JAKARTA (Arrahmah.com) – RUU Keamanan Nasional (Kamnas) ini kalau memang jadi disahkan sebagai undang-undang akan menciptakan “Guantanamo Kompleks” yang dapat menjerat siapapun termasuk wartawan atau insan pers berdalih mengancam keamanan nasional.
Hal tersebut disampaikan anggota Dewan Pers Agus Sudibyo yang juga menjelaskan maksud “Guantanamo Kompleks” adalah saat di mana kondisi hak warga negara diabaikan dan dilanggar atas dasar keamanan nasional. “Kondisi dimana setiap orang tidak punya status legal dan hukum, ini kondisi ekstrim dari munculnya UU seperti ini. Ini terjadi di Amerika dan Prancis,” jelasnya, dalam sebuah diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan “Guantanamo Kompleks” ini memposisikan lembaga eksekutif yang bisa berlaku dan bertindak sebagai legislatif dan yudikatif sekaligus yang artinya pihak eksekutif setiap saat bisa memutuskan dan melakukan tindakan secara langsung terhadap siapa pun dengan alasan keamanan nasional. ” Setiap orang bisa kapan saja ditangkap dengan alasan keamanan nasional,” ujarnya seperti dilansir inilah.com.
Terkait terancamnya kebebasan pers, menurut Agus, dalam RUU Kamnas ini pers bukan menjadi isu utama dan salah satu bagian yang dibahas spesifik. “Namun sangat berkaitan dengan wartawan yang mobilitasnya tinggi akan sangat mungkin menjadi korbannya. Nah, dalam konteks RUU ini, wartawan adalah kelompok yang paling riskan terkena dampaknya karena akan mudah dijerat dengan RUU ini,” jelas Agus lagi.
Selain mobilitas mendekati narasumber yang begitu tinggi, menurut Agus, akan membuka pula kedekatan yang tinggi termasuk dengan narasumber ataupun kelompok yang dianggap radikalisme. “Karena wartawan itu kan bisa menembus narasumber yang polisi enggak bisa menembusnya. Dengan alasan itu insan pers bisa diindikasikan dan setidaknya sangat berpotensi disadap, bahkan ditangkap,” tegasnya.
Untuk diketahui, Guantanamo adalah nama sebuah lokasi penjara dan pangkalan Angkatan Laut AS di Teluk Guantanamo Kuba. Selain 9.500 prajurit AL dan Marinir AS menempati pangkalan itu, penjara Guantanamo yang mulai beroperasi sejak 12 tahun lalu setidaknya dihuni sekitar 500 tahanan AS yang sebagai besar dituding terlibat jaringan terorisme.
Sesuai draft Komisi HAM PBB pada Februari 2006 lalu, penjara tersebut sebenarnya sudah direkomendasikan PBB untuk segera ditutup karena terlalu banyaknya laporan penyiksaan dan pelanggaran HAM di dalam penjara tersebut. Namun pemerintah AS hingga kini belum menghiraukannya. (bilal/arrahmah.com)