ajalku tiba. Jatah hidupku telah habis, malam ini, berilah aku kesempatan untuk menyambut kematian dan bersiap-siap menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.’
Di antara mereka ada yang berkata, ‘Dia tanggunganku, Insya Allah jika membantah akan aku serahkan dia kepada kalian.’
Ketika mereka mengunjungi Said, mereka menyaksikan air mata mengalir dari kedua mata Said, rambutnya kusut, wajahnya pucat. Sejak mereka menangkapnya, Said tidak pernah makan, minum maupun tertawa.
Mereka bertanya, ‘Bagaimana siksaan yang menimpamu karena perbuatan kami? Mintakanlah kami ampunan kepada Tuhanmu kelak di hari mahsyar.’ Lalu mereka meninggalkan Said. Kemudian Said mandi, keramas dan mencuci bajunya.
Menjelang pagi, pengawal Said datang lagi untuk membawanya menghadap al-Hajjaj, Setibanya di tempat al-Hajjaj, dia bertanya, ‘Apakah kalian menghadapku dengan membawa Said bin Jubair?’
Mereka menjawab, ‘Ya.’ Dia bertanya kepada kami penuh keheranan. Kemudian wajahnya berpaling dari mereka sambil memerintah, ‘Suruh dia masuk ke ruanganku!’ Setelah dimasukkan ke ruangannya, al-Hajjaj bertanya, ‘Siapakah namamu?’
Said Menjawab, ‘Said bin Jubair (orang yang bahagia anak orang yang kuat).’
Al-Hajjaj berkata, ‘Engkau adalah Syaqiy bin Kasir (orang yang sengsara anak orang yang hancur)!’
Said Menjawab, ‘Ibukulah yang lebih tahu maksud dia memberi nama aku seperti itu daripada kamu!’
Al-Hajjaj berkata, ‘Engkau sengsara dan menyengsarakan ibumu!’
Said menjawab, ‘Ini adalah perkara gaib, yang hanya diketahui oleh orang selain kamu.’
Al-Hajjaj berkata, ‘Duniamu akan aku ganti dengan kobaran api. Wahai Said, pilihlah dengan cara apa aku harus menghabisi nyawamu!’
Said menjawab, ‘Wahai al-Hajjaj, pilihlah sendiri, sesuai dengan keinginanmu. Demi Allah, cara apapun yang akan engkau pergunakan untuk menghabisi nyawaku, maka cara seperti itu pulalah yang akan engkau dapati saat kematianmu kelak!’
Al-Hajjaj berkata, ‘Bawa dia pergi, lalu bunuhlah!’
Ketika Said keluar dari pintu ia tertawa. Kejadian ini dilaporkan kepada al-Hajjaj maka al-Hajjaj meminta agar Said dibawa masuk kembali.
Al-Hajjaj bertanya, ‘Apa yang membuatmu tertawa?’
Said menjawab, ‘Aku heran atas kelancanganmu terhadap Allah, sementara Allah berlemah lembut kepadamu.’
Al-Hajjaj minta agar Said diterlentangkan di atas permadani, lalu berkata, ‘Bunuhlah!’
Said menjawab, ‘Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.’ (Al-An’am: 79).
Al-Hajjaj berkata, ‘Palingkan ia dari arah kiblat!’
Said menjawab, ‘Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.’ (Al-Baqarah: 115).
Al-Hajjaj berkata, ‘Telungkupkan wajahnya!’
Said berkata, ‘Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.’ (Thaha: 55).
Al-Hajjaj berkata, ‘Sudah, penggal lehernya!’
Said menjawab, ‘Sungguh aku bersaksi tidak ada sesembahan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan utusanNya. Penggallah, mudah-mudahan kepala ini akan bertemu dengan jasadku di hari kiamat kelak.’ Kemudian Said berdoa, ‘Ya Allah, sepeninggalku ini jangan lagi ada seorang pun yang mati atas kekejamannya.’
Kemudian Said dipenggal di atas hamparan permadani. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat kepadanya.” (Al-Hilyah, 4/291)
Aun bin Abi Syidad berkata, “Berita yang sampai kepada kami adalah bahwa al-Hajjaj hanya hidup 15 hari setelah peristiwa ini. Ia terserang tumor perut. Dokter spesialis didatangkan guna mengoperasi perut dan mengangkat tumor tersebut. Tetapi mereka gagal karena daging yang dijahit lengket dengan darah setelah satu jam dari pelaksanaan operasi. Sadarlah ia bahwa umurnya tidak lama lagi.
Di samping itu terdapat kabar lain bahwa di akhir kehidupan al-Hajjaj, ia selalu memanggil-manggil, ‘Said bin Jubair, apa dosaku padamu, mengapa setiap kali aku ingin tidur kamu selalu menarik-narik kakiku !!” (Al-Hilyah, 4/294)
Sumber: Alsofwah