BEIJING (Arrahmah.com) – Cina telah meningkatkan penindasannya terhadap Muslim Uighur dan saat ini memisahkan anak-anak Uighur dari orang tua mereka di Daerah Otonomi Xinjiang di Cina barat laut, menurut laporan Human Rights Watch (HRW) yang dirilis pada bulan September 2018, dikutip Yeni Safak pada Jumat (19/10/2018).
Puluhan anak-anak Uighur yang orang tuanya telah ditahan di “kamp pendidikan ulang politik” telah dimasukkan ke panti asuhan yang dikelola negara di wilayah Xinjiang, juga dikenal sebagai Turkistan Timur, bahkan jika orang tua mereka masih hidup.
Beijing menggarisbawahi tujuan dari program ini dengan dalih “meningkatkan standar hidup” Muslim Uighur untuk melegitimasi pembersihan etnis kejam mereka.
Pada bulan Agustus, panel hak asasi manusia PBB melaporkan bahwa hingga satu juta Muslim Uighur, atau sekitar 7 persen dari populasi Muslim di Xinjiang, ditahan sewenang-wenang dan dimasukkan ke dalam kamp interniran dan 2 juta lainnya dipaksa untuk memasuki “kamp pendidikan ulang”.
Penyiksaan yang dijalankan negara
Pada bulan November 2016, Sekretaris Partai Komunis Tiongkok Xinjiang, Chen Quanguo, memerintahkan pejabat lokal untuk menempatkan semua anak yatim dari Xinjiang ke dalam lembaga tersebut pada tahun 2020, menjuluki langkah itu sebagai “inisiatif pengembangan” wilayah tersebut.
Laporan HRW menandakan bahwa tujuan otoritas Cina adalah untuk meningkatkan pelembagaan 24 persen “anak yatim” di Xinjiang menjadi 100 persen antara 2017 dan 2020, yang berarti bahwa dalam tiga tahun, Beijing ingin mengubah semua anak-anak Uighur menjadi yatim piatu dengan memisahkan mereka dari orang tua mereka.
Program “jahat” pemerintah Cina
Menekankan kebijakan pemusnahan etnis Muslim Uighur, Sophie Richardson, direktur Human Rights Watch Cina mengatakan, “Pihak berwenang Cina dengan kejam menempatkan anak-anak dari beberapa tahanan politik Xinjiang di lembaga-lembaga negara.”
“Ini adalah bagian dari program jahat pemerintah untuk mengambil anak-anak Muslim dari keluarga besar mereka atas nama kesejahteraan materi anak-anak.”
Wilayah Xinjiang adalah rumah bagi sekitar 10 juta orang Muslim Uighur. Kelompok Muslim yang membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang, telah lama terkena diskriminasi budaya, agama dan ekonomi oleh otoritas Cina.
Cina mendefinisikan kamp-kamp penyiksaan sebagai pusat “pendidikan kejuruan”
Berbicara kepada kantor berita pemerintah Xinhua pada Selasa (16/10), gubernur Xinjiang, Shohrat Zakir, mengatakan bahwa pusat-pusat pendidikan kejuruan terbukti efektif dalam menanggulangi ‘terorisme’.
Mendefinisikan korban Uighur sebagai partisipan pelatihan, dia mengatakan bahwa mereka bersyukur atas kesempatan untuk mengubah cara mereka dan membuat hidup mereka lebih “berwarna”. (Althaf/arrahmah.com)