MAKASAR (Arrahmah.com) – Kasus anak yang terjerat hukum saat ini mencapai 6.236 kasus, sehingga pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Peradilan Anak harus secepatnya dituntaskan DPR RI. Sementara itu, dalam Rancangan Undang-undang Peradilan Anak telah ditegaskan tidak boleh ada penjara bagi anak.
Demikian yang diungkapkan Direktur Pelayanan Sosial Anak Kementerian Sosial, Harry Hikmat dalam sebuah dialog di Makasar pada Kamis (26/5/2011). Dialog tersebut juga dihadiri, perwakilan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulsel Gufron, Dinas Sosial Provinsi Sulsel Drs Mukhtar MSi, Ketua Panti Sosial Marsuki Putra (PSMP) Todopuli Muh Sanusi serta wartawan yang tergabung dalam Forum Jurnalis Peduli Anak (FJPA) Sulsel.
“Dalam RUU ini yang kita perjuangkan adalah sistem penyelesaian hukum bagi anak-anak. Mereka tidak boleh menyentuh yang namanya pengadilan, tetapi bagaimana mereka ditangani peradilan khusus anak,” ungkap Harry.
Harry juga mengharapkan, pembahasan RUU ini tidak ada lagi kasus persidangan yang memenjarakan anak sehingga mentalitas anak tidak lagi dibentuk menjadi kriminalitas karena harus bersentuhan dengan orang-orang yang berada di balik jeruji penjara.
Dia mengajak seluruh pihak termasuk media untuk mengawal RUU yang sedang dalam tahap pengesahan di DPR RI yang memasuki agenda sidang tahap pertama. Penetapan RUU tersebut diharapkan bisa rampung hingga akhir Desember 2011 seperti yang telah dijadwalkan sebelumnya.
“Tetapi tanpa pengawalan dan advokasi dari masyarakat melalui perwakilan representatif seperti media, kami tidak yakin ini akan terlaksana. Mengingat banyak poin dalam RUU itu termasuk membuat peradilan khusus anak masih membutuhkan waktu pembehasan yang panjang,” ucapnya seperti yang dikutip AntaraNews.
Dengan adanya RUU peradilan pidana anak, Harry mengharapkan tidak ada lagi penjara untuk anak, sehingga sangat dibutuhkan media yang bisa mendorong untuk mensosialisasikan dan mendorong percepatan pembahasan RUU tersebut.
Hal sama juga diungkapkan Kasubid Polmas Polda Sulsel, Suhartiwi dalam kesempatan itu. Menurutnya kasus pidana anak harus di selesaikan sebelum masuk kepenyidik, ketika pelapor tidak mau di damaikan dan ini diserahkan dulu ke kejaksaan dengan masa waktu kurungan selama 14 hari.
Setiap kasus anak lebih diprioritaskan untuk diselesaikan, sebab jika masuk dalam tahanan akan menghambat kegiatan sekolah mereka. “Tapi ini banyak keluhan dari keluarga korban yang protes, dan menuding macam-macam dalam penyelesaian kasus yang melibatkan anak-anak ini. Disinilah dilema pihak kepolisian,” ucap dia.
Suhartiwi mengungkapkan penahanan yang melibatkan anak-anak biasanya hanya kasus besar, seperti pembunuhan. Kalau hanya kasus kecil seperti perkelahian biasanya dipulangkan dan diserahkan ke pihak keluarga di lingkungan sekitar anak untuk menyelesaikan masalah mereka. (rasularasy/arrahmah.com)