(Arrahmah.com) – Sejak lama mujahidin Al-Qaeda Internasional menjadi “barang dagangan” banyak pihak untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Persis seperti kata pepatah, mengail di air keruh. AS, Barat, Israel dan rezim-rezim sekuler di Dunia Islam di satu pihak; juga rezim Syiah Rafidhah Iran, Irak dan rezim Nushairiyah Suriah di pihak lain, adalah contoh dua pihak yang sama-sama berkepentingan untuk menjajakan “Al-Qaeda”.
Nilai Al-Qaeda di Afghanistan bagi AS dan Barat
AS dan Barat yang diwadahi NATO selalu menjajakan Al-Qaeda untuk kepentingan ideologi, politik, ekonomi dan militer mereka di negeri-negeri kaum muslimin. Jika AS dan Barat ingin melakukan invasi militer di sebuah negeri kaum muslimin, maka tiada alasan yang lebih tepat untuk mendapat dukungan dari mayoritas rakyat dan parlemen, selain menggunakan isu “Memerangi Jaringan Teroris Internasional Al-Qaeda”.
Saat AS dan NATO melakukan invasi militer di Afghanistan pada akhir 2001 M, George W. Bush dan Tony Blair meyakinkan rakyat Amerika Serikat dan Inggris bahwa mereka sedang mengejar para teroris Al-Qaeda, “tersangka satu-satunya” pelaku serangan terhadap WTC dan Pentagon pada 11 September 2001 M.
Jika alasan “memerangi jaringan teroris internasional Al-Qaeda” telah dikeluarkan, maka PBB dan dunia internasional hanya akan mendiamkan, tanda memberi setuju. Tidak akan ada sanksi PBB apapun bagi AS, Inggris dan negara-negara NATO yang melakukan invasi militer di Afghanistan. Membombardir kota-kota dan desa-desa, meluluh lantakkan masjid, madrasah dan rumah penduduk sipil adalah tindakan legal. Membunuhi anak-anak, wanita, orang tua dan laki-laki dewasa sipil yang miskin dan tak bersenjata di Afghanistan adalah tindakan yang sah, atas nama “memerangi jaringan teroris internasional Al-Qaeda”.
Itulah nilai stategis dan nilai jual barang dagangan bernama “Al-Qaeda” bagi AS dan Barat di Afghanistan dan Pakistan.
Namun militer AS dan NATO yang tergabung dalam Pasukan ISAF harus merasakan pil pahit di Afghanistan dan Pakistan. Mereka menemukan musuh ideologi mereka yang sesungguhnya, pejuang muslimin Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang direpresentasikan oleh mujahidin Imarah Islamiyah Afghanistan (IIA, mujahidin Taliban Afghanistan), Tahrik Taliban Pakistan (TTP) dan Al-Qaeda cabang Khurasan.
Sejak invasi militer AS dan NATO di Afghanistan pada akhir 2001 sampai saat ini, jihad mujahidin Taliban Afghanistan, Taliban Pakistan dan mujahidin Al-Qaeda telah berlangsung selama 12 tahun lebih.
Korban gugur dan cedera di pihak mujahidin Taliban Afghanistan, Taliban Pakistan dan mujahidin Al-Qaeda tentu banyak sekali. Beberapa pemimpin utama Al-Qaeda Khurasan telah gugur sebagai syuhada’, dimulai dari Syaikh Abu Hafs al-Mishri pada 2001, Syaikh Musthafa Abul Yazid pada 2009, Syaikh Usamah bin Ladin pada 2010, Syaikh Athiyatullah al-Libi pada 2011 dan terakhir Syaikh Abu Yahya al-Libi pada 2012. Puluhan komandan senior Al-Qaeda lainnya tertangkap dan dibuang ke penjara tanpa perikemanusiaan AS di Guantanamo, Kuba.
Namun tak diragukan lagi, militer AS dan NATO yang tergabung dalam ISAF mengalami kekalahan telak di lebih dari 25 propinsi Afghanistan. Setiap bulan, tentara ISAF yang tewas rata-rata di atas 500 orang. Pesawat tempur dan helikopter tempur ISAF yang berhasil ditembak jatuh oleh mujahidin Taliban dan Al-Qaeda rata-rata di atas 5 buah setiap bulannya. Tank-tank ISAF yang dihancurkan oleh mujahidin Taliban dan Al-Qaeda rata-rata di atas 50 tank setiap bulannya.
Data valid kerugian personil, kendaraan militer dan persenjataan yang dialami oleh pasukan ISAF di Afghanistan setiap hari bisa dipaparkan oleh situs resmi mujahidin Taliban (Imarah Islamiyah Afghanistan, IIA), Syahamat dan setiap bulannya dipaparkan dalam majalah bulanan mereka, Ash-Shumud.
Sampai hari ini militer AS dan NATO terus mengalami kerugian besar di Afghanistan. Pasukan mereka mengalami kekalahan di semua distrik dan propinsi di Afghanistan. Jika dahulu pada akhir 2001 militer AS dan NATO menyerang Afghanistan dengan mempertontonkan kepongahannya, kini berkali-kali AS dan rezim bonekanya Hamid Karzai harus mengemis “perjanjian dan perundingan damai” dengan Taliban.
