(Arrahmah.com) – Musuh-musuh Islam bukan hanya memerangi umat Islam secara langsung, namun juga melalui berbagai strategi licik mereka dengan memanfaatkan potensi konflik internal umat.
Tindakan mereka itu bertujuan untuk menguras energi kita dan menyibukkan kita dari musuh utama kita sehingga kita tidak pernah menang dalam segala bidang, baik dalam memilih pemimpin, maupun meraih kemenangan jihad, sebagaimana yang terjadi di Syam, Irak, Mesir dan Indonesia ini.
Ketika musuh menemukan rumus ini, maka mereka mengulangi kesuksesan mereka dengan memanfaatkan kaum ekstremis di dalam menggebuk aliran jihad yang berpotensi menjadi ancaman, mereka menciptakan tokoh dengan “tim sukses” nya untuk memutuskan langkah skenario mereka, mereka membuat aqidah dan manhaj sendiri, pedoman pergerakan dan persiapan dana agar simpul kaum ekstrem/ghulat berkumpul dan biasanya mereka akan digunakan untuk proyek-proyek jangka pendek dan digunakan untuk menggebuk lawan politik.
Berikut bagian kedua lanjutan dari studi kritis Abu Ayyash Al-Indunisy sebelumnya mengenai rumus musuh Islam memanfaatkan para ghulat takfir, yang dipublikasikan oleh Muqawamah Media pada Sabtu (24/1/2015).
Secuil Kooptasi Intelijen dalam Tubuh Gerakan Jihad Indonesia
Gerakan Jihad yang di bangun S.M. Kartosuwiryo adalah gerakan Jihad yang murni untuk Tathbiq Syariah di bumi Indonesia yaitu penegakan syariat Islam secara Kaffah. Sebagai akibat dari pengkhianatan Soekarno dengan menghilangkan 7 (tujuh) kata di dalam konstitusi negara adalah kecelakaan sejarah.
Hal ini mendorong ketidakpuasan umat Islam yang akhirnya sebagian dari mereka memutuskan untuk menunaikan kewajiban jihad melawan pemerintah thaghut Soekarno. Sebagai sebuah jawaban atas penyumbatan aspirasi kaum muslimin dan upaya kaum sekuler untuk menggagalkan penegakan syariat Islam di Indonesia.
Perlawanan ini bermula di Malangbong Tasikmalaya Jawa Barat, terus menyebar dari Banten hingga Jawa Tengah lalu diikuti oleh Kahar Muzakar di Sulawesi, Tengku Daud Bereueh dan Andi Aziz di Kalimantan, puncak perlawanan ini adalah pada tahun 1960 an, kemudian pada 1962 S.M. Kartosuwiryo tertangkap dan tidak lama kemudian dieksekusi di Jakarta.
Pada tahun 1970 beberapa tokoh DI berkumpul dan ingin melanjutkan perjuangan penegakan Syariat Islam ini dengan perjuangan bersenjata, akibat banyaknya ketimpangan sosial dan tersebarnya kemaksiatan, dan gerakan ini dikenal sebagai KOMJI atau Komando Jihad. Dalam perjalanannya, gerakan ini mengalami kegagalan mewujudkan cita-citanya. Para tokohnya pun banyak yang tertangkap seperti Adah Djaelani, Tengku Daud Bereueh, Danu Muhammad Hasan, Aceng Kurnia, Djaja Sudjardi. Namun demikian, rezim sekuler di Indonesia tetap saja menjadikan gerakan ini sebagai bahaya laten yang mengancam keamanan negara.
Rezim sekuler di Indonesia menganggap bahwa gerakan perlawanan Islam sebagai bahaya laten yang mengancam keselamatan Negara, bukan sekadar hipotesa teori di atas kertas akan tetapi sudah pada taraf sangat berbahaya, gerakan ini akan muncul tiba-tiba pada momentum yang tepat, bahaya ini sangat dirasakan oleh rezim thaghut Indonesia ketika kondisi negara sedang terpuruk.
Oleh karena itu, sejak tahun 1980-an gerakan ini mulai disusupi intelijen untuk di-“Cipta Kondisi”, selain untuk mengetahui Struktur Jaringan Komando gerakan ini, isu perlawanan yang akan diangkat, dan kesiapan mereka mengambil momentum adalah bagian penting yang ingin diketahui oleh rezim thaghut dari Gerakan Islam di Indonesia.
Setelah informasi mengenai gerakan ini dianggap cukup, maka rezim thaghut mempersiapkan langkah selanjutnya; yakni menciptakan tokoh dan mengkooptasi gerakan ini, maka ditampilkanlah KW 9 yang sengaja dibuat oleh BIN untuk membangun black campaign, pencitraan buruk sekaligus pembunuhan karakter bagi gerakan Islam ini khususnya NII atau DII yang murni. Siapapun melihat bahwa aksi-aksi KW9 dalam mengumpulkan dana umat baik melalui Fa’i dan Ghanimah yaitu pencurian dan penipuan menjadi warna gerakan ini.
