JAKARTA (Arrahmah.id) – Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini mengaku tidak mengetahui secara rinci kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) beras di Kemensos.
Risma mengatakan, kasus tersebut terjadi saat dirinya belum menjabat sebagai menteri.
Risma menyebut, penyaluran bansos beras itu dilakukan sekitar bulan April hingga September 2020. Hal itu berdasarkan kronologi dari surat-surat hingga dokumen yang dikumpulkan Sekretaris Jendral (Sekjen) Kemensos terkait penyaluran bantuan tersebut.
“Saya tidak tahu persis kejadiannya karena itu sudah terjadi sebelum saya masuk. Prosesnya sudah terjadi saat bulan April sampai 30 September 2020,” kata Risma dalam keterangannya, Selasa (21/3/2023).
“2020, jadi terakhir kalau saya terima itu ada kronologis yang dibuat itu 30 September 2020. Saya dilantik tanggal 23 Desember 2020,” ujarnya.
Pada tanggal tersebut, tercatat ada teguran dan arahan pelaksanaan percepatan penyaluran bansos beras.
Meski sudah mendapatkan kronologis berdasarkan surat-surat yang ada, Risma mengaku tidak tahu menahu ke mana saja surat-surat tersebut dikirimkan.
Lebih lanjut, Ia menegaskan sejak awal dirinya menjabat sebagai menteri, bantuan yang diberikan diubah dari barang menjadi uang tunai. Hal itu merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo.
“Pak Presiden menyampaikan bentuknya di awal saya jadi menteri, bu Risma enggak usah pakai barang, sudah uang saja. Makannya sejak zaman saya bantuan BLT Minyak Goreng semua jadi uang,” ucapnya.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami temuan kasus dugaan korupsi bantuan sosial beras (bsb). Bansos tersebut diberikan untuk keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2020-2021.
Temuan itu didapat ketika KPK mengusut kasus korupsi bansos Covid-19 yang menjerat matan Mensos Juliari Peter Batubara. Akibat kasus ini, KPK menduga terjadi kerugian keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Salah satu tersangka yang telah ditetapkan adalah mantan Direktur Utama (Dirut) salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tersangka tersebut juga merupakan mantan Dirut Transjakarta berinisial, MKW, yang baru saja mengundurkan diri.
KPK juga telah mencegah enam orang bepergian ke luar negeri. Permintaan pencegahan tersebut telah diajukan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pencegahan pertama dilakukan selama enam bulan lamanya terhitung 10 Februari hingga 10 Agustus 2023. Jika penyidik memerlukan perpanjangan, pencegahan akan diperpanjang oleh KPK.
(ameera/arrahmah.id)