MOSKOW (Arrahmah.com) – Rusia merasa sangat “terganggu” dengan operasi militer NATO di Libya karena operasi tersebut telah melebihi mandat yang diberikan NATO, seorang pejabat Rusia menyatakan pada hari Selasa (16/8/2011).
Penyerangan terhadap target-target nonmiliter seperti statsiun televisi dan bandara Tripoli memunculkan pertanyaan mengenai kemampuan salibis NATO untuk mengimplementasikan resolusi yang telah disepakati dalam melindungi warga dan fasilitas sipil, diplomat itu menyatakan dalam kondisi anonim.
Ia menambahkan bahwa Rusia “sangat terganggu oleh aksi perusakan sejumlah infrastruktur dan terutama pasokan listrik di wilayah yang dikuasai oleh pemerintah.”
Melalui sambungan telepon, ia melanjutkan bahwa Rusia menginginkan PBB untuk menyelidiki serangan udara yang merenggut nyawa 85 warga sipil awal bulan ini. Sementara itu, salibis NATO membantah tuduhan yang dilontarkan pemerintah Libya bahwa aliansi salibis itu membunuh warga sipil dalam serangan di sebuah gedung pertanian yang diklaim NATO digunakan oleh pasukan pemerintah. NATO mengklaim bahwa korban tewas dalam serangan itu adalah tentara dan orang-orang bayaran pemerintah.
Selama sebulan terakhir, kampanye militer yang dilakukan salibis NATO selama lima bulan di Libya ternyata menuai kecaman internasional. Sejumlah kritikus menyatakan bahwa jumlah aksi pemboman yang dilakukan NATO sehari-hari telah jauh melampaui mandat yang diberikan oleh resolusi Dewan Keamanan.
Lembaga PBB yang menangani pendidikan dan budaya serta sejumlah organisasi pembela HAM dan juga media telah mengecam NATO atas serangan udara yang mereka lakukan nyaris tiap hari, terutama saat statsiun televisi negara menjadi targetnya.
“Kami memihak rakyat Libya,” tukas salah satu juru bicara NATO, Kolonel Roland Lavoie, pada hari Selasa (16/8) membela diri. “Ketika kami menyerang sebuah tank, itu karena kami tahu bahwa tank tersebut mengancam penduduk setempat.” (althaf/arrahmah.com)