Pola-pola di atas masih diperparah dengan pemahaman sesat lainnya, seperti menyebarkan keyakinan bahwa mereka masih dalam fase Mekkah, sehingga mereka tidak perlu melaksanakan Syariat seperti Shalat, Puasa, Zakat dan lain sebagainya. Pemahaman semacam ini memiliki benang merah kesamaan dengan gerakan Khawarij Syukri Musthofa di Mesir dengan pola yang sama, sebagaimana juga dijelaskan oleh Syaikh Athiyyatullah Al-Libi Rahimahullah di atas. Ini semua merupakan bentuk pencitraan buruk terhadap Islam dan Gerakan Islam, membuat umat menjauhi dan trauma dengan Islam yang berbau Islam , semua yang berbau Jihad, Islam, Hukum Islam adalah buruk, keji, biadab. Demikianlah, musuh-musuh Islam membuat makar kepada Islam, Jihad dan Mujahidin dan Allah Ta’ala adalah sebaik-baik Pembalas makar mereka.
Sejumlah media Islam yang cukup eksis di internet mengungkap sebuah artikel yang cukup panjang mengenai persoalan tersebut, cuplikan dari tulisan media tersebut menyatakan:
Mengenal Ciri-Ciri Gerakan NII
Sekarang media massa hingar bingar dengan peristiwa dialami anak-anak muda yang “hilang”, dan kemudian diketemukan dalam keadaan seperti “linglung”, serta menurut pengakuan mereka, mereka mengalami pencucian otak. Benarkah mereka yang “hilang” itu menjadi korban dari proses cuci otak yang dilakukan oleh NII?
Berbagai kajian yang pernah diterbitkan media massa Islam, menilai ada NII yang menyimpang jauh dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, dan disebut-sebut memiliki kaitan erat dengan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat.
Pondok pesantren modern ini berdiri pada akhir tahun 1990-an, dan diresmikan oleh Presiden RI B.J. Habibie. Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Abu Toto alias Syeikh Panji Gumilang itu, bukan hanya diresmikan oleh Presiden BJ Habibie semata, tetapi sejumlah tokoh penting pernah berkunjung dan memberikan bantuan kepada Pesantren Az-Zaytun, konon termasuk diantaranya sejumlah tokoh penting militer dan intelijen, dan bahkan diisukan mendapat suntikan dana dari Pemerintah Kerajaan Inggris.
Sampai sekarang media massa meributkan tentang NII dan dikaitkan dengan Az-Zaytun, tetapi tidak pernah ada tindakan apapun terhadap pesantren dan pengasuhnya. Seakan Pesantren itu kebal dari aparat dan hukum. Sementara itu, orang-orang yang mempunyai kaitan dengan NII, banyak yang kemudian menjadi tersangka atau dipenjara dalam waktu tertentu. Entah dituduh sebagai teroris atau melakukan gerakan yang dianggap menjadi ancaman keamanan negara.
Berbagai media massa Islam menampilkan hasil-hasil penelitian, analisis para pakar, hingga kesaksian para mantan santri pesantren tersebut sebagai bukti “kesesatan” Al-Zaytun dengan NII “jadi-jadiannya”.
Banyak yang mengatakan bahwa yang muncul ke permukaan yang menjadi fenomena sekarang ini, dan berlanjut menjadi sebuah permasalahan pelik, merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk menghancurkan umat Islam di Indonesia. Seandainya, argumentasi ini benar, wajar bagi umat Islam untuk menjadikan pihak-pihak yang terkait dengan gerakan tersebut sebagai ancaman serius yang selalu harus diwaspadai. (Untuk lebih detail mengenai kesesatan NII yang ditunggangi musuh-musuh Islam, silahkan kunjungi: http://www.nahimunkar.com/ciri-ciri-aliran-sesat-nii-dan-cara-mereka-cari-mangsa/ atauhttps://moslemsunnah.wordpress.com/2011/04/25/bukti-kesesatan-nii-negara-islam-indonesia/)
Lemkari ,Islam Jamaah atau LDII
Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec. Purwoasri, Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (Tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan
Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka bilang bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama sebelumnya Islam Jama’ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits.). Pengikut tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR.
Ediologi Takfir Jamaah ini
Mereka juga mengatakan dalam beberapa penjelasannya bahwa mereka mengklaim golongannya yang benar dan diluar mereka salah. Hal dapat kita dapatkan di antaranya :
“Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi,” (Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman 8).
Menganggap shalat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk golongan LDII. Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah.
Dengan hal ini Ulama indonesia yang berkumpul dalam wadah MUI bersepakat bahwa aliran ini sesat dan menyesatkan. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo).
Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya:
- Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
- Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk).
- Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.
Detail tentang aliran ini dapat kita dapatkan dari testimoni dari mantan anggota mereka yang telah keluar dari aliran sesat ini. (Lihat surat 21 orang dari Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
Lihat buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001. Dan kita juga bisa mengunjungi web site di bawah ini : http://www.nahimunkar.com/keluar-dari-kubangan-sesat-jamaah-galipat-burengan-kediri/#more-2349
Baik KW9 dan LDII adalah underbow bagi partai pemerintah rezim murtad orde baru yaitu Golkar yang merasa diuntungkan dengan penyimpangan ormas dan jamaah ini, sehingga ummat islam merasa alergi dengan islam itu sendiri dan kemudian mendukung partai pemerintah, mereka juga menjadi penyeimbang bagi gerakan yang mengancam kekuasaan orde baru saat itu.
