JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketika Kiai Said Agil Siradj terpilih sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU, tak sedikit yang khawatir organisasi ini dibawa ke arah liberal. Meski secara organisasi, tak resmi seperti itu, tapi dengan pola pikir dan kecenderungan Said yang dikenal selama ini, kekhawatiran itu wajar saja.
Sederet pernyataan Said yang dinilai nyeleneh, menyimpang dan mengkhawatirkan, antara lain dari mulai yang berkaitan dengan akidah, pembelaannya terhadap syiah, pernyataannya bahwa sosok Abdullah bin Saba (tokoh dan pimpinan Syiah di masa Rasulullah saw dan sahabat) itu tak ada, tuduhannya terhadap situs-situs Islam yang mengajarkan terorisme, tudingannya terhadap 12 yayasan Islam yang tidak akurat (bisa jadi pembisik dan sumber informasinya yang tak valid), hingga kunjungannya ke AS yang kemudian memunculkan pengakuan bahwa NU mendapatkan kucuran dana tak terbatas dari Bank Dunia.
Terbaru, adalah sikap dan lontaran Said Agil terhadap rencana konser Lady Gaga yang batal. Pertentangan pun tambah runcing setelah pernyataan nyeleneh Said Agil Siradj dalam forum talk show “Indonesia Lawyers CLub” dengan tema FPI versus Lady Gaga, Rabu (16/5/2012) di salah satu stasiun televisi. Bahkan akhirnya mengundang reaksi pro dan kontra di internal NU sendiri. “Ada satu juta Lady Gaga, ada satu juta Irsyad Manji, iman warga NU tidak akan berkurang, akhlak warga NU tidak berkurang,” demikian Said Agil menyatakan di forum itu.
Imbas dari pernyataan “no problem”nya untuk konser Gaga itu sudah tentu sangat berseberangan dengan sikap ormas-ormas Islam yang dikoordinasi oleh Forum Umat Islam (FUI), termasuk FPI. Bahkan bertolak belakang juga dengan MUI, Muhammadiyah, partai Islam seperti PKS dan PPP, Menteri Agama, Mendagri, dan lainnya.
Seperti tersebut di atas, di internal NU sendiri pun terjadi reaksi. Umumnya para kiai sepuh, termasuk mantan Ketua Tanfidziyah PBNU KH Hasyim Muzadi sangat jelas tak sejalan dengan sikap dan pernyataan Said Agil Siradj. Tak hanya para kiai sepuh, malahan anggota Banser NU di Jawa Timur pun menyatakan penolakannya tehadap konser Lady Gaga.
Di luar NU, yang paling kental kontranya dengan Kiai Said tentu saja FPI. FPI, FUI dan ormas Islam yang sefikrah lainnya bagi sosok seperti Said Agil adalah organisasi radikal. Sikap FPI tak kompromi dalam menolak konser Gaga—bahkan diwartakan ormas pimpinan Habib Rizieq ini sudah mengantongi 150 tiket konser yang oleh sejumlah media dikesankan akan melakukan aksi anarkis di tengah show ‘mother monster’ itu.
Di tengah hiruk-pikuk rencana konser ‘ratu iblis’ pengikut gerakan rahasia Illuminati Zionis Yahudi yang batal itu, Said Agil Siradj dan jajarannya bertemu dengan Presiden SBY di istana, Selasa (29/5/2012). Sejumlah hal dibicarakan, termasuk masalah toleransi umat beragama dan kekerasan kelompok tertentu.
Menurut Said, toleransi beragama adalah hal mutlak yang harus dijaga di Indonesia. NU siap menjaga asas tersebut, termasuk dari kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama untuk aksi kekerasan.
“Kalau yang namanya kekerasan, NU sudah jelas antikekerasan, baik Muslim terhadap non-Muslim, maupun sebaliknya. Bom Bali saya kutuk, penyerangan WTC saya kutuk,” ujarnya.
Lantas, Jumat (1/6/2012), Agil Siradj bersama 13 ormas berbasis massa Islam mengukuhkan berdirinya Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI). LPOI berkomitmen terhadap 4 pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Sebenarnya lembaga ini sudah dideklarasikan pada 21 Oktober 2011. Tapi kembali dilaunching pada 1 Juni 2012. Terkait dengan tudingan ormas Islam yang anarkis dan gagalnya Lady Gaga konser di tengah ancaman kekerasan yang terjadi, boleh jadi perlu menyegarkan kembali ingatan akan LPOI yang terdiri dari 13 ormas Islam itu. Sebab, jika tidak, untuk apa kembali dilaunching, padahal sudah dideklarasikan tahun lalu. Tentu ada pesan yang ingin disampaikan dari deklarasi 1 Juni 2012 itu.
Tapi kesan untuk mengambil momentum adanya isu dari ormas Islam tertentu untuk mengancam akan membubarkan konser Lady Gaga dengan kekerasan kental mewarnai deklarasi kembali LPOI. Tak salah jika publik menilai, misalnya, penekanan kembali akan eksistensi LPOI lewat pengukuhan pembentukannya pada 1 Juni lalu itu sebagai “tandingan” ormas-ormas Islam yang dikoordinasi FUI. Jika penilaian ini benar, kita hanya bisa berharap, agar ormas-ormas Islam itu jangan mau dikelompok-kelompokkan, dihadap-hadapkan apalagi diadu domba untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. Umat ini tentu sangat menyesalkan dan protes keras jika ormas-ormas Islam tempat mereka berkiprah dijadikan ladang proyek dari pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
Ucapan Said Agil yang menyatakan, ‘Kita membela tanah air, bukan membela Islam seperti FPI’, sangat disayangkan. Itu provokatif dan tidak kondusif. Jangan sampai ada kesan LPOI yang dibesutnya ingin mengajak 13 ormas Islam itu untuk ‘berhadap-hadapan’ dengan FPI atau ormas Islam lainnya yang tidak sejalan dengan Said Agil dan jajarannya. Publik bisa menilai ini sebagai bentuk provokasi yang memiliki agenda sendiri. Jangan, sekali lagi jangan. Jangan ‘dihadap-hadapkan’ seperti itu. Jangan sampai ada penilaian dari publik ucapan ini dalam rangka menjalankan agenda tertentu dari kelompok kepentingan tertentu.
Karenanya, jika salah satu ormas Islam seperti Muhammadiyah tidak mau bergabung dengan lembaga persahabatan ormas Islam yang dideklarasikan di Kantor PBNU 21 Oktober 2011 lalu itu, tentu punya alasan sendiri.
Kala itu (tahun lalu) Din Syamsuddin Ketua Umum PP Muhammadiah mencurigai lembaga ormas Islam ini bagian dari kepanjangan tangan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tapi, ujarnya, Muhammadiyah tidak akan mempengaruhi ormas Islam lain yang ingin bergabung dengan lembaga baru ini.
Menanggapi kecurigaan itu, KH Said Aqil Siradj Ketua Umum PBNU, inisiator dideklarasikannya lembaga ormas Islam itu mengatakan, ini organisasi non partisan. Tujuannya untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah, agar lebih kuat dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa, negara maupun persoalan yang dihadapi umat Islam sendiri. Utamanya bidang pendidikan dan kemiskinan.
Deklarasi lembaga tersebut menyatakan perang terhadap aksi terorisme dan radikalisme. Deklarasi bertujuan agar ormas Islam lebih berperan dalam mewujudkan kerukunan dan perdamaian, terutama di tanah air.
“LPOI yang resmi dikukuhkan tanggal 1 Juni, diilhami oleh semangat kelahiran Pancasila. Semua ormas yang tergabung dalam LPOI memiliki komitmen yang sama terhadap 4 pilar demokrasi, dengan mendeklarasikan sikap anti kekerasan,” ujar Said Aqil Siradj dalam sambutan acara pengukuhan berdirinya LPOI di gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jl. Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, Jumat (1/6/2012).
13 ormas tersebut adalah Nahdlatul Ulama, Persis, Al Irsyad Al Islamiyah, Al Ittihadiyah, Mathlaul Anwar, Arrabithah Al Alawiyah, Al Wasliyah, Adz Dzikra, Syariat Islam Indonesia, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, IKADI, Perti, Dewan Dakwah Islamiyah.Acara tersebut dihadiri oleh Rektor UI Gumilar R Sumantri, Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siradj, Kabaharkam Polri Komjen Pol Imam Sudjarwo dan tokoh-tokoh ormas lainnya.
Said mengatakan tidak ada dalam agama manapun yang mengajarkan kekerasan. Bergabungnya 13 ormas Islam ini memiliki komitmen yang sama untuk menolak segala macam kekerasan.
“LPOI dibentuk bukan untuk menghadapi siapa-siapa, bukan untuk memusuhi siapa-siapa. LPOI juga tidak memiliki kepentingan politik apapun,” ungkap Said.
Usai acara, saat dicegat wartawan, Said ditanya soal masih adanya ormas Islam yang sering menggunakan kekerasan, Said meminta kepada pemerintah agar menindak tegas para ormas tersebut.
“Yang merusak dan mengganggu stabilitas NKRI, saya mohon kepada pemerintah untuk tegas segera dibubarkan,” tegasnya.
Jelas pemunculan LPOI mengundang tanya, setelah pertemuan Said Agil dengan Presiden SBY 3 hari sebelumnya. Apalagi kemudian muncul pernyataan Said bahwa yang dibela adalah tanah air, bukan Islam seperti FPI.
Yang menarik perhatian kemudian adalah beberapa lembaga/ormas Islam yang turut sebagai pendukung dan menjadi anggota LPOI itu, di antaranya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Persis dan IKADI.Ketika nama DDII, Persis dan IKADI disebut menjadi anggota barisan pendukung LPOI, ini bagi sejumlah kalangan sangat mengherankan. Karena, bukankah 3 ormas itu selama ini dikenal mempunyai sikap yang jelas dan tegas terhadap sesuatu yang “syubhat” dan abu-abu?
Ketika ada jurnalis Muslim yang mengklarifikasi kehadiran Ketum Persis Dr M. Abdurrahman, dia mengaku kehadirannya di acara peluncuran LPOI itu adalah sebagai pribadi. Sebagai pribadi? Bukankah pribadi M. Abdurrahman itu adalah sebagai Ketum Persis? Itu sesuatu yang sulit dipisahkan. “Syubhat” berikutnya, jika—katakanlah—sebagai pribadi, tapi kenapa Persis masuk menjadi anggota LPOI? Mestinya, jika datangnya sebagai pribadi, nama pribadinya saja yang menjadi anggota dan pendukung LPOI—tak perlu membawa organisasi Persisnya. Namanya juga pribadi.
Demikian pula, ketika jurnalis Muslim tadi mengonfirmasi Sekretaris Umum DDII, diperoleh jawaban bahwa DDII belum resmi bergabung dengan LPOI. Maksudnya nanti akan resmi bergabung? Jika belum gabung, lalu kenapa tak protes ketika dinyatakan nama DDII sudah masuk dalam LPOI yang beranggotakan 13 ormas Islam itu? Tentu umat ini ingin kejelasan dari ormas Islam seperti Persis dan DDII yang selama ini dikenal bukanlah ormas Islam yang berada di wilayah “syubhat” dan abu-abu.
Lantas, apa di balik pembentukan LPOI ini? Meski dibantah tak ada tendensi politik, dan bla bla bla—biasalah—tak luput sejumlah kata mengandung tanya disebar. Maka, pembentukan LPOI tak lepas dari rangkaian pertemuan antar-ormas tahun lalu, termasuk pertemuan 12 ormas Islam dengan SBY di istana pada 7 Juni 2011. Pertemuan itu dihadiri, antara lain oleh Menkopolhukam Djoko Suyanto, Mendagri Gamawan Fauzi, Menag Suryadharma Ali dan Mensesneg Sudi Silalahi.
Dari beberapa kali pertemuan itu, maka pada 21 Oktiber 2011, dibentuklah Lembaga Persahabatan Ormas Islam berikut susunan pengurusnya. Jika seperti tersebut di atas pihak DDII mengaku belum masuk secara resmi ke LPOI, terbetik pula kabar bahwa pada 21 Oktober tahun lalu itu sebenarnya DDII sudah dimasukkan sebagai pendiri lembaga ini.
Bahwa LPOI mendapat dukungan besar dari pemerintah sangat terasa. Selain sudah bertemu Presiden SBY, lembaga ini juga sudah beraudensi dengan Menkpolhukam pada 20 Februari 2012. Dan, terakhir, 3 hari sebelum deklarasi 1 Juni 2012 lalu, Said Agil jumpa dulu dengan Presiden SBY (29 Mei 2012). Itu menunjukkan ada tujuan dan harapan tertentu dari dibentuknya lembaga ini. Kesannya lembaga ini harus segera kembali dilaunching ke publik lantaran anggapan ormas Islam yang melakukan kekerasan sudah semakin sulit dibendung–dan terakhir adalah keberhasilan membuat Lady Gaga memilih mundur dari manggungnya di Jakarta dengan alasan keamanan.
Dengan demikian pembentukan LPOI memang sudah dirancang sedemikian rupa. Dan, sah-sah saja jika banyak kalangan yang mempertanyakan pembentukan lembaga ini di tengah keberadaan FUI yang selama ini aktif mengkoordinasikan ormas-ormas Islam lainnya untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar—yang oleh pihak-pihak tertentu mungkin terasa mengganggu.
Maka, semoga saja, kehadiran LPOI ini bukan dijadikan front penanding untuk menghalau “gangguan-gangguan” yang dirasakan oleh pihak-pihak yang tak suka dengan amar ma’ruf nahi mungkarnya ormas-ormas Islam yang selama ini dikenal kritis dan aktif dalam menyuarakan aspirasi umat.
Tapi kta pun berharap, ormas-ormas Islam yang selama ini jelas “jenis kelamin”nya tak terperangkap dalam wilayah “syubhat” dan abu-abu hanya lantaran tidak ingin disebut ekstrem, radikal dan fundamentalis—dan ingin dikatakan sebagai ormas yang baik-baik, supaya mendapat dukungan dari manusia. Lantaran itu, maka amar ma’ruf nahi mungkar yang selama ini diusung menjadi kendur.
Allahyarham Dr Muhammad Natsir, tokoh Masyumi, Perdana Menteri Indonesia (1950-51) dan Pendiri DDII, menyatakan, ” Jikalau di satu saat kemungkaran itu tidak ada lagi yang menentangnya, terus berlangsung begitu saja, oleh karena orang dewasa tidak bisa melawannya (apalah kita ini, toh mereka juga akan menang) kalau begitu, jangan menyesali Tuhan nanti, kalau orang yang baik-baik pun akan mendapat hukuman di dunia ini. (Orang baik-baik itu yang tidak berbuat apa-apa sebenarnya bukan orang baik).
“Orang baik-baik (dua kali baiknya), khawatir sekali akan mendapatkan lawan, oleh karena itu ia mau berkawan dengan semua orang, ke sini baik ke situ baik. Kalau orang baik-baik model ini saja yang ada, maka orang yang baik-baik ini dihukum Tuhan juga walaupun dia tidak berbuat kesalahan…”
Maka, kejelasan, ke mana kita berpihak, kepada siapa kita mestinya ber-wala wal bara’ dan meneguhkan komitmen, bukan ikut ke mana angin bertiup, itulah sebuah sikap dan iltizam yang benar!
(saif/salam-online.com/arrahmah.com)