JAKARTA (Arrahmah.com) – Apabila Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) disahkan maka masyarakat miskin tidak diwajibkan membayar iuran, demikian yang diungkapkan Ketua DPR RI Marzuki Alie.
Marzuki juga mengatakan bahwa pendapat yang mengatakan tentang dipungutnya iuran dari masyarakat miskin adalah informasi menyesatkan yang diikeluarkan oleh pihak yang menolak RUU BPJS.
“Ya itu informasi menyesatkan. Tidak ada orang miskin yang bayar iuran sebagaimana yang disuarakan oleh orang yang menolak RUU BPJS,” kata Marzuki di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (12/7/2011).
Marzuki menekankan, RUU BPJS dibuat untuk rakyat. Ia juga membantah bila nanti dana empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Jamsostek, PT BUMN, PT Askes, dan PT Taspes digabungkan akan dikelola asing. Padahal dana itu nantinya tetap dikelola negara melalui lembaga wali amanah.
“Ini menurut saya menyesatkan. Saya agak bingung bagaimana asing masuk ke sana. Jadi konsepnya saja kita semua kok. Kita banyak pengalaman juga. Jadi saya pikir berita menyesatkan supaya diluruskan. Saya beberapa kali meluruskan melalui sms,” kata Marzuki.
Marzuki menambahkan, sifat dari BPJS adalah gotong royong. Rakyat miskin dan tidak mampu tak mungkin diminta iuaran. Kewajiban membayar iuaran diberlakukan bagi yang bekerja.
“Selama ini yang kerja ditarik iuran juga kan tapi tak jelas jaminannya. Jamkesmas tidak merata, banyak orang tidak mendapat pelayanan. Kalau sudah dalam satu sistem jaminan sosial, kalau sakit ke RS langsung diobati,” tambahnya.
Marzuki juga membantah kabar tidak benar terkait adanya sejumlah fraksi berbalik arah menolak RUU BPJS. Justru baru kali ini sembilan fraksi di DPR mendukung pengesahan RUU BPJS.
Sementara itu, Presiden SBY sendiri mengatakan akan menemui pimpinan DPR jika pembahasan RUU BPJS mengalami jalan buntu.
Ditanya bagaimana bisa angota Dewan Pertimbangan Presiden Siti Fadillah Supari menolak BPJS, Marzuki mengatakan mantan Menkes itu menginginkan program Jamkesmas dikembangkan. Namun masalahnya, Jamkesmas tidak menjangkau semua rakyat miskin,
“Di Kediri misalnya, mereka tidak dilayani Jamkesmas. Tapi dengan sistem nasional, orang ke RS akan dilayani,” ujar dia.
Sebelumnya, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari menolak kelahiran RUU BPJS, sebab nantinya rakyat akan diwajibkan membayar iuaran kesehatan yang dikelola lembaga wali amanat.
“Saya ngeri banget kalau ini diketok. Lembaga wali amanat akan punya hak memaksa rakyat. Memotong gaji buruh. Itung kalau satu kepala Rp20 ribu x 250 juta orang. Itu dikumpulkan orang tertentu,” kata mantan Menteri Kesehatan itu.
Ia mengatakan, dengan RUU tersebut rakyat yang sakit akan diminta dana lagi. Sementara mestinya mereka mendapatkan fasilitas kesehatan secara gratis.
Kalau dipikir-pikir, kenapa bukan gaji para pejabat saja yang dipotong untuk memberikan jaminan kesehatan gratis pada rakyatnya. Bukankah gaji para pejabat jutaan rupiah, hal ini jauh lebih besar dari pada gaji buruh pada umumnya. (ans/arrahmah.com)