Cara ini terbukti cukup efektif dalam memberikan pencitraan buruk Islam, sehingga dakwah kita tersendat dikarenakan Ummat Islam akan bersifat Apriori / curiga, hal ini secara tidak sadar telah menjauhkan gagasan Islam dengan ummat islam itu sendiri, maka terkadang para du’at dan Astatidz perlu pandai bermanuver dan berkompromi terhadap kebiasaan-kebiasaan masyarakat, jika tidak mereka akan dimusuhi, ditolak dakwah nya dan bahkan terusir dari wilayah garapan dakwahnya .
Modus dan penyimpangan ini cukup sukses dan di adopsi banyak pemerintah thaghut di negeri Islam didalam menghadapi radikalisme Islam, mereka dibenturkan, menjadi penyeimbang, manjadi isu hangat, pembentukan opini dan menjadi alasan untuk memberangus gerakan Islam dimana saja, sekalipun gerakan Islam itu menempuh jalur non kekerasan sekalipun seperti Ikhwanul Muslimin di mesir, La Haula walaa quwwata.
Makar Jahat Thaghut dan Kebodohan Kaum Ekstrim dalam Merusak Jihad Al-Jazair
Setelah merdeka dari negara Perancis pada tahun 1962, Aljazair dipimpin oleh Presiden Bella. Kemudian munculah Boumedienne sebagai Presiden setelah menggulingkan Bella dan berkuasa selama 16 tahun. Posisi Presiden Aljazair kemudian digantikan oleh Chadli Benjedid, Dia adalah Sekjen Partai Pembebasan Nasional (FLN). Asal tahu aja, FLN adalah satu-satunya partai yang ada di Aljazair. Setelah terjadi pemberontakan dan penentangan terhadap pemerintahan dan FLN, Bendjedid melakukan reformasi dengan mengizinkan berdirinya partai-partai baru. Nah baru pada tahun 1989 berdirilah sebuah partai yang bernafaskan Islam bernama le Front Islamic du Salut (FIS). FIS ini didirikan atas desakan masyarakat Aljazair yang mayoritas muslim. Umat Islam Aljazair kecewa karena satu-satunya partai yang dibentuk pada masa pemerintahan Boumedienne yaitu FLN yang berasaskan sekular gagal dalam mewujudkan kemajuan.
Pendekatan intensif yang dilakukan terhadap rakyat oleh FIS rupa-rupanya berhasil. Hasilnya dalam waktu yang singkat, simpati rakyat pun tertuju pada FIS, hingga mengantarkannya kepada kemenangan pemilu. Umat Islam menyambut gembira kemenangan FIS ini. Rakyat Aljazair menginginkan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik dengan Islam. Kemenangan FIS pada pemilu putaran pertama dan kedua menunjukan bahwa sebagian besar rakyat Aljazair menginginkan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang lebih Islami. Sudah cukup bagi FIS dan pemerintahan yang akan terbentuk setelahnya untuk menerapkan Islam.
Akan tetapi sayang sekali, keinginan mulia kaum muslimin Aljazair untuk hidup dalam naungan Islam harus sirna ditelan sang diktaktor yang menjadi bodyguard-nya sistem sekuler. Harapan tegaknya pemerintahan Islam pun tinggalah harapan, kemenangan FIS pada pemilu saat itu membawa dilema tersendiri bagi presiden Aljazair kala itu, Benjedid. Pada satu sisi ia harus menegakkan demokrasi yang berarti dia harus mengakui kemenangan FIS, membiarkan FIS berkuasa. Tapi di lain pihak ia mendapat tekanan dari militer dan Barat untuk membatalkan hasil pemilu untuk menjegal FIS.
FIS harus menelan pil pahit saat militer mengambil alih dan memburu para aktivisnya untuk dijebloskan ke penjara, dalam tragedi pembantaian junta militer Aljazair terhadap para tokoh, anggota dan pendukung Partai Front Penyelamat Islam (le Front Islamique du Salut/FIS). Tindakan junta militer Aljazair yang membantai ribuan rakyat Aljazair, belum ditambah dengan penahanan, penyiksaan dan pemerkosaan kaum muslimin dan muslimat yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam, telah merubah gerakan Islam di daerah tersebut untuk mengambil jalan Jihad fi Sabilillah dalam wadah Al-Jamaah Al-Islamiyah Musalahah.
Namun, bergabungnya sejumlah tokoh yang telah bebas dari penjara dan para bekas tawanan Muslim dalam gerakan jihad, serta masuknya tokoh-tokoh yang terkenal penyimpangannya di Peshawar sejak era Jihad Afghan I melawan Soviet, telah membawa atmosfer kemarahan yang tidak wajar, dendam terhadap lingkungan yang berujung pada sikap ghuluw (berlebihan), saling mengkafirkan bahkan saling bunuh sesama mujahidin yang puncaknya pada peristiwa kegagalan total gerakan jihad dan diberangusnya eksistensi mujahidin. Keadaan tersebut, bahkan memaksa Syaikh Athiyatullah Al-Liby keluar dari Aljazair karena nyaris dibunuh oleh kelompok takfiri ini. Sementara pada saat itu, Syaikh Athiyatullah mendapat mandat dari Syaikh Usamah bin Laden dalam membantu Jihad.
