Oleh: Hartono Ahmad Jaiz
(Arrahmah.com) – Para ulama, muballigh dan tokoh Islam sudah berupaya meredam kemusyrikan, dosa terbesar berupa menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Di antara kemusyrikan yang sudah diredam adalah ruwatan, yaitu upacara kemusyrikan, percaya kepada Betoro Kolo, hingga meyakini dengan diadakan ruwatan maka terhindar dari dimangsa Betoro Kolo dan terbuanglah sialnya. Padahal sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah Ta’ala, maka mestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada selain-Nya, dan bukan dengan cara-cara yang tidak diajarkan Allah Ta’ala.
Terus terang ketika di tahun 2000 ada berita bahwa Presiden Abdurrahman Wahid akan diruwat, saya langsung teringat zaman PKI (PartaiKomunis Indonesia) sebelum peristiwa pemberontakan G30S/PKI 1965. Karena setahu saya adanya ruwatan itu hanya di daerah-daerah PKI atau kalangan orang abangan (Islam tak shalat) di Jawa. Sedang desa-desa yang masyarakatnya Islam tidak pernah melaksanakan ruwatan. Meskipun tidak otomatis ruwatan itu identik dengan PKI,namun timbul pertanyaan, apakah Gus Dur mewarisi ajaran ruwatan itu dari gurunya, Ibu Rubiyah yang memang Gerwani/PKI perempuan? Wallahua’lam. (Tentang guru Gus Dur di antaranya orang Gerwani itu lihat bukuBahaya Pemikirian Gus Dur II, Menyakiti Hati Umat, Oleh Hartono Ahmad Jaiz, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2000).
Ruwatan itu sendiri tidak terdengar di masyarakat sejak dilarangnya PKI tahun 1966 (TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme).
Namun Ruwatan mulai terdengar lagi sejak 1990-an, setelah dukun-dukun berani muncul terang-terangan bahkan praktek di mall-mall atau pusat-pusat perbelanjaan dan membuat paguyuban yang mereka sebut PPI (Paguyuban Paranormal Indonesia). Konon anggota paguyuban “walisyetan” (istilah hadits Nabi Muhammad SAW untuk dukun) itu 60.000-an dukun. Meskipun demikian, istilah ruwatan tidak begitu terdengar luas, dan baru sangat terdengar ketika ada khabar bahwa Gus Dur, Presiden Indonesia ke-4 yang bekas ketua umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, satu organisasi yang berdiri sejak zaman Belanda 1926) akan diruwat, dan kemudian dia benar-benar hadir dalam acara ruwatan di UGM (Universitas Gajah Mada) Yogya,18/8 2000.
Apa itu ruwatan?
Ruwatan adalah satu upacara kepercayaan yang diyakini sebagai ritual membuang sial yang disebut sukerto alias penderitaan. Istilah ruwatan, artinya membebaskan ancaman dari marabahaya yang datangnya dari Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak raja para dewa yakni Batoro Guru.
Batoro Kolo, menurut kepercayaan kemusyrikan ini, adalah raksasa buruk jelmaan dari mani (sperma) Batoro Guru yang berceceran di laut, ketika gagal bersenggama dengan permaisurinya, BatariUma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan, karena Batari Uma belum siap. Karena Batoro Guru gagal mengendalikan diri “dengan sang waktu” (kolo) maka mani yang tercecer di laut dan menjadi raksasa buruk itu disebut Batoro Kolo, pemakan manusia.
Lalu Batoro Guru berjanji akan memberi makan enak yaitu manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu. Seperti kelahiran tanggal sekian yang menurut perhitungan klenik (tathoyyur) akan mengalami sukerto alias penderitaan. Juga yang lahir dalam keadaan ontang-anting (tunggal), kembang sepasang (dua anak lelaki semua atau perempuan semua), sendang apit pancuran (pria, wanita, pria), pendowolimo (5 anak pria semua). Dll. (Lihat AM Saefuddin, Ruwatan dalam Perspektif Islam, Harian Terbit, Jum’at 11 Agustus 2000, hal 6).
Itulah orang-orang yang harus diruwat menurut kepercayaan dari cerita wayang. Padahal, cerita wayang itu semodel juga dengan cerita tentang Pendeta Durno yang menyetubuhi kuda lantas lahirlah Aswotomo. Konon Durno diartikan mundur-mundur keno/kena, jadi dia naik kuda betina lantas mundur-mundur maka kenalah ke kemaluan kuda, akhirnya kuda itu melahirkan anak manusia. Hanya saja anak yang lahir dari kuda ini diceritakan tidak jadi raksasa dan tidak memakan manusia.
Jadi, nilai cerita ruwatan itu sebenarnya juga hanya seperti nilai cerita yang dari segi mutunya saja sangat tidak bermutu, seperti anak lahir dari rahim kuda itu tadi.
Upacara ruwatan itu bermacam-macam. Ada yang dengan mengubur seluruh tubuh orang/ anak yang diruwat kecuali kepalanya, ada yang disembunyikan di tempat tertentu dsb.
