KHARTOUM (Arrahmah.id) — Rusia akan segera merealisasikan pembangunan pangkalan militer di bibir Laut Merah Sudan. Hal ini terjadi setelah Moskow mendapatkan persetujuan dari Khartoum.
Dua sumber militer mengatakan kepada Russia Today (13/2/2023) bahwa pihak Sudan secara militer telah sepakat. Moskow juga telah menjanjikan Negara Afrika itu lebih banyak senjata dan peralatan tempur.
“Mereka menghapus semua kekhawatiran kami. Kesepakatan itu baik-baik saja dari pihak militer,” kata seorang pejabat, Ahad (12/2).
Bila tahapan ini secara resmi telah terpenuhi, langkah selanjutnya adalah ratifikasi perjanjian oleh parlemen Sudan. Sejauh ini belum ada usulan perjanjian yang terbentuk.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, yang mengunjungi beberapa negara Afrika dalam sepekan terakhir, juga mengatakan kepada wartawan pada hari Kamis bahwa kesepakatan itu ‘dalam proses ratifikasi’.
Menurut perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2020, pangkalan tersebut akan menampung hingga 300 personel militer dan sipil Rusia, dan secara bersamaan akan menampung hingga empat kapal perang. Pada 2021, Khartoum dikabarkan ingin mengubah kesepakatan sambil mencari bantuan ekonomi dari Moskow.
Sudan tidak memiliki parlemen yang berfungsi sejak 2019, ketika Omar al-Bashir, pemimpin yang berkuasa selama 30 tahun, digulingkan dalam kudeta. Beberapa partai politik menandatangani kesepakatan di Kairo, Mesir pada hari Selasa yang ditujukan untuk dialog sebagai bagian dari transisi ke pemerintahan sipil.
Sekelompok utusan Amerika Serikat (AS) dan Eropa melakukan perjalanan ke Sudan pada hari yang sama Lavrov bertemu dengan pejabat di Khartoum. Bloomberg mengutip tiga orang yang mengetahui masalah tersebut yang mengatakan bahwa perjalanan Lavrov telah ‘mengejutkan’ Barat.
Tahun lalu, AS juga meningkatkan keterlibatan diplomatik dengan Sudan. Tercatat, Washington mengirim John Godfrey sebagai Duta Besar pertama Washington untuk Khartoum sejak 1990-an.
Godfrey mengatakan kepada media lokal pada bulan September bahwa pangkalan Rusia akan ‘menyebabkan isolasi Sudan lebih lanjut pada saat sebagian besar orang Sudan ingin lebih dekat dengan komunitas internasional’.
Oleg Ozerov, seorang diplomat senior Rusia, menuduh Barat menggunakan ‘tekanan terang-terangan; ketika berurusan dengan Afrika. “Saya tidak bisa mengatakan bahwa negara-negara Afrika sangat senang dengan hal itu,” kata Ozerov, Kamis. (hanoum/arrahmah.id)