JAKARTA (Arrahmah.com) – Presiden SBY pada 6 Desember 2013 menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 74 tahun 2013 tentang Pengendalian Minuman Berakohol (Mihol). Pemerintah secara resmi menetapkan bahwa minuman beralkohol boleh beredar kembali dengan pengawasan.
Meski disebut dengan pengawasan, negeri ini dalam hal tersebut sangat lemah, terbukti banyak koruptor di semua unsur, eksekutif, legislatif dan Yudikatif. Fakta semua unsur pengawasan bisa dibeli.
Dalam Perpres tersebut, mihol dikelompokkan dalam tiga golongan. Pertama, mihol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanil (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5 persen.
Kedua, mihol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari lima sampai 20 persen.
Ketiga, mihol golongan C, yaitu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol dengan kadar lebih dari 20-55 persen.
Presiden dinilai menelikung DPR, dimana saat ini DPR sedang menggodok RUU Larangan Minuman Beralkohol yang merupakan RUU Usul Inisiatif Fraki PPP DPR RI. RUU ini telah masuk dalam Daftar Prolegnas RUU Prioritas tahun 2013 Nomor Urut 63 dengan Judul RUU Pengaturan Minuman Beralkohol.
Pada naskah akademik RUU tersebut disebutkan beberapa dampak negatif minuman beralkohol antara lain GMO (Gangguan Mental Organik) yang mengakibatkan perubahan perilaku seperti bertindak kasar, sehingga bermasalah dengan keluarga,masyarakat, dan kariernya.
Perubahan fisiologis, seperti mata juling, muka merah, dan jalan sempoyongan. Kemudian, perubahan psikologi,seperti susah konsentrasi, bicara melantur, mudah tersinggung, dan lainnya.
Sekretaris Fraksi PKS di DPR Abdul Hakim menilai negara harus melindungi rakyat dari dampak minuman beralkohol (mihol) karena itu fraksinya mendukung disahkannya Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol.
“Rakyat harus dilindungi dari berbagai hal yang dapat merusak kesehatan dan kecerdasan anak bangsa, kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya dari dampak negatif pemakaian minuman berakohol (mihol),” kata Abdul Hakim di Jakarta, lansir Antara Selasa (14/1/2014).
Dia mengatakan pijakan RUU itu adalah pelarangan minuman beralkohol untuk diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan bagi masyarakat.
Abdul menilai seharusnya isi peraturan itu bukan pengaturan yang memberikan keleluasaan terhadap peredaran mihol namun pelarangan mihol itu sendiri.
Sebagaimana diketahui pada pekan lalu, puluhan orang mati konyol meneggak alkohol jenis etanol 80% dengan campuran racun lainnya yang disebut arak Jawa atau cukrik di Jawa Timur. Di Mojokerto 17 orang mati dan di Surabaya 4 orang meregang nyawa dalam maksiat kepa Allah Ta’ala. Sejumlah orang yang tidak mati berada dalam keadaan buta matanya karena etanol telah menyebar pada seluruh organ tubuhnya. (azm/arrahmah.com)