Oleh Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Dunia digemparkan dengan terjadinya gempa dahsyat yang mengguncang Turki dan Suriah bagian Utara. Gempa yang berkekuatan 7,8 SR ini, memakan korban yang begitu banyak hingga puluhan ribu jiwa. Dengan kekuatan guncangannya, tidak sedikit bangunan yang dihuni masyarakat runtuh tak tersisa.
Dengan banyaknya korban tewas ataupun yang masih tertimpa reruntuhan, berbagai elemen tampak bersatu dalam menyelamatkan korban. Akan tetapi, hal tersebut diwarnai kisah memilukan. Suriah sebagai salah satu negeri terdampak, justru kesulitan mendapat bantuan dari dunia internasional. Sebab negeri ini telah lama hidup dalam suasana konflik berkepanjangan.
Seperti yang terjadi di kota Alepo, wilayah ini merupakan rumah bagi jutaan pengungsi yang terdampak perang. Pasca gempa terjadi, banyak bangunan rusak dan hancur. Orang-orang terjebak reruntuhan, cuaca yang sangat dingin, infrastruktur hancur, dan wabah kolera membuat banyak orang menjadi sengsara. Juga ketiadaan peralatan yang memadai menambah penderitaan mereka. (bbc.com, 15 Februari 2023)
Bukan hanya Turki dan Suriah yang mengalami bencana. Selang beberapa hari, hal serupa dialami Indonesia. Gempa dengan kekuatan 5,2 SR mengguncang Jayapura pada Kamis (9/2) pukul 13.28 WIB. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP), jumlah pengungsi akibat gempa bertambah menjadi 2.136 jiwa yang tersebar di 15 titik.
Sedikitnya 55 bangunan rusak, diantaranya 15 rumah rusak berat, satu rusak sedang, dan 28 rusak ringan. Dilaporkan juga lima gedung perkantoran rusak, bangunan RSUD Kota Jayapura mengalami kerusakan. (bbc.com, 10 Februari 2023)
Gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba, yang menciptakan gelombang seismik. Meski terjadinya gempa tidak bisa diprediksi, Allah telah menganugerahkan akal kepada manusia supaya dapat berpikir cara mengantisipasinya. Jika terjadi hal serupa dikemudian hari, tidak menimbulkan dampak kerugian yang lebih besar. Terlebih mencegah jatuhnya korban jiwa yang banyak.
Tentu saja, dalam melakukan persiapan terkait pencegahan bencana dibutuhkan dana yang besar dan negara wajib menyediakannya. Namun sangat disayangkan, sebagai salah satu negara yang menganut sistem ekonomi Kapitalisme menjadikan kondisi keuangan menjadi lemah. Sehingga, sebagian negeri-negeri muslim tidak mampu berbuat banyak. Sebab, sumber keuangan hanya bertumpu pada pajak dan utang. Akibatnya, negara tidak siap dalam menghadapi bencana besar seperti gempa. Justru yang ada menunggu bantuan pihak lain untuk memperbaiki keadaan.
Adapun kejadian yang menimpa Suriah, adalah salah satu contoh negeri yang berada dalam cengkeraman pihak asing. Di mana pasca Suriah melakukan kudeta terhadap pemimpin mereka, justru para pejuangnya terpencar-pencar dengan revolusinya masing-masing. Sehingga, perubahan yang diimpikan rakyat tak pernah terwujud. Hal ini terjadi sebab ketiadaan konsep dan program politik, serta tak adanya sistem pengganti yang memiliki kekuatan konkret di kancah perpolitikan dunia. Pada akhirnya, mereka sendirilah yang terjun menjadi agen-agen yang sengaja ditugaskan untuk mengaplikasikan keinginan tuannya di Barat. Sebagai imbalan, mereka dikekalkan kursi jabatannya.
Sekat nasionalisme juga menghalangi bantuan untuk masuk ke sana. Ditambah konflik yang tak berkesudahan membuat sebagian besar pemimpin muslim dibuat lemah dan terpecah belah.
Inilah gambaran hidup dalam naungan sistem Kapitalisme. Aturan global menjadi standar kebijakan yang digunakan hampir seluruh negeri-negeri muslim. Baik sistem politiknya yang menerapkan nation state maupun sistem ekonominya. Sehingga, kemandirian dan kedaulatan negara hilang, juga kemampuan menanganinya tidak ada.
Lain hal ketika Islam diterapkan sebagai aturan kehidupan. Karena Islam mengeluarkan kebijakan yang disandarkan pada hukum syara’. Termasuk dalam menyiapkan dan menangani bencana. Pemimpin dalam Islam (khalifah) mampu menjalankan perannya sebagai raa’in yang paham akan perannya yakni mengurusi rakyat sesuai arahan syariat.
Salah satu upayanya adalah membuat bangunan tahan gempa, terutama sarana milik umum. Tata kelola kota terutama wilayah yang rawan gempa, sangat diperlukan. Karena jika hal tersebut terjadi, maka masyarakat dapat lari ke tempat yang aman.
Persiapan dalam hal penanganan bencana dilakukan oleh pemerintah. Karena mereka adalah pelayan dan pelindung rakyat. Segala hal yang menimpa rakyat adalah tanggung jawab negara, termasuk dalam pencegahan dan penanganannya. Negara juga harus memastikan bahwa rakyatnya ada dalam kondisi yang aman. Sebagaimana sabda Nabi saw.: “Imam adalah raa’in atau pengembala dan ia bertanggungjawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Sokongan negara dengan sistem ekonomi Islam yang kuat, mampu membiayai pembuatan bangunan termasuk bangunan dengan struktur tahan gempa. Pada masa Daulah Utsmaniyah, bangunan-bangunan umum didirikan menggunakan teknologi canggih yang tahan gempa. Oleh karenanya, banyak bangunan tidak roboh meski diguncang gempa hingga dua kali.
Bagi wilayah yang tidak terkena gempa, pemimpin negara akan mengajak rakyat untuk menolong korban baik muslim maupun nonmuslim. Hal tersebut pernah dicontohkan Khalifah Umar bin Khattab saat terjadi bencana kelaparan. Sang khalifah mengirimkan surat kepada Gubernur Mesir untuk meminta bantuan. Dengan segera Gubernur mengirimkan makanan dan keperluan lainnya yang dibutuhkan.
Sungguh, keberadaan Daulah Islam telah menyatukan negeri-negeri muslim dan hidup berdaulat. Sehingga ketika terjadi berbagai macam bencana, negara dengan sigap mengatasi tanpa menunda dan tanpa hambatan. Sebab, secara keuangan negara Islam kokoh dan mandiri. Juga didukung sumber daya alam yang dikelola langsung oleh negara, dan keuntungannya digunakan untuk kepentingan rakyat. Sumber daya manusia disiapkan untuk membantu mengatasi saat terjadinya bencana. Sehingga, kerusakan infrastruktur dan korban akan sedikit.
Wallahua’lam bish shawab.