Adapun Ruwatan yang dilakukan di depan Gedung Balairung Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Jum’at malam 18/82000 itu dihadiri Presiden Abdurrahman Wahid didampingi isterinya Ny Nuriyah dan putri sulungnya Alissa Qatrunnada Munawaroh. Selainitu tampak hadir pula Kapolri Jenderal Rusdihardjo (belakangan, 3 bulan kemudian Rusdihardjo dipecat dari jabatannya sebagai Kapolri oleh Gus Dur, konon karena ada berita bocor yang menyebutkan hasil penyidikan kasus Bruneigate yang diduga menyangkut Presiden Gus Dur), Rektor UGM Ichlasul Amal, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Sri Edi Swasono, dan Frans Seda.
Ruwatan itu dilaksanakan terhadap 11 orang akademisi disebut ruwatan bangsa, penyelenggaraannya diketuai Mayjen (purnawirawan) Hariyadi Darmawan. Mereka yang diruwat ituadalah Prof.Sayogya,Prof Kunto Wibisono, DrHariadi Darmawan, Tjuk Sukiadi, Prof Sri Edi Swasono, Ny Mubyarto, Bambang Ismawan, Nanik Zaenudin, Ken Sularto, Amir Sidharta, dan Wirawanto.
Sebelas orang yang diruwat itu bersarung putih. Kumis dan jenggotnya dicukur bersih, kemudian tubuhnya disiram dengan air kembang. (lihat Rakyat Merdeka, 19/8 2000).
Sementara itu di luar Gedung UGM telah berlangsung demonstrasi mahasiswa yang menentang ruwatan tersebut.
Itulah acara ruwatan untuk menghindari Batoro Kolo dengan upacara seperti itu dan wayangan. Biasanya wayangan itu untuk memuji-muji Batoro Kolo, agar terhanyut dengan pujian itu, dan lupa memangsa. Di UGM itu wayangan dengan lakon Murwokolo dan Sesaji Rojo Suryo oleh dalang Ki Timbul Hadiprayitno.
Kemusyrikan
Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat, ada pula yang menilainya sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam, adat yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Sedang mengenai kepercayaan, itu sudah langsung haram apabila bukan termasuk dalam Islam.
Adat yang boleh contohnya blangkon (tutup kepala) untuk orang Jawa. Itu tidak dilarang dalam Islam.Tetapi kemben, pakaian wanita yang hanya sampai dada bawah leher, itu haram, karena tidak menutup aurat. Tetapi kalau dilengkapi dengan kerudung, menutup seluruh tubuh dan juga menutup rambut kepala, maka tidak haram lagi, jadi boleh. Hanya saja namanya bukan kemben lagi tapi busana Muslimah atau jilbab, kalau jelas-jelas sudah menutup aurat secara Islam.
Adat yang boleh, seperti blangkon tersebutpun, kalau disamping sebagai adat masih pula diyakini bahwa akan terkena bahaya apabila tidak memakai blangkon (yang kaitannya dengan kekuatan ghaib) maka sudah menyangkut keyakinan/kepercayaan, hingga hukumnya dilarang atau haram, karena tidak sesuai dengan Islam. Keyakinan yang dibolehkan hanyalah yang diajarkan oleh Islam.
Demikian pula ruwatan, sekalipun ada yang mengatakan bahwa itu merupakan adat, namun karena menyangkut hal ghaib, berkaitan dengan nasib sial, bahaya dan sebagainya; maka jelas merupakan keyakinan batil, karena Islam tidak mengajarkan seperti itu.
Sedang keyakinan adanya bala’ akibat kondisi dilahirkannya seseorang itupun sudah merupakan pelanggaran dalam hal keyakinan, yang dalam Islam terhitung syirik, menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedang orangnya disebut musyrik, pelaku durhaka terbesar dosanya.Tidak ada dalil yang menunjukkan benarnya keyakinan itu, namun justru ada ketegasan bahwa meyakini nasib sial dengan alamat-alamat seperti itu adalah termasuk tathoyyur, yang hukumnya syirik, menyekutukan Allah SWT; dosa terbesar.
Tathoyyur atauThiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.
Abu Dawud meriwayatkan hadits marfu’ dari IbnuMas’udra:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْك،ٌ وَمَا مِنَّا إِلاَّ ، وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
“At-thiyarotu syirkun, at-thiyarotu syirkun wamaa minnaa illa, walaakinnallooha yudzhibuhu bittawakkuli.”
“Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, dan tiada seorangpun dari antara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.”(Hadits Riwayat Abu Daud). Hadits ini diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan dinyatakan shahih, dan kalimat terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan dari Ibnu Mas’ud. (Lihat Kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi, terjemahan Muhammad Yusuf Harun, cetakan I, 1416H/ 1995, halaman 150).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ قَالَ « أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ».
Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Ibnu ‘Amr bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapayang mengurungkan hajatnya karena thiyarah,maka dia telah berbuat syirik.” Para sahabat bertanya: “Lalu apakah sebagai tebusannya?”Beliau menjawab:”Supaya mengucapkan:
اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.
Allahumma laa khoiro illaa khoiruka walaa thoiro illaa thoiruka walaa ilaaha ghoiruka.
YaAllah,tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau, dan tiada sembahan yang haqselain Engkau.”(H R Ahmad). (Syaikh Muhammad At-Tamimi, Kitab Tauhid, hal 151).
Sedangkan meminta perlindungan kepada Batoro Kolo agar tidak dimangsa dengan upacara ruwatan dan wayangan itu termasuk kemusyrikan yang dilarang dalam Al-Qur’an:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ(106)
“Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian,termasuk orang-orang yang zhalim (musyrik).” (Yunus/ 10:106).
{ إنك إذاً من الظالمين } : أي إنك إذا دعوتها من المشركين الظالمين لأنفسهم .
“…maka sesungguhnya kamu, dengan demikian,termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik).” Artinya sesungguhnya kamu apabila mendoa kepada selain-Nya adalah termasuk orang-orang musyrik yang mendhalimi kepada diri-diri mereka sendiri. [أيسر التفاسير للجزائري – (ج 2 / ص 153)]
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ(107)
“Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia- Nya…”( Yunus: 107).
Kesimpulan:
1.Ruwatan Mendatangkan Dosa Terbesar.
2.Ruwatan itu kepercayaan non Islam berlandaskan cerita wayang. Ruwatan artinya upacara membebaskan ancaman Batoro Kolo, raksasa pemakanmanusia, anak Batoro Guru/ raja para dewa. Batoro Kolo adalah raksasa buruk jelmaan dari sperma Batoro Guruyang berceceran di laut, setelah gagal bersenggama dengan permaisurinya, BatariUma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan.
Itulah kepercayaan musyrik/ menyekutukan Allah SWT yang berlandaskan cerita wayang penuh takhayyul, khurofat, dan tathoyyur (menganggap sesuatu sebagai alamat sial dsb). Upacara ruwatan itu bermacam-macam:
ada yang dengan mengubur sekujur tubuh selain kepala,
atau menyembunyikan anak/ orang yang diruwat,
ada yang dimandikan dengan air kembang dan sebagainya.
Biasanya ruwatan itu disertai sesaji dan wayangan untuk menghindarkan agar Betoro Kolo tidak memangsa.
3.Ruwatan itu dari segi keyakinannya termasuk tathoyyur, satu jenis kemusyrikan yang sangat dilarang Islam, dosa terbesar.Sedang dari segi upacaranya termasuk menyembah/ memohon perlindungan kepada selain Allah, yaitu ke Betoro Kolo, satu jenis upacara kemusyrikan, dosa terbesar pula.Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Thiyaroh (tathoyyur) adalah syirik/ menyekutukan Allah,thiyaroh adalah syirik, thiyaroh adalah syirik , (diucapkan) tiga kali. (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Majah dari hadits Ibnu Mas’ud, dari Rasulullah saw).
4.Merasa sial karena sesuatu atau alamat-alamat yang dianggap mendatangkan sial, termasuk perbuatan kemusyrikan. Kata Nabi SAW:
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عَنْ حَاجَتِهِ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا : وَمَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ ؟ قَالَ : أَنْ يَقُولَ اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إلَّا خَيْرُك وَلَا طَيْرَ إلَّا طَيْرُك , وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ(رواه ِأَحْمَدَ عن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ. قال الشيخ الألباني : ( صحيح ) انظر حديث رقم : 6264 في صحيح الجامع)
“Barangsiapa yang tidak jadi melakukan keperluannya karena merasa sial, maka ia telah syirik.Maka para sahabat RA bertanya, Lalu bagaimana kafarat dari hal tersebut wahai Rasulullah? Maka jawab Nabi SAW, Katakanlah : Allahumma laa khaira illaa khairaka walaa thiyara illa thiyaraka walaa ilaha ghairaka.” Ya Allah, tidak ada kecuali kebaikanMu, dan tidak ada kesialan kecuali kesialan (dari) Mu, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Mu. (HR.Ahmad dari Abdullah bin Umar dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Allah SWT berfirman:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ(106)
“Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak dapat pula mendatangkan bahaya kepadamu, jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik)”. (QS Yunus/ 10:106).
5.Sudah jelas, Al-Qur’an dan Al-Hadits sangat melarang kemusyrikan. Dan bahkan mengancam dengan adzab, baik di dunia maupun di akherat. namun kini kemusyrikan itu justru dinasionalkan. Maka perlu dibisikkan ke telinga-telinga mereka, bahwa sebenarnya lakon mereka tu menghadang/ menantang datangnya adzab dan murka Allah SWT, di dunia maupun di akherat.
Masyarakat perlu diberi penjelasan, bahwa ruwatan itu adalah kemusyrikan, dosa terbesar yang tidak diampuni. Hingga pelakunya bila meninggal dalam keadaan belum bertaubat dan berstatus musyrik, maka haram masuk surga, dan tempatnya di neraka. Karena Allah Ta’ala telah berfirman:
{إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ} [المائدة: 72]
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS Al-Maaidah: 72). (azm/arrahmah.com)