SURIAH (Arrahmah.com) – Syaikh Abu Bashir Ath-Tharthusi menyampaikan sebuah risalah terkait koalisi internasional yang memerangi Islam dengan cara melawan Jamaah Daulah Islamic State (IS), atau sebelumnya dikenal sebagai Daulah Islam Irak dan Syam atau Islamic State of Irak and the Sham (ISIS), menggunakan dalih memerangi “terorisme”.
Syaikh Abu Bashir menegaskan bahwa mujahidin menolak keberadaan koalisi internasional ini serta mengharamkan dan menganggap dosa umat dan para putranya yang berniat untuk bergabung atau bekerjasama dengannya.
Namun dia juga memaparkan bahwa banyak orang meributkan hukum bekerjasama dan berkomplot dengan koalisi internasional ini hingga mereka seakan terlupa akan orang-orang yang harus dimintai pertanggung jawaban karena telah menyebabkan semua ini terjadi.
Berikut risalah lengkap Syaikh Abu Bashir yang diterjemahkan oleh tim Muqawamah Media pada Selasa (16/9/2014) tersebut.
***
Semua orang terlibat ingin mengklasifikasikan orang-orang, dan mengkafirkan siapa saja yang bekerjasama atau berniat untuk bekerjasama dengan koalisi internasional ini, namun mereka tidak melihat siapa sebenarnya yang menyebabkan terwujudnya koalisi ini? Siapa sebenarnya yang membantu akan terbentuknya koalisi ini, dan siapa sebenarnya yang mempermudah misinya, dan hingga kini masih terus membantunya?!
Bukankah ISIS dengan ketololan dan kecerobohannya, dengan perbuatannya yang salah, dan dengan pengkhianatan sebagian dari mereka, yang telah membantu terbentuknya koalisi internasional ini dan menyebabkan seluruh negara-negara di dunia murka terhadap negeri-negeri kaum muslimin?
Bukankah ISIS dengan ketololan dan kecerobohannya, dan dengan perbuatannya yang salah yang telah memberikan justifikasi secara moral dan politik kepada koalisi internasional ini? Dan mengumpulkan seluruh kalangan di penjuru dunia walaupun masing-masing saling berbeda, bertentangan dan berselisih untuk bersatu memerangi negeri-negeri kaum muslimin?
Kami dan juga orang-orang selain kami ingin mengatakan: Sesungguhnya kami menolak keberadaan koalisi internasional ini, kami juga mengharamkan dan menganggap dosa umat dan para putranya yang berniