JAKARTA (Arrahmah.com) – Anggota Lembaga Bantuan (LBH) Masyarakat, Jakarta, Restaria Hutabarat, mendesak agar pemerintah lebih mendahulukan pengesahan RUU KUHAP yang sudah dirancang sejak 1999 daripada RUU Intelijen. Mengingat urgensi RUU KUHAP sangat diperlukan bagi terciptanya penegakan hukum yang baik sebab mengatur terciptanya posisi Hakim Komisaris yang terdiri kumpulan para aparat penegak hukum.
Jika RUU KUHAP disahkan maka Hakim Komisaris bisa memberikan penilaian apakah jika intelijen melakukan penculikan itu sah atau tidak di mata hukum. “Inilah pentingnya RUU KUHAP harus disahkan, bukan RUU Intelijen,” kata Restaria di Kantor LBH Jakarta, Ahad (3/4/2011).
Menurut Restaria, RUU KUHAP yang mengendap di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) bisa menjadi solusi pemerintah jika berkomitmen ingin memperbaiki kondisi hukum di Indonesia. Mengingat jika disahkan maka RUU KUHAP bisa menjadi acuan hukum pidana dasar, dan RUU Intelijen yang merupakan UU sektoral tidak diperlukan lagi.
“Ini aneh, jika pemerintah ngotot ingin agar RUU Intelijen disahkan, tapi RUU KUHAP diabaikan maka ada gejala tidak baik yang ditunjukkan pemerintah. Karena KUHAP itu jadi acuan, bukan UU sektoral yang mendesak,” jelasnya.
Totok Yuliyanto, anggota LBH Jakarta menjelaskan jika RUU KUHAP merupakan solusi terbaik dalam penegakan hukum di Indonesia. Dikatakan Totok, dalam RUU KUHAP ada syarat subyektif dan obyektif jika aparat ingin menculik dan menangkap seseorang, sebuah aturan yang tidak ditemukan dalam RUU Intelijen.
Yang bisa dijadikan alat pemerintah untuk menangkap musuh politik atau aktivis yang menyoroti kinerja pemerintah. “RUU Intelijen yang bagian UU sektoral jika diterapkan bisa merusak sistem hukum. Itikad pengesahan yang ditunjukkan pemerintah juga tidak baik,” terang Totok.
Ia menyatakan, RUU KUHAP tidak akan menimbulkan potensi pelanggaran HAM jika diterapkan. Apalagi sistem penegakan hukum sekarang membuat setiap penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman bisa melakukan penyalahgunaan kewenangan akibat tidak ada kontrol eksternal dan lemahnya kontrol internal.
“Upaya pembaharuan hukum bisa dilakukan hanya dengan pengesahan RUU KUHAP. Solusi ini sebenarnya yang dibutuhkan, tapi tenggelam sebab pemerintah lebih senang fokus bekerja membuat RUU yang menguntungkan dirinya agar bisaterus berkuasa,” paparnya. (rep/arrahmah.com)