MOSKOW (Arrahmah.com) – Pusat komando udara negara Rusia—yang akan mempertahankan kontrol angkatan bersenjatanya dalam bencana global atau perang nuklir—telah siap beroperasi bulan ini.
Militer Rusia telah menyelesaikan tes penerbangan pesawat raksasa Ilyushin II-80.
Menurut berita yang dilansir Dailystar (5/12/2015), Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan telah mempersiapkan segalanya untuk perang dengan Turki—termasuk dengan NATO, AS, dan Inggris.
Pesawat raksasa Ilyushin II-80 akan membawa jenderal senior, perwira staf tim operasional, dan kru teknisi untuk menjaga dan mengurus peralatan pesawat.
Unit komando akan memungkinkan para pemimpin militer Rusia untuk mengerahkan tentara, angkatan laut, angkatan udara, dan rudal nuklir.
Aleksandr Komyakov, direktur umum tim peneliti di belakang proyek itu, mengatakan bahwa pesawat super itu tidak akan terkalahkan.
Dia mengatakan tugas utama mereka adalah “membangun komunikasi jaringan dalam keadaan sangat tidak menguntungkan—dengan infrastruktur dasar yang hilang atau hancur.”
Sebelumnya, hubungan antara Rusia dan Barat telah mencair setelah berakhirnya Perang Dingin, tetapi kembali membeku di bawah kepemimpinan Putin.
Perlahan tapi pasti, Putin telah merampingkan anggaran pertahanan negara era-Soviet dengan senjata perang masa depan.
Rusia meluncurkan satelit pertempuran untuk mempersiapkan “the real Star Wars” bulan lalu.
Putin bentrok dengan seluruh Eropa dan Amerika Serikat setelah Rusia mencaplok Crimea dan mencoba untuk mengukir wilayah baru di Ukraina.
Dua negara adidaya harus mengadakan pembicaraan krisis untuk mencegah Perang Dunia III setelah Rusia membom pemberontak Suriah yang didukung Amerika.
Namun ketegangan telah membara ketika Turki menembak jatuh jet Rusia di dekat perbatasan dengan Suriah.
Moskow segera memutuskan hubungan dengan negara Turki dan menyerukan militernya untuk menjatuhkan bom nuklir di Istanbul.
Kebuntuan masih terus berlangsung 10 hari kemudian ketika Rusia mengklaim Turki telah meledakkan pesawat mereka untuk menyembunyikan perdagangan minyak ilegal dengan kelompok “Daulah Islamiyah”, atau Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS.
(fath/arrahmah.com)