DEPOK (Arrahmah.com) – Pakar Hukum Tata Negara, Dr Fitra Arsil, menyatakan hasil risetnya mengenai Perppu di berbagai Negara. Berdasarkan beberapa negara yang ia lihat bersistem kurang lebih sama, yaitu sistem negara demokrasi, presiden yang semakin banyak menetapkan Perppu, cenderung semakin tidak demokratis.
“Presiden di Amerika Latin (dulu) rajin menggunakan kewenangannya, membentuk Perppu. Pada masa pemerintahannya tahun 1988-1955, sudah 1.004 Perppu yang disahkannya. Kelama-lamaan jadi diktator,” tutur Dr Fitra, hari ini, di Gedung SnT, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, jumat (21/7/17).
Tidak hanya Amerika latin. Di Brazil, Argentina, Colombia, Chili, negara mengatur konstitusi tentang keberadaan Perppu. Menurut Dr Fitra, di berbagai negara, semakin sedikit Perppu yang dibuat, maka negara tersebut semakin demokratis, seperti di Argentina.
“Kalau presiden punya potensi kekuasaan yang besar, dia akan cenderung diktator.
Kalau dukungan parlemen tinggi, maka presiden akan berhasil,” lanjutnya.
Untuk konteks pemerintah di Indonesia, ia katakan, Presiden Joko Widodo semasa 3 tahun pemerintahannya, baru mengeluarkan dua Perppu saja, meski kontroversial. Namun, karena Presiden Joko Widodo memiliki basis masa yang kuat ditambah legislatif yang kuat, potensinya besar. “Kalau presiden punya konstitusional tinggi, ditambah partisannya besar, maka potensinya besar (untuk jadi diktator),” terangnya.
Maka dari itu, Ketua Bidang Studi Hukum Tata Negara FHUI ini menekankan agar Mahkamah Konstitusional menguji kembali Perppu No 2 tahun 2017 ini. Pasalnya, kekuasaan yang dimiliki cenderung besar. Ditambah partisan juga banyak, tetapi hak pengawasannya kecil. “Kekuasaan besar, partisan powernya besar. Sedangkan hak pengawasannya kecil. Di sisi lain punya sedikit pengawasan (dari pihak lain). Maka, MK perlu menguji kembali Perppu ini,” tandasnya.
Dr Fitra menambahkan, pada dasarnya, definisi Perppu ialah peraturan perundang-undangan yang memiliki daya ikat yang kuat tapi prosesnya singkat. Daya ikatnya sama persis seperti UU. Dia dilegislasi tidak sama caranya dengan UU karena singkat. Begitu diputuskan presiden langsung berlaku. Maka, dengan demikian ia menyebut presiden memiliki kekuasaan yang besar terkait penyetujuan Perppu.
“Itu salah satu kelemahan sistem presidensial. Tidak ada juara dua, hanya ada yang menang dan yang kalah. Yang menang menguasai sepenuhnya, sedangkan yang kalah tidak menguasai apa-apa,” ia mengungkapkan.
Mengenai aturan Perppu ini, beberapa negara menentukan batasan-batasan bagi Presiden. Seperti memberi jangka waktu, dan diikat dengan UU lain.
“Beberapa negara memberlakukan pembatasan terhadap Perppu ini. Karena berbahaya,” pungkasnya.
(wartapilihan/arrahmah.com)