MOSKOW (Arrahmah.com) – Lebih dari 4.000 warga Rusia yang saat ini bertempur di Suriah akan menghadapi tuntutan pidana jika mereka pulang, kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Oleg Syromolotov, dilaporkan TV-Novosti pada Kamis (10/5/2018).
“Badan penegak hukum Rusia saat ini memiliki informasi tentang lebih dari 4.000 warga Rusia yang telah meninggalkan negara ini untuk berpartisipasi dalam formasi bersenjata [di Suriah],” kata diplomat itu pada konferensi OSCE tentang kontra-terorisme.
Dia mencatat bahwa kasus-kasus kriminal telah dimulai secara in absentia terhadap hampir 3.000 orang ini dan sekitar 3.700 telah dimasukkan dalam daftar yang dicari.
“Terlepas dari kenyataan bahwa banyak teroris berbicara tentang asal-usul mereka di Rusia, mereka menunjukkan sedikit dorongan untuk kembali di negara kami, di mana mereka pasti akan menghadapi hukuman yang keras. Lebih sering, mereka memilih beberapa wilayah yang nyaman di Eropa tempat mereka dapat bersembunyi,“ kata Syromolotov.
Diplomat Rusia itu menekankan bahwa sejumlah layanan khusus mengestimasi ‘teroris’ wanita sama berbahayanya dengan pria, dan mencatat bahwa dalam banyak kasus, wanita membentuk bagian yang paling radikal dari keseluruhan ‘teroris bawah tanah’.
“Dalam banyak kasus, kesetiaan penuh kepada kelompok teroris adalah syarat bagi mereka yang ingin bergabung, termasuk para istri pejuang. Kami berpikir bahwa para wanita ini seharusnya tidak hanya ditargetkan dalam berbagai operasi pencegahan, tetapi juga harus merasakan hukuman setimpal,” katanya.
Syromolotov juga mengatakan bahwa “absolutisasi kebebasan berekspresi” yang dilakukan oleh negara-negara Barat membantu para ‘teroris’ dalam merealisasikan rencana mereka.
“Teknologi informasi dan komunikasi dan internet menjadi saluran utama radikalisasi penduduk dan perekrutan anggota baru dalam organisasi teroris … Kami mengusulkan untuk memulai diskusi rinci tentang konsep ‘penghentian dini’ untuk media massa dan pejabat,” lanjutnya.
Proyek kontra-teroris lain yang diusulkan oleh Rusia adalah database internasional bersama yang berisi informasi tentang orang-orang yang dicurigai terlibat dengan kelompok-kelompok ‘teroris’ dan gerakan mereka. (Althaf/arrahmah.com)