MOSKOW (Arrahmah.id) – Perang siber Rusia di Ukraina sebagian besar telah gagal dan Moskow semakin menargetkan sekutu-sekutu Eropa Kiev, menurut para analis AS dan Prancis.
Perusahaan pertahanan Prancis Thales mengatakan dalam sebuah laporan pada Rabu (29/3/2023) bahwa Rusia menyerang Polandia dan negara-negara Nordik dan Baltik dengan persenjataan siber yang bertujuan untuk memecah belah dan mempromosikan pesan-pesan anti-perang.
“Kelompok-kelompok hacktivist sipil yang independen ini telah muncul sebagai komponen baru dalam konflik. Mereka dapat diasimilasi ke dalam kelompok kriminal siber dengan tujuan dan kepentingan politik tertentu, bertindak atas dasar keyakinan, namun tidak disponsori secara langsung oleh pemerintah mana pun. Anggota kelompok semacam itu memiliki beragam asal negara, keterampilan teknis, dan latar belakang,” kata Thales dalam sebuah pernyataan, lansir Al Jazeera.
Sekitar 60 persen dari semua serangan siber yang dilaporkan di seluruh dunia dilakukan oleh peretas Rusia, kata laporan itu.
Microsoft mengatakan dalam sebuah penilaian ancaman awal bulan ini bahwa para aktor Rusia telah melancarkan serangan di setidaknya 17 negara Eropa dalam enam pekan pertama tahun ini.
Serangan Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari tahun lalu, tetapi Rusia belum mampu mencetak kemenangan yang menentukan di medan perang atas negara tetangganya yang jauh lebih kecil itu.
Tidak ada ‘pukulan yang mengubah permainan’
Thales dan Microsoft mengatakan bahwa invasi Rusia disertai dengan serangan siber yang meluas di Ukraina, tetapi serangan itu berhasil ditangkis.
“Perang siber tidak memberikan pukulan yang mengubah permainan seperti yang diharapkan Rusia,” kata direktur teknis pertahanan siber Thales, Ivan Fontarensky, yang menyoroti ketahanan pertahanan Ukraina.
Kedua perusahaan itu mengatakan bahwa Rusia mengalihkan fokus ke negara-negara Eropa lainnya pada akhir tahun lalu.
Jolivet mengatakan bahwa negara-negara di luar Ukraina mengalami “gelombang besar” serangan DDoS -ketika sebuah server dibanjiri permintaan yang membuat jaringan lumpuh.
Serangan-serangan ini semakin banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Kremlin, bukan kelompok resmi, dan mereka bertujuan untuk menabur kekacauan daripada menghancurkan infrastruktur, kata Thales.
Polandia, Latvia, dan Swedia termasuk di antara negara-negara yang paling terdampak. Montenegro dan Moldova -kandidat untuk integrasi Eropa- juga menjadi sasaran.
Microsoft mengatakan dalam penilaiannya bahwa serangan tahun ini di Eropa sebagian besar ditujukan pada entitas pemerintah untuk tujuan spionase.
Menyoroti jangkauan global aktor-aktor Rusia, perusahaan tersebut mengatakan 21 persen serangan di luar Ukraina sejak awal perang telah menghantam Amerika Serikat.
Meskipun serangan di luar Ukraina sering kali hanya berupa pelecehan tingkat rendah, Microsoft mengatakan bahwa Rusia mungkin akan memilih alat siber yang lebih merusak di masa depan.
“Jika Rusia mengalami lebih banyak kemunduran di medan perang, para aktor Rusia mungkin akan memperluas penargetan mereka terhadap rantai pasokan militer dan kemanusiaan dengan melakukan serangan yang merusak di luar Ukraina dan Polandia,” kata Microsoft. (haninmazaya/arrahmah.id)