(Arrahmah.id) – Tahukah Anda bahwa ribuan tahun lalu ada sebuah toko buku yang menyajikan room service sekaligus pembacaan sastra? Mengutip fakta yang tidak banyak diketahui tentang perdagangan buku di dunia Islam, kita akan menyelami dunia jual beli buku di abad pertengahan.
Seribu tahun yang lalu di dunia Islam, bersamaan dengan maraknya perpustakaan umum, menjamur pula penjual buku yang dikenal dengan sebutan Sahaf, yang tidak hanya mengurusi jual beli buku semata.
Salah satu yang paling terkenal adalah Ibnu Al Nadim, yang hidup pada abad ke-10. Toko bukunya terletak di lantai atas sebuah gedung besar. Pembeli yang ingin berkenalan dengan manuskrip yang dijual di sini bisa mencicipi suguhan dan bertukar kesan satu sama lain.
Rata-rata, Sahaf menyimpan hingga 700 buku, dan mungkin ada lebih banyak lagi. Al Fihrist, katalog toko buku Ibnu Al Nadim, memuat 60.000 manuskrip dengan berbagai topik, mulai dari bahasa Mandarin, kitab suci Kristen dan Yahudi, Al Quran dan interpretasinya, karya-karya linguistik, sejarah, silsilah, karya penyair era pra dan post Islam, literatur berbagai gerakan Islam, serta biografi tokoh-tokoh terkemuka dunia Islam. Tidak hanya itu, karya-karya filsafat Yunani dan Islam, matematika, astronomi, pengobatan Yunani dan Islam, sihir, fiksi, memoar perjalanan, dongeng dan banyak lagi, juga tersedia di toko Ibn Al Nadim.
Di toko ini naskah dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan gaya kaligrafi, kualitas kertas, “kesempurnaan kaligrafi” dan “kesempurnaan buku”.
Ada Sahaf, ada pula Varraq. Varraq adalah nama perwakilan dari sejumlah profesi yang terkait dengan proses produksi buku, meliputi penjual kertas, penulis, penerjemah, juru tulis, penjual buku, pustakawan dan seniman yang bergerak di bidang tezhib(melukis dengan cat emas). Varraq muncul di dunia Islam tak lama setelah dimulainya produksi kertas, kemungkinan besar di Baghdad. Dengan semakin berkembangnya jual beli buku, jumlah merekapun meningkat secara eksponensial.
Di Maroko, orang yang menyalin sekaligus menjual buku disebut qutubiyyin (juru tulis). Ada sebuah daerah di Marrakesh dimana mereka tinggal bersama, para sahaf, pustakawan, dan juru tulis (qatib). Di sana ada sebuah jalan yang di sisi kiri kanannya berjejer ratusan toko buku dan perpustakaan. Aktivitas jual beli buku ini mencapai puncaknya pada masa Khalifah Yakub Al Mansur (1160-1199), yang terkenal sebagai pelindung budaya dan seni.
Bahkan ada sebuah anekdot, ketika Marrakesh berada dalam pengepungan selama 8 bulan.Pada suatu hari, penulis terkenal Ibnu Sakr keluar dari rumah, alih-alih membeli makanan untuk keluarganya, ia malah memborong buku dengan semua uang yang dimilikinya. (ZarahAmala/Arrahmah.id)