(Arrahmah.com) – Telah diketahui bahwasanya Mesir, Syam, Afrika Utara adalah daerah-daerah yang berada di bawah penguasaan kekaisaran Roma, Bizantium. Tampuk kekuasaan dalam kekaisaran adalah seorang Kaisar yang telah menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota negaranya. Kaisar memiliki hak untuk mengambil keputusan. Untuk itu, dia dibantu oleh beberapa orang tim ahli dan para penasehat. Untuk daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Bizantium, umumnya diterapkan hukum militer. Banyak barak-barak militer didirikan di beberapa daerah yang berbedabeda.
Sebelum Islam datang, telah terjadi beberapa kali peperangan yang melibatkan kerajaan Persia dan kekaisaran Romawi. Oleh sebab itu, kekaisaran ini menerapkan hukum militer dan semakin meningkat seiring dengan intensitas peperangan yang dilakukan. Semua itu dilakukan untuk kepentingan umum dan menjaga keselamatan rakyat memiliki potensi besar terkena musibah perang di sejumlah daerah seperti Syam, Mesir, Jazirah Arab dan daerah lainnya. Hal tersebut disesuaikan dengan lingkup daerah konflik antara Persia dan Romawi. Perang antara keduanya pun berlangsung lama sebelum kedatangan Islam. Oleh karena wajib militer ditetapkan atas semua warga di bawah kekuasaan Romawi, mereka semua merasakan terbebani. Mereka juga harus membayar upeti dan pajak atas tanah yang mereka miliki, ternak yang mereka punya, dan juga atas kepemilikan lainnya. Selain tentunya, kewajiban membayar pajak yang dibebankan atas tiap kepala, meskipun pemerintah dan rakyatnya sama-sama Nashrani.
Pada masa perang tersebut, muncul aturan dari para penguasa agar rakyat memberikan pajak dan upeti untuk mereka sebagai imbalan dari apa yang telah mereka berikan kepada negara. Dengan demikian bertambahlah kewajiban rakyat membayar upeti. Para penguasa semakin bertindak lalim agar rakyat dapat melunasi kewajiban mereka kepada negara.
Agama yang umum dipeluk para penguasa dan rakyat Romawi adalah Nashrani. Oleh karena itu, para pemuka agama Nashrani memiliki kedudukan istimewa baik dalam pemerintahan maupun masyarakat. Selain mendapatkan kedudukan tinggi, mereka juga memiliki hak istimewa dalam interaksi dengan masyarakat, bahkan dalam masalah peribadatan. Seperti fatwa kewajiban untuk memberikan pajak dan upeti demi kebaikan gereja dan pengurus gereja. Bahkan, para pengurus gereja memiliki titah atas masyarakat umum, dan hukuman bagi mereka yang menentang keputusan mereka.
Agama Nashrani yang berkembang dalam kekaisaran Romawi memiliki beberapa versi atau sekte dan juga beberapa perbedaan ideologi, yang kemudian memunculkan perselisihan bahkan permusuhan antar beberapa gereja. Perbedaan itu banyak muncul di kota-kota besar, sehingga kemudian menimbulkan sentimen antar wilayah dan juga kesukuan dalam negeri Romawi. Sang kaisar Romawi telah berusaha menyelesaikan masalah tersebut, dengan cara mewajibkan doktrin teologis yang berkembang pesat di Konstantinopel untuk diikuti masyarakat di daerah lainnya, terutama di Mesir yang paling keras pergolakannya antara Kristen Koptik dan Kristen Romawi.
Pada kelanjutannya, masyarakat merasa teraniaya dan terpaksa karena campur tangan negara dalam urusan agama ini. Negara mewajibkan suatu aliran dan melarang aliran lainnya dengan dibantu gereja dan pemukanya. Negara juga pada akhirnya, mewajibkan upeti atas nama negara dan juga gereja. Hal inilah yang memudahkan Islam untuk masuk.
Dikutip dari: Penaklukan Dalam Islam, DR.Abdul Aziz bin Ibrahim Al Umari, Penerbit Darussunnah
(fath/kisahislam/arrahmah.com)