Rusaknya gerakan Jihad di Aljazair pada saat itu disebabkan oleh masuknya pemahaman takfiri di kalangan Jihadis di sana, operasi militer di pasar-pasar, masjid-masjid dan tempat-tempat umum telah membuat trauma yang cukup efektif sehingga berhasil memisahkan mujahidin Al-Jazair dari umat Islam disana.
Oleh sebab itu, ketika terjadi Arab Spring / Musim Revolusi Arab pada pertengahan 2011, umat Islam di sana tidak banyak merespon terhadap kejadian seperti di Mesir, Yaman, Suriah, Tunisia dan Bahrain.
Memang benar, umat Islam di Aljazair trauma dengan bentuk-bentuk kekerasan melawan militer pasca pembatalan kemenangan partai FIS di masa-masa sulit pada tahun 1990an sehingga menimbulkan antipati rakyat terhadap pemerintah. Akan tetapi, pemahaman takfiri membuat Jihad di Aljazair gagal mencapai cita-citanya akibat komukasi politik yang sangat buruk terhadap umat.
Hal ini terbukti efektif membungkam gerakan Islam dan menjauhkan kekuatan pendukungnya. Syaikh Abu Mus’ab As-Suri Fakallahu Asrah menjelaskan bahwa kebijakan Barat Salibis melalui penguasa rezim murtad adalah dengan membantu aliran takfir untuk tampil kepermukaan, juga menyebarkan benih-benih takfir dengan operasi badan intelijen. Mereka juga menggunakan sarana media untuk mencampur adukan pemikiran takfiri dengan pemikiran Jihadi. Tujuannya adalah membenturkan antara kedua kelompok tersebut, inilah yang diterapkan tahun 1993-1997 dan mereka berhasil ( Perjalanan Gerakan Jihad 1930-2002 penerbit Aljazeera)
Hal ini pula lah yang disebutkan berungkali oleh Syaikh Athiyyatullah Al-Libi Rahimahullah bahwa jihad Aljazair telah dirusak oleh orang-orang yang ghuluw (ekstrem) di dalam beragama sehingga orang sebaik beliau pun tidak luput dari upaya makar dan pembunuhan dari orang-orang ghuluw tersebut dan kisah beliau telah di tulis oleh Syaikh Abu Bara’ Al-Kuwaiti murid beliau sekaligus kawan seperjuangan beliau, di antara kisah beliau yang ia sebutkan :
“Pada tahun 1995 M dan atas arahan Syaikh Usamah bin Ladin, Syaikh Athiyatullah Al-Libi berangkat ke Aljazair untuk turut serta memimpin jihad di Aljazair. Namun karena orang-orang yang gampang mengkafirkan (Takfiriyyun) seperti Antar Az-Zawabiri, Jamal Az-Zaituni dan lain-lain menguasai medan jihad di sana, maka Syaikh Athiyatullah Al-Libi keluar dari Aljazair dengan terpaksa —sebagaimana beliau ceritakan kepada saya— setelah beliau mengalami upaya pembunuhan oleh kelompok takfiriyah tersebut.
Beliau dan dua orang ulama mujahidin yang bersama beliau akan dibunuh karena mereka mengingkari sebagian tindakan kelompok takfiriyah (Jama’ah Islamiyyah Musallahah) tersebut. Maka mereka membuat makar dengan menempatkan Syaikh Athiyatullah Al-Libi di sebuah tempat, lalu mereka mengatakan: “Jamal Az-Zaituni akan datang untuk menemuimu di sini.”
Namun syaikh dengan kecerdasan dan ketajaman firasatnya mencium bau persekongkolan busuk mereka. Maka beliau pun melarikan diri dan menempuh perjalanan yang sangat panjang untuk keluar dari Aljazair. Beliau dikaruniai berkah sehingga akhirnya bisa tiba di Afghanistan untuk kedua kalinya.” (Majalah resmi Al-Qaeda Khurasan,Thalai’ Khurasan Edisi 21 / Ramadhan 1433 H)
Hal demikian juga diceritakan beliau didalam kitab beliau Jawabus Su’al fi Jihad Difa’i tentang keadaan mereka, kisah tersebut sebetulnya juga terjadi di Indonesia sebagaimana yang saya sebutkan di atas, dan Syaikh menceritakan pengalamannya menurut yang beliau lihat dan saksikan sendiri di beberapa negara tentang perasoalan tersebut. Beliau menutup keterangannya tentang mereka dengan mengatakan:
“Demikian juga yang kami dengar tentang keadaan mereka, di beberapa tempat dan beberapa negara. Kisah-kisah mereka hampir serupa di setiap tempat. Kalian nanti juga akan melihat keadaan tersebut pada diri mereka, Abu Maryam Al-Mukhlif dan para pengikutnya. Maka ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki akal sehat.
