(Arrahmah.com) – Seorang muslim harus mengimani dan meyakini sepenuh hati bahwa segala musibah yang dialaminya tak terlepas dari takdir Allah Ta’ala. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
قل لن يصيبنا إلا ما كتب الله لنا
“Katakanlah, Sekali-kali tidak akan menimpa kamu melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami” (QS. At-Taubah: 51).
Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman:
ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن نبرءها إن ذلك على الله يسير
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS. Al-Hadid: 22).
Musibah yang menimpa hamba beriman hendaklah disikapi dengan bijak dan bersabar dalam menghadapinya seraya meneguhkan hati agar Allah memberi pertolongan dengan kesabaran insyaallah segalanya musibah akan berakhir bahagia di dunia dan akhirat.
Hakikat Sabar
Sabar secara etimologi adalah al-habsu; menahan. Maka makna sabar adalah menahan diri dari berputus asa dan menahan lisan dari keluh kesah, serta menahan anggota badan dari perbuatan yang dilarang Allah ‘Azza wa Jalla (lihat Kitab ‘Idatush Shabirin hal.7).
Imam Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata: “Kesabaran itu adalah pengakuan seorang hamba kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas musibah yang menimpa dirinya (Bahwa itu semua dari sisi-Nya) dan pengharapannya terhadap balasan pahala di sisi-Nya. Sungguh terkadang seorang hamba bersedih, akan tetapi dia berusaha menahan diri, tidak terlihat darinya kecuali kesabaran” (dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir beliau , 1/268).
Imam Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan: “Tak seorangpun mampu menghindari rasa sakit dan kepedihan hati. Karena secara naluri, manusia cenderung merasakannya. Tak mungkin menghilangkan hal yang bersifat naluriah. Namun yang harus dilakukan seorang hamba, seperti saat terjadinya musibah, yaitu mungkin dari hal-hal yang bisa dicegah, seperti bersedih secara berlebihan. Karena bila itu dilakukan, seseorang dapat dikategorikan keluar dari statusnya sebagai orang yang tabah” (Fathul Baari, X/124).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنما الصبر ثم عند الصدمة الأولى
“Sesungguhnya kesabaran sejati adalah saat pertama kali musibah terjadi” (HR. Al-Bukhari, I/ 430).
Ath-Thayyibi menjelaskan hadits ini: “Bila ketabahan dan keteguhan hati muncul saat pertama kali seseorang diserang oleh hal-hal yang menyusahkannya, itulah yang disebut ketabahan yang sempurna. Ketabahan itulah yang pasti mendapatkan pahala. Adapun apabila gambaran musibah sudah mulai redup, sehingga jiwa seseorang mulai terhibur dan munculah ketabahan hatinya, maka itu adalah ketabahan yang bersifat naluriah, tidak akan mendapatkan pahala lagi” (Tuhfatul Ahwadzi, IV:54).
Sabar dengan level menakjubkan seperti kandungan hadits di atas sungguh butuh perjuangan iman yang luar biasa. Semua tak lepas dari taufik Allah Ta’ala diiringi tekad kuat dalam memerangi hawa nafsu dalam diri untuk tidak mengekspresikan kesedihannya, penderitaannya, dan segala perasaannya dengan perkara-perkara yang dilarang syariat.
Ibnul Mubarak rahimahullah bekata: “Orang yang terlalu banyak meneliti, pasti sering merasa kehilangan. Orang yang banyak bersiap siaga dengan ketabahan pasti tidak akan pernah menyerah” (Az -Zuhd Ibnul Mubarak, I/4).
Berprasangka baiklah pada Allah Ta’ala dengan musibah dunia, minta tolonglah pada Allah agar diberi kekuatan iman dalam menghadapinya. Bergembiralah dengan melihat pahala yang dijanjikan Allah Ta’ala. Instropeksi diri bahwa dengan musibah kualitas iman dan amal shalih kita menjadi lebih baik.
Musibah Terbesar
Ketika tertimpa musibah, renungkanlah, banyak hamba Allah Ta’ala yang juga mengalaminya. Ujian manusia berbeda-beda, namun dengan pasrah, sabar, dan tawakkal, yakinlah setelah kesulitan akan ada kemudahan bi idznillah. Allah Ta’ala berfirman:
يأ يها الذين أمنوا اصبروا و صبروا
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaran” (QS. Ali Imran : 200).
Semoga hadits yang mulia ini mampu membangkitkan semangat kita untuk menjauhi putus asa dan tetap tabah kala musibah datang. Sebuah musibah terbesar yang membuka iman bahwa meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah musibah terbesar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang maknanya: “Kaum muslimin sekalian! siapapun diantara umat manusia ini, atau dari kalangan mukminin secara khusus yang tertimpa musibah hendaknya ia merasa beruntung karena belum merasakan musibah kematian. Ia baru merasakan musibah-musibah lainnya. Karena tak seorangpun dari umatku yang akan tertimpa musibah yang lebih besar dari musibah kematianku ini” (HR. Ibnu Majah no. 1599).
Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.
Referensi:
Majalah As-sunnah, edisi 12/THN XX/ 1438H
Majalah Al-Furqon, edisi 6 Tahun IV
Sandiwara langit, Abu Umar Basyier, Shofa Media Publika, Magelang, 2008
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa / muslimah.or.id
(*/Arrahmah.com)