Operasi jihad di Afghanistan yang telah berlangsung 12 tahun lebih ini merupakan perang gerilya yang sangat menguras ekonomi dan militer AS dan NATO. Lebih dari 75 % wilayah Afghanistan kini dalam kontrol mujahidin Taliban dan Al-Qaeda. Pemerintahan boneka Hamid Karzai bahkan tidak merasakan keamanan sedikit pun di ibukota Kabul, karena operasi-operasi mujahidin Taliban berkali-kali menghantam dengan telak pasukan ISAF dan pasukan boneka Hamid Karzai. Bahkan para penasehat militer AS tewas di gedung Kementrian Dalam Negeri di ibukota Kabul, oleh serangan mujahidin Taliban yang melakukan infiltrasi dalam tubuh pasukan boneka rezim Hamid Karzai. Blue on Green Attack alias Insider Attack, begitulah AS dan NATO menyebutnya.
Selama 12 tahun terakhir ini, mujahidin Taliban dan Al-Qaeda menjadi musuh sesungguhnya bagi pasukan AS dan NATO di Afghanistan. Militer AS dan NATO betul-betul merasakan kerasnya operasi-operasi jihad Taliban dan Al-Qaeda.
Bahkan operasi Al-Qaeda terhadap AS dan negara-negara NATO tidak terbatas dalam negeri Afghanistan saja. Al-Qaeda melakukan serangan balasan lewat bom syahid yang sangat mematikan di Madrid, Spanyol pada 11 Maret 2014 M dan di London, Inggris pada 7 Juli 2005. Bom syahid di Madrid menewaskan sedikitnya 192 orang dan mencederai 2050 orang, menurut laporan media massa Spanyol. Sementara bom syahid di London menewaskan sedikitnya 52 orang dan mencederai 700 orang, menurut laporan media massa Inggris.
Serangan-serangan mujahidin Taliban dan Al-Qaeda terhadap pasukan ISAF di Afghanistan sampai saat ini masih terus berlanjut. Al-Qaeda masih tetap menjadi musuh kuat bagi pasukan AS dan NATO di Afghanistan selama 13 tahun terakhir.
Nilai Al-Qaeda di Irak bagi AS dan Barat
Saat George W. Bush dan Tony Blair ingin melakukan invasi militer di Irak, kembali isu serupa digulirkan. Kedua pemimpin negara NATO itu meyakinkan rakyatnya bahwa rezim Shadam Husain memiliki senjata kimia dan kaitan dengan mujahidin Al-Qaeda. Invasi militer NATO pun menghajar Irak pada 2003 dan rezim Sosialis Ba’ats pimpinan Shadam Husain ditumbangkan.
Sejak pertengahan 2003 tersebut, mujahidin Al-Qaeda cabang Irak di bawah Amirnya Syaikh Abu Mush’ab az-Zarqawi menjadi musuh utama pasukan NATO. Serangan bom syahid Al-qaeda gencar menghantam pasukan NATO di Irak. Sniper JUBA mujahidin membunuhi tentara AS dan NATO satu per satu. Ranjau-ranjau mujahidin menghancurkan tank-tank canggih NATO di Irak.
Syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi memang telah gugur sebagai syahid, disusul gugurnya sejumlah tokoh penting mujahidin Irak lainnya; Syaikh Abu Umar al-Baghdadi, Syaikh Abu Hamzah al-Mishri, Syaikh Maisarah al-Gharib dan lain-lain. Namun jihad di Irak terus berlangsung, tidak pernah berhenti dan menimbulkan kerugian jiwa dan materi luar biasa besar bagi pasukan AS dan NATO di Irak.
Kerugian yang terlalu besar itulah yang membuat AS dan Barat akhirnya menarik mundur sebagian besar tentaranya dari Irak. Pemerintahan dan keamanan militer Irak diserahkan oleh AS dan Barat kepada rezim bonekanya, pemerintahan sectarian Syiah Rafidhah loyalis Iran yang dipimpin oleh PM Nouri al-Maliki.
Menariknya sampai saat ini, rezim Syiah Rafidhah Irak tak henti-hentinya mendapat serangan mematikan oleh mujahidin Daulah Islam Irak dan Jama’ah Ansharul Islam, dua kelompok jihad muslim Ahlus sunnah terbesar di Irak. Operasi-operasi jihad yang selalu menargetkan tentara, polisi dan pejabat rezim Syiah Rafidhah Irak itu terjadi di propinsi-propinsi berpenduduk mayoritas muslim sunni seperti propinsi Anbar, Kirkuk, Diyala, Niniveh, dan Shalahuddin.
Bahkan di ibukota Baghdad sekalipun, rezim Syiah Rafidhah Irak tidak merasakan keamanan. Serangan-serangan mematikan oleh mujahidin Daulah Islam Irak dan Jama’ah Ansharul Islam terus mengguncangkan kekuasaan rezim Syiah PM Nouri al-Maliki. Pada Senin (24/6/2013) lalu delapan serangan bom mobil secara serentak menghantam ibukota Baghdad.
