KIGALI (Arrahmah.com) – Rwanda telah melarang masjid-masjid di Kigali, ibu kota Rwanda, menggunakan pengeras suara saat mengumandangkan adzan.
Mereka mengatakan bahwa panggilan untuk shalat tersebut, yang dilakukan lima kali sehari, telah mengganggu penduduk di distrik Nyarugenge, tempat masjid terbesar di ibukota tersebut berada, sebagaimana dilansir BBC, Jum’at (16/3/2018).
Namun seorang pejabat dari sebuah asosiasi Muslim mengatakan bahwa mereka telah menurunkan volumenya.
Sekitar 1.500 gereja ditutup karena tidak mematuhi peraturan bangunan dan dianggap polusi suara.
Mayoritas orang Rwanda adalah orang Kristen. Muslim membentuk sekitar 5% populasi.
Untuk memahami peraturan terakhir yang diberlakukan oleh otoritas Rwanda terhadap kelompok agama, kita harus melihat kembali genosida yang terjadi tahun 1994, di mana sekitar 800.000 orang terbunuh.
Sejumlah gereja Katolik Roma, di mana ribuan orang Tutsi mengungsi, terbunuh saat kerusuhan yang berlangsung selama 100 hari.
Orang-orang Rwanda kehilangan kepercayaan pada institusi yang kuat dan tertarik pada aliran Pentakosta dan Islam.
Masalah polusi suara hari ini telah melarang penggunaan pengeras suara di masjid Kigali. Tapi salah kalau mengatakan bahwa umat Islam menjadi target. Mereka masih bisa pergi ke masjid dan sholat lima kali sehari.
Hal yang sama tidak bisa dikatakan untuk aliran Pentakosta.
Sekitar 1.500 gereja Pantekosta di seluruh negeri telah ditutup selama bulan lalu, menyebabkan para jemaatnya tidak memiliki tempat untuk sholat.
Pihak berwenang Rwanda mengtakan bahwa gereja-gereja tersebut mengabaikan peraturan bangunan. Banyak dari gereja-gereja itu memiliki layanan dengan mengeras suara, dibangun dengan kondisi yang buruk, dan terletak di tengah rumah hunian penduduk.
(ameera/arrahmah