Hal ini, demi Allah, merupakan bukti nyata bagi orang yang memiliki hati, mau merenungkan dan menginginkan kebenaran. Bagaimana mungkin thaghut rela kepada mereka dan membiarkan mereka bebas bergerak dan beraktifitas di negaranya, seandainya mereka memang benar di atas kebenaran, tauhid dan jalan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Namun thaghut mengetahui bahwa mereka adalah benih kerusakan dalam “jama’ah muslimah”, yaitu di tengah kaum muslimin. Maka thaghut membiarkan mereka membuat kerusakan (di tengah umat Islam), bahkan terkadang thaghut mendukung mereka, membuka pintu lebar-lebar untuk mereka dan memberi bantuan kepada mereka dalam sikap ekstrim mereka sehingga thaghut mempergunakan mereka untuk “memukul” kaum muslimin. Cukuplah Allah sebagai pelindung kita dan Dialah sebaik-baik pembela.” (Jawabus Su’al fi Jihad Difa’i dan diterjemahkan oleh Manjaniq Media dengan judul Mudah Mengkafirkan hlm. 67-68)
Dari kasus kejadian di atas, terlihat bahwa kegagalan Dakwah dan Jihad kita semua justru di akibatkan masalah internal kaum muslimin, baik dalam perkara-perkara strategi maupun perkara pemahaman, kita terjebak kepada masalah yang sebetulnya tidak penting tetapi menganggapnya sebagai persoalan yang sangat penting, kita lupa kepada musuh utama kita, sedangkan potensi konflik sesama kita, kita obral dan angkat sehingga secara tidak sadar menjadi celah pintu masuk musuh umat Islam untuk membuat makar, perpecahan, permusuhan dan kebencian. Lalu kita saling baku bunuh didalamnya.
Sungguh musuh-musuh kita menikmati pertikaian ini, mereka dapat bersantai sejenak, duduk sejenak dan tidur sejenak, sementara kita habis binasa dengan pertikaian sesama kita. Hal inilah yang menjadi sebab kekalahan kita, jauhnya kita dari pertolongan Allah, jauhnya kemenangan kita di dalam menghadapi musuh-musuh utama kita.
Musuh-musuh kita telah sukses memperdaya kita, memecah belah persatuan dan barisan kita, lihatlah para ulama dan para asatidz, tokoh umat Islam dalam thiyyar jihadi saja sudah seperti ini, dahsyatnya fitnah Dajjal dan Fitnah Duhaima / kegelapan ini, walau oknum Dajjalnya sendiri belum datang, tetapi peristiwa yang mengiringinya tidak beda jauh kesesatanya dan gelapnya dari Dajjal itu sendiri, sehingga Al-Haq dianggap Al-Batil, begitupun sebaliknya Al-Batil dianggap sebagai Al-Haq.
Maka benarlah nasihat tokoh tabi’in bernama Sufyan bin Uyainah Rahimahullah:
“Jika manusia berselisih (dalam perkara agama ini di masa kamu hidup didalamnya) maka berpeganglah (kembalilah) kepada fatwa / ucapan ahli tsugur karena kebenaran ada pada mereka, Allah ta’ala berfirman:
‘Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik’.” (Q.S. Al-Ankabut: 69)
Berdasarkan pendapat para Ulama tersebut, jika ada orang yang berselisih pendapat dengan orang-orang yang secara nyata telah berjuang di medan jihad, sedang dirinya sendiri sama sekali belum pernah ke medan jihad maka pendapatnya harus ditinggalkan dan mengambil pendapat para ulama yang berjuang yaitu para ulama yang kita kenal kejujuran, karya-karyanya, keteguhannya di dalam jihad, istiqomahnya mereka di dalam perkataan dan perbuatan mereka walau musuh-musuh Islam menawannya.
Maka dalam masalah ini kita akan melihat bagaimana kekhawatiran dan kehati-hatian mereka, firasat mereka akan lahir dan tumbuhnya praktik-praktik penyimpangan dalam jihad hari ini, yang secara tidak sadar telah menggembosi Jihad, merusak Jihad, memperburuk citra Jihad dan mujahidin yang penuh barokah ini.
Kekhawatiran para Qiyadah Al-Qaeda Akan Penyusupan Kaum Ghulat/Ekstrimis
Keprihatinan Ulama dan Komandan Mujahidin Al-Qaeda akan fenomena kemunculan individu dan kelompok yang sangat mudah dan gegabah dalam mengkafirkan sesama muslim ini (sedangkan dalam benak dan keyakinan orang-orang “aneh” tersebut: mereka tengah mengkafirkan orang musyrik) telah memberikan dampak sangat buruk, tidak saja kepada aspek dakwah, namun juga kepada aspek jihad di jalan Allah ta’ala.
Bahkan, Asy-Syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah pun ikut menyayangkan fenomena ini. Dalam surat yang beliau tulis kepada syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah, beliau merekomendasikan kepada syaikh Athiyatullah Al-Libi untuk menulis sebuah buku panduan ringkas guna menyikapi fenomena mudah dan gegabah dalam mengkafirkan sesama muslim tanpa mengindahkan kaedah-kaedah syariat tersebut.
Dalam surat yang melampirkan pernyataan bela sungkawa atas gugurnya syaikh Musthafa Abul Yazid rahimahullah (amir Al-Qaeda wilayah Afghanistan dan Pakistan) dan pengangkatan syaikh Athiyatullah Al-Libi sebagai amir baru Al-Qaedah wilayah Afghanistan dan Pakistan tersebut, syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah antara lain menulis:
“Setelah ikhwan-ikhwan di daerah-daerah melaksanakan dengan penuh komitmen buku panduan (operasi militer Al-Qaeda, edt) tersebut, maka alangkah baiknya apabila antum dan syaikh Abu Yahya Al-Libi menulis sejumlah artikel untuk menasehati para aktivis di media jihad secara umum, termasuk di dalamnya para penulis yang membela mujahidin dalam situs-situs internet.
Syaikh Yunus (Al-Mauritani, pengawas operasi militer Al-Qaedah untuk wilayah Asia Barat dan Afrika, edt) telah menulis surat kepada saya menjelaskan pentingnya merilis sebuah buku panduan ringkas yang menjelaskan sikap kita dari masalah pengkafiran yang tidak mengindahkan kaedah-kaedah pengkafiran dalam syariat.
Maka saya menulis surat balasan kepadanya bahwa saya akan mengirimkan kepada Anda surat yang telah beliau tulis kepada saya. Surat tersebut saya lampirkan di akhir surat saya ini. Saya juga telah meminta beliau untuk terus-menerus mengirimkan pengamatan-pengamatan beliau kepada Anda, agar Anda menulisnya dengan gaya bahasa Anda, mengingat musuh (AS dan aliansinya, edt) bisa mengetahui sosok beliau yang sebenarnya melalui para tawanan yang mengenal gaya bahasa beliau melalui penelaahan artikel-artikel beliau di situs internet.” (Rasail Syaikh Usamah bin Ladin al-lati Nusyirat Ba’da Istisyhadihi, risalah no. 19, hlm. 14).
Surat-surat Syaikh Usamah tersebut ditemukan di rumah beliau di Abottabad oleh pasukan salibis AS dan dipublikasikan oleh Combating Terrorism Center (CTC). Surat syaikh Usamah no. 19 tersebut ditulis pasca gugurnya syaikh Musthafa Abul Yazid, sekitar bulan Mei 2010 M.
Adapun syaikh Yunus Al-Mauritani dalam suratnya kepada syaikh Usamah bin Ladin ~yang juga dilampirkan oleh syaikh Usamah dalam suratnya kepada syaikh Athiyatullah Al-Libi~ menyebutkan dua bentuk ketergelinciran yang sangat berbahaya, yaitu dalam bidang keamanan (security) dan sikap ekstrim-mengkafirkan tanpa mengindahkan kaedah-kaedah pengkafiran sesuai syariat.
Beliau menulis:
“Kedua, ketergelinciran sikap ekstrim dan mengkafirkan tanpa mengindahkan kaedah-kaedah syariat. Dalam hal ini sangat perlu menjelaskan sikap kita dengan cara yang tidak mendua dan tidak ada kesamaran lagi, dan harus dibuat sebuah buku panduan ringkas namun jelas dan tegas, ditujukan kepada setiap pemuda kebangkitan.
Faedah-faedah buku panduan ringkas tersebut tidak asing lagi, seperti menjelaskan keyakinan yang kita yakini dalam agama Allah, nasehat bagi diri kita dan orang-orang yang kita cintai dari kalangan seluruh makhluk, dan mencampakkan tuduhan-tuduhan ini (bahwa kita adalah orang-orang yang serampangan mengkafirkan, edt) dari diri kita dan meluaskan cakrawala wawasan saudara-saudara kita.
Sebab saat ini kita menghadapi suatu fase di mana sempitnya cakrawala wawasan telah menjadi fenomena mematikan, kebodohan terhadap syariat menjadi hal yang menghancurkan, tidak menyebar ratanya kesadaran syariat dalam taraf yang mencukupi telah menjadi padang penggembalaan yang buruk. Apalagi saat ini mulai menyebar luas di situs internet istilah “salafi jihadi”, sehingga dikatakan “fulan bukan berada di atas manhaj salafi jihadi” dan ucapan-ucapan semisalnya.
Ini merupakan perkara yang sangat berbahaya, terutama dengan mulai munculnya “tokoh-tokoh” aliran ini yang dianggap sebagai bagian dari kita (Al-Qaedah, edt) namun membangun pendapat-pendapat yang sangat ekstrim dan tegas (pasti, qath’i) dalam perkara-perkara ijtihad yang sifatnya zhanni. Lalu atas dasar pendapat-pendapat sangat ekstrim tersebut mereka memilah-milah manusia dan mengklasifikasikan mereka dengan cara yang nampak jelas tidak terlepas dari tangan-tangan DINAS INTELIJEN dan para INFILTRAN. Kemungkinan itu ada, meskipun kita tidak memastikannya.
Hal ini akan membatasi kita dan mengucilkan kita dari umat Islam oleh klasifikasi-klasifikasi yang sakit seperti ini, yang lebih dekat kepada sikap saling mencela dengan pangggilan yang buruk, daripada kepada upaya menegakkan agama.
Kalian telah mengalami hal seperti itu di Peshawar dan kalian telah melihat dampak-dampak negatifnya di Aljazair.
