JAKARTA (Arrahmah.com) – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya mengesahkan Undang-Undang Terorisme melalui pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI, Jumat (25/5/2018).
Mengawali Sidang Paripurna dengan agenda pengesahan UU, Ketua Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafii menjelaskan, secara substansi banyak penambahan aturan dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai penguatan UU, termasuk menyebutkan definisi terorisme yang telah disepakati.
“Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan,” kata Syafii saat membacakan laporan dalam sidang paripurna di gedung DPR, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Selain itu, Syafii juga menyampaikan bahwa revisi tidak memasukan ‘Pasal Guantanamo’ yang sebelumnya dimasukan pada pembahasan.
UU Terorisme yang baru, lanjutnya, juga menambahkan ketentuan perlindungan bagi korban aksi terorisme secara komprehensif, berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, psikososial, santunan korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi.
“RUU mengatur pemberian hak bagi korban yang mengalami penderitaan selama RUU ini disahkan, pasal 43L,” katanya.
Tidak ada interupsi dalam pengesahan revisi Undang-undang itu.
“Apakah Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas UU Nomor 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat disetujui menjadi undang-undang,” kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto selaku pemimpin Rapat Paripurna.
Para anggota DPR yang menghadiri rapat paripurna hari ini pun menjawab setuju.
“Apakah Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang,” Agus menanyakan lagi kepada para peserta paripurna DPR.
“Setuju,” jawab para anggota DPR yang hadir.
(ameera/arrahmah.com)