Seperti halnya tuan yang mengangkatnya, AS dan Barat, rezim Syiah Rafidhah Irak juga menghadapi mujahidin Daulah Islam Irak dan Jama’ah Ansharul Islam sebagai musuh utama di Irak. Keduanya adalah dua kelompok jihad muslim sunni terbesar di Irak, dan keduanya memiliki hubungan erat dengan mujahidin Al-Qaeda. Bahkan, Al-Qaeda di Irak merupakan salah satu inisiator dan unsur penting dari terbentuknya kelompok Daulah Islam Irak.
Di Irak, Al-Qaeda adalah musuh utama bagi rezim Syiah Rafidhah Irak. Itu sebabnya, rezim Nouri al-Maliki senantiasa menuding “teroris Al-Qaeda” sebagai pelaku serangan-serangan yang mengincar polisi, tentara dan rezim Syiah Rafidhah di Irak.
Di Irak, fakta justru membuktikan bahwa rezim Syiah Rafidhah Irak adalah rezim yang diangkat dan diserahi mandat kekuasaan oleh penjajah AS dan NATO, yang telah kewalahan menghadapi operasi-operasi jihad Al-Qaeda dan kelompok-kelompok jihad muslim sunni lainnya.
Ekonom Stiglitz dan Bilmes memperkirakan total dana yang dikeluarkan AS untuk perang Afganistan dan Irak bisa mencapai 4 sampai 6 triliyun dolar. Itu sudah termasuk dampak dari kenaikan harga minyak sejak 2003 yang sebagian disebabkan oleh meningkatkan permintaan dari negara-negara berkembang dan kerusuhan di Timur Tengah, jelas Bilmes.
Yang perlu digarisbawahi, perang melawan Syaikh Usamah bin Ladin tidak membawa manfaat apapun bagi AS. Eskalasi militer selama 10 tahun terakhir tidak mendorong perekonomian seperti halnya perang pada tahun 1940-an. Para ahli menulis dalam Journal Nasional, bahwa perang melawan Syaikh Usamah hanya membawa sedikit dampak positif bagi teknologi yakni dibuatnya pesawat Predator dan peningkatan sistem cadangan untuk melindungi teknologi informasi dari serangan “teroris” atau bencana lainnya.
Bahkan euforia AS dan Barat atas gugurnya Syaikh Usamah masih perlu dipikirkan lagi. Michael O’Hanlon, seorang analis keamanan nasional di Brookings Institution berkata, “Saya tidak mengambil kepuasan besar dalam kematiannya karena aku masih kagum pada kehancuran dan seberapa tinggi kerugian yang ia berikan pada kami.”
Nilai Al-Qaeda bagi rezim Syiah di Irak dan Suriah
Seperti biasa, orang-orang Syiah di seluruh dunia, tak terkecuali orang-orang Syiah dan para simpatisannya di Indonesia, memutar balikkan fakta tersebut. Mereka berusaha keras mengaburkan fakta di lapangan. Dan dengan arogan tanpa bukti, orang-orang Syiah di Irak, juga di Indonesia, meneriakkan “Al-Qaeda adalah agen dan alat di tangan Amerika dan Barat”.
Untuk apa? Tentu saja, orang-orang Syiah di Irak, juga di Indonesia, akan mengatakan bahwa teroris Al-Qaeda dipergunakan oleh AS dan Barat untuk memerangi rezim Syiah di Irak dan Suriah yang aktif memerangi Israel!!!
Sejak pasukan Suriah ditarik dari dataran tinggi Golan tanpa menembakkan sebutir peluru pun kepada pasukan Israel pada Perang Juni 1967, rezim Nushairiyah Suriah belum pernah memerangi Israel dan merebut dataran tinggi Golan, apalagi membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel. Belum sebutir peluru, sebuah rudal atau sebuah mortar pun ditembakkan rezim Nushairiyah Suriah kepada Israel selama 55 tahun lebih.
Justru rezim Nushairiyah Suriah telah mengerahkan seluruh pesawat tempur, helikopter tempur, rudal, tank, artileri berat dan pasukan algojonya untuk membantai lebih dari 90 ribu warga muslim Suriah selama 2 tahun terakhir revolusi Suriah berlangsung.
Bagi AS dan Barat jika ingin membantai kaum muslimin sunni, mereka cukup mengumandangkan slogan “perang melawan jaringan teroris Al-Qaeda”. Rezim Nushairiyah Suriah, milisi Syiah Hizbullah dan rezim Syiah Rafidhah Irak pun selama dua tahun terakhir menggunakan jurus yang sama, untuk melegalkan pembantaian terhadap lebih dari 90 ribu warga muslim Suriah, cukup mengatakan “pemberontak FSA dan Jabhah Nushrah adalah jaringan teroris Al-Qaeda” dan “pemberontak FSA dan teroris Al-Qaeda Jabhah Nushrah ditukangi oleh AS dan Israel untuk menumbangkan rezim bashar Asad”.
(muhibalmajdi/arrahmah.com)