DUBLIN (Arrahmah.id) – Maskapai Irlandia Ryanair meminta maaf pada Jumat (16/6/2023) setelah seorang anggota kru dalam penerbangan dari Bologna ke Tel Aviv mengumumkan tujuan sebagai Palestina alih-alih Tel Aviv.
“Semua penumpang harap untuk kembali ke tempat duduk masing-masing karena pesawat akan mendarat di Palestina yang diduduki,” kata pramugari pada penerbangan 10 Juni, menurut saluran berita “Israel” i24NEWS.
Pengumuman yang dibuat dalam bahasa Inggris dan Italia itu sontak menimbulkan kegaduhan dari penumpang.
Dalam sebuah pernyataan kepada Middle East Eye pada Jumat (16/6), Ryanair mengatakan seorang anggota staf kru junior membuat pengumuman rutin mengenai penurunan pesawat dan secara keliru mengatakan “Palestina”, bukan “Tel Aviv”.
“Ini adalah kesalahan yang tidak disengaja dan segera dikoreksi dan dimintai maaf oleh anggota kru senior,” kata pernyataan itu.
Awak kabin mengeluarkan permintaan maaf selama penerbangan, tetapi penumpang sudah terlanjur kecewa, kata kepala eksekutif Ryanair Eddie Wilson. Akibatnya, polisi harus dipanggil untuk mengamankan pesawat saat mendarat.
“Bukan kebijakan Ryanair (atau praktik kru kami) untuk menyebut Tel Aviv berada di negara lain selain “Israel”. Anggota kru yang dimaksud telah diajak bicara dan menerima peringatan untuk memastikan bahwa kesalahan seperti itu tidak akan pernah terulang,” kata Wilson dalam pernyataan lebih lanjut.
“Israel adalah mitra penting bagi Ryanair,” tambahnya.
Kepala maskapai juga meminta maaf kepada Simon Wiesenthal Center, sebuah kelompok hak asasi manusia Yahudi, dan duta besar “Israel” untuk Irlandia.
Dalam sepucuk surat kepada Ryanair, Simon Wiesenthal Center mengatakan telah menerima “banyak keluhan” tentang insiden tersebut dan mendesak maskapai untuk menyelidikinya.
“Jika Ryanair menganggap Tel Aviv berada di Palestina maka mungkin mereka hanya boleh berbisnis dengan Otoritas Palestina. “Israel” dan orang “Israel” dapat membuat jalan mereka sendiri ke dan dari negara Yahudi,” tulisnya di Twitter.
Beberapa orang “Israel” menuduh Ryanair sebagai “anti-Semit” dan menyerukan boikot terhadap Ryanair sampai permintaan maaf yang “tepat” dikeluarkan.
Sementara itu, aktivis pro-Palestina di Irlandia dan sekitarnya dengan cepat menunjukkan dukungan mereka untuk pramugari tersebut.
“Anggota staf Ryanair benar,” kata kelompok solidaritas Irlandia-Palestina Sadaka.
“Lod sebenarnya Lydda. Tentunya Anda tahu tentang Pawai Kematian Lydda ke Yordania? Lebih dari 50.000 orang Palestina diusir dari Lydda dan Ramle pada ’48. Perintah ditandatangani oleh Rabin. Itu tidak akan dilupakan.”
“Tolong JANGAN terbangkan Ryanair! Orang Irlandia melanjutkan solidaritas mereka yang terkenal dengan Palestina. Bukan masalah besar, tapi tetap sikap yang baik. Dan itu membuat Zionis marah itu keren,” cuit Eli Gerzon.
Ini bukan pertama kalinya maskapai mengalami kesulitan di wilayah tersebut.
Pada 2002, pertengkaran pecah antara penumpang dan awak pesawat Air France penerbangan dari Paris ke Tel Aviv setelah seorang pilot menggambarkan tujuan akhir sebagai “Israel-Palestina”.
Setahun kemudian, seorang pilot Alitalia berkata “Selamat datang di Palestina” saat dia mendarat di Tel Aviv, yang menimbulkan reaksi keras di antara penumpang.
Maskapai tersebut mengirimkan permintaan maaf kepada duta besar “Israel” untuk Italia, dan mengatakan pilot tidak akan lagi terbang ke “Israel”.
Ryanair menerbangkan lebih dari 200 penerbangan sepekan ke wilayah udara “Israel” – dengan Tel Aviv sebagai tujuan populer dari jaringan maskapai Irlandia tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)