(Arrahmah.com) – Rusia pada Kamis (23/2/2018) menolak proposal gencatan senjata di Ghautah Timur dari Dewan Keamanan PBB, kecuali ada beberapa hal yang dirubah.
Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan pada Kamis untuk mendiskusikan kondisi di Ghautah Timur-pinggiran Damaskus yang terkepung-dan mengajukan sebuah proposal gencatan senjata.
Bila proposal itu diterima, gencatan senjata akan diberlakukan dalam waktu 72 jam, konvoi kemanusiaan akan diizinkan masuk dan evakuasi medis akan dimulai 48 jam kemudian.
Namun duta besar Rusia Vasily A.Nebenzya menegaskan bahwa Rusia dan militer rezim Suriah, tidak akan menyetujui resolusi gencatan senjata itu untuk saat ini.
“Tidak ada persetujuan atas proposal itu,” kata Nebenzia, seperti dikutip Anadolu Agency. “Kami akan mengajukan beberapa amandemen.”
Resolusi tersebut dirancang oleh Kuwait dan Swedia dan didukung oleh hampir semua dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB.
Laporan terbaru pada Kamis serangan roket menewaskan 42 orang, angka kematian di daerah yang dikontrol pejuang itu meningkat hingga lebih 300 orang.
Amerika Serikat (AS) dan sekutunya mengecam dan “prihatin” atas apa yang terjadi di Ghautah Timur, menyalahkan Rusia dan rezim Bashar Assad.
Tetapi Nebenzya membantah berita pembantaian di Ghautah Timur, menuding para pejabat PBB menyerah pada “psikosis masif” yang disebarkan oleh media berita global yang menurutnya “terkoordinasi” dan diulang-ulang penyebarannya dalam beberapa hari terakhir.
Nebenzya menuduh berita anak-anak yang tubuhnya terpotong-potong, terbakar, dan rumah sakit dibom tidak lebih dari skenario propaganda. “Ini adalah metode perang informasi yang terkenal,” katanya. (siraaj/arrahmah.com)