Jika prinsip (mengklasifikasikan orang atas dasar pendapat-pendapat sangat ekstrim) ini telah tertanam secara mendalam dalam diri manusia, maka ia terkadang menyebabkan orang-orang akan terhalangi dari mengatakan kalimat kebenaran karena takut klasifikasi-klasifikasi tersebut.
Maka penyakit ini harus diberantas sejak dini, meluaskan cakrawala pemahaman manusia dan mengajak mereka kepada kebenaran dengan cara yang bijak.
Kita bukanlah pihak yang memonopoli orang-orang salafi, bukan pula memonopoli para pengikut madzhab-madzhab. Justru kita menjadi bagian dari seluruh umat Islam dan kita mengambil pendapat para ulama mereka sesuai kadar kesesuaiannya dengan kebenaran dengan dalilnya.
Dalam hal itu kita tidak memiliki sedikit pun kerendahan. Kita tidak menjauhi para pengikut madzhab-madzhab yang diikuti meskipun mereka mengendarai punuk unta taklid. Kita juga tidak menjauhi para pengikut salafi meskipun mereka mengendarai punggung kuda ijtihad.
Setiap kelompok tersebut adalah bagian dari umat Islam, dan pendapat masing-masing kelompok tersebut bisa diambil dan bisa ditolak (berdasar kesesuaian atau ketidak sesuaiannya dengan syariat Islam, pent), kecuali pendapat orang yang kepadanya diturunkan surat al-Baqarah Shallallahu ‘alaihi wa Salam (maka wajib diterima semua pendapatnya karena berdasar wahyu Allah).
Dalam perkara-perkara yang sifatnya ijtihadiyah ‘amaliah (amal perbuatan), maka ada kelonggaran. Sementara mayoritas perkara yang sekarang ini kita berperang karenanya adalah perkara-perkara yang telah disepakati oleh para ulama Islam yang diakui kapabilitasnya.
Oleh karena itu harus dibuat sebuah buku panduan ringkas oleh sebagian ulama seperti syaikh Abu Yahya (Al-Libi, edt) dan syaikh Mahmud (Athiyatullah Al-Libi, edt), yang didalamnya mereka menjelaskan masalah-masalah pengkafiran dan menonjolkan aspek kehati-hatian dalam menjatuhkan vonis kafir atas individu-individu (takfir mu’ayyan) serta menjelaskan bahwa kehati-hatian dalam perkara tersebut adalah lebih layak daripada sikap gegabah, terlebih dalam kondisi-kondisi yang masih samar.
Adapun orang yang telah jelas statusnya dan telah terang perkaranya, maka ia dikafirkan dan vonis tersebut dijatuhkan oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas dan kelayakan atas hal itu.
Demikian juga selayaknya membuka pikiran mereka terhadap masalah-masalah syar’i dan masalah-masalah siyasah (taktik, politik, edt) sehingga mereka naik kepada level: “Orang mukmin itu cerdas dan teliti (tak gegabah).”
Saya berpendapat bahwa memakai sarana artikel “Jawaban atas pertanyaan tentang jihad defensif” ( jawabus Su’al Jihad Difa’i) karya syaikh Mahmud ( Syaikh Athiyyatullah Al-Libi) akan sangat bermanfaat sekali dalam masalah tersebut dan hendaknya artikel tersebut dipublikasikan seluas mungkin dengan beragam cara dan sarana.” (Rasail Syaikh Usamah bin Ladin al-lati Nusyirat Ba’da Istisyhadihi, risalah no. 19, hlm 47-48 juga telah dimuat muqadimah terjemahan Jawabus Su’al penerbit Manjaniq media)
Hari ini kekhawatiran para Syuyukh menjadi kenyataan, setelah kaum ghulat/ekstrimis berhasil menggagalkan Jihad di Aljazair dan Iraq kini mereka mengulangi kesuksesan di Syam. hal ini mungkin tidak disadari oleh kita semua, akan tetapi kesamaan modus operandinya bisa kita kenali dari tanda-tandanya, ciri-ciri dan sifat-sifatnya. Dan kejadian seperti ini kembali terulang berkali-kali tanpa kita sadari.
Terdapat sebuah riwayat yang menyatakan:
Orang yang beriman tidak jatuh/tersakiti pada satu lubang dengan dua kali.
Benar! Orang mukmin tidak akan jatuh pada lubang yang sama, benarlah ungkapan hadits di atas dan Abu Ubaid berkata: “Makna dari hadits diatas adalah tidak layak seorang mukmin apabila dilukai dari satu sisi kemudian ia kembali padanya.”
Agama kita melarang kita berbuat ceroboh dan mudah tertipu serta wajib bagi kita senantiasa sadar dan waspada. Maka apabila seorang mukmin tersengat binatang dalam satu lubang untuk kali pertama maka itu satu kelalaian. Namun jika ia kembali memasukkan tangannya kedalam lubang tersebut maka itu kebodohan, kedunguan dan ketololan.
Kesimpulan Gerakan Takfiri ini
Syaikh Abdul Aziz bin Syakir Asy-Syarif hafizhahulah menyebutkan bahwa sikap mereka yang ekstrim, mudah dan gegabah dalam mengkafirkan tersebut ~sadar maupun tidak sadar~ telah melayani musuh-musuh Islam. Sikap mereka tersebut ~sadar maupun tidak sadar~ telah merusak dakwah dan jihad dari tiga aspek:
Pertama, memisahkan mujahidin dari umat Islam dengan menggambarkan mujahidin ~bagi orang awam yang bodoh dan tidak mengenal hakekat mujahidin~ sebagai orang-orang ekstrim yang mengkafirkan kelompok-kelompok, ulama-ulama dan juru dakwah Islam yang berbeda pendapat dengan mujahidin.
Kedua, menyebarluaskan pemahaman-pemahaman ekstrim di tengah kelompok-kelompok mujahidin dalam perkara-perkara yang sifatnya ijtihad fiqih yang bersifat zhanni. Akibatnya sebagian mujahidin yang terkena racun pemikiran-pemikiran tersebut akan mengarahkan peperangan mereka kepada umat Islam sendiri, yaitu orang-orang Islam yang mereka vonis sebagai “orang-orang musyrik”, “orang-orang kafir” dan “ahlu bid’ah”. Hal itu akan mengalihkan konsentrasi mujahidin dari memerangi aliansi zionis, salibis, paganis dan komunis yang memerangi kaum muslimin.
Ketiga, mengecilkan dan meremehkan kedudukan para ulama mujahidin dan komandan mujahidin dalam pandangan masyarakat serta mencela mereka, dengan tuduhan para ulama mujahidin dan komandan mujahidin memiliki kelemahan di bidang kajian syariat dan tidak memiliki ilmu yang mumpuni.
Dengan demikian masyarakat luas akan meragukan kemampuan para ulama mujahidin dan komandan mujahidin. Lalu masyarakat akan meninggalkan para ulama mujahidin dan komandan mujahidin, terutama para ulama dan komandan yang memiliki peranan penting dalam mengatur jihad di bidang syariat maupun operasi lapangan.
Jika umat Islam telah hilang kepercayaan kepada para ulama mujahidin dan komandan mujahidin serta meninggalkan mereka, maka umat Islam akan menyerahkan kepemimpinan dakwah dan jihad mereka kepada orang-orang bodoh dan “anak-anak kecil”.
Usaha memetik kemenangan dakwah dan jihad yang telah dirintis selama puluhan tahun oleh para ulama mujahidin dan komandan mujahidin akan musnah begitu saja dalam hitungan waktu yang singkat oleh orang-orang yang disifati oleh nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Salam sebagai “orang-orang yang muda usianya dan sempit wawasannya”.
Pada saat itulah umat akan menemui kehancurannya dan musuh-musuh Islam bertepuk tangan karena meraih kemenangan dengan “meminjam” tangan orang-orang Islam sendiri. (Syaikh Abdul Aziz bin Syakir Asy-Syarif, Tanzihu I’lam Al-Mujahidin ‘an ‘Abatsi Al-Ghulat Al-Mufsidin, hlm. 17)
Tidak heran apabila banyak ulama dan komandan mujahidin mensinyalir bahwa dinas intelijen para thaghut dan LSM-LSM zionis-salibis biasa menunggangi atau melakukan infiltrasi lewat orang-orang yang sangat ekstrim, mudah dan gegabah dalam mengkafirkan tanpa mengindahkan kaedah-kaedah syariat.
Silahkan mengkaji, misalnya, artikel yang dimuat oleh situs mimbar at-tawhid wal jihad yang berjudul “Hal hunaka ‘alaqatun baina Muassasah Rand wa ghulat at-takfir” (Apakah ada kaitan antara Rand Corporation dan orang-orang yang ekstrim dalam masalah pengkafiran?), lihat http://www.tawhed.ws/r?i=16011030.
Kita tertipu dengan euforia khilafah palsu ala Al-Baghdadi, hausnya kita kepada Khilafah Islamiyah hari ini tidak menjadi alasan hilang kewarasan otak kita , insting kita dan logika kita!
Rindu kita, semangat kita dalam penegakan Syariat Islam di bumi ini tidak menjadikan alasan kita sebagai busur dan mata pedang untuk dada-dada kaum muslimin lainnya.
Tidakah kita mengambil pelajaran dari kegagalan kita yang lalu, cukuplah pengalaman pahit kegagalan saudara-saudara kita di Mesir dan Aljazair menjadi Ibrah/pelajaran yang baik untuk tidak di ulangi dan disebarkan. Mengapa kita tidak melihat dulu, bersabar dan meminta nasihat kepada penghulu kita dalam Jihad kita?
Sadarkah kita, bahwa kita telah di gunakan musuh untuk melawan saudara-saudara kita yang tidak sependapat dalam beberapa masalah Furu’ dan yang kita anggap Ushul/ pokok, dan tidak masuk akal jika ini menjadi alasan kita untuk meng-eksekusi, memenggal kepala saudara-saudara kita muslim terlebih sesama Mujahid , wal Iyyadzubillah.
Demikian adanya, bila ada kebenaran datangnya dari Allah dan kekurangan, kesalahan dan kealpaan dari pribadi saya-Wallaahu a’laam bis-shawaab.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.
(aliakram/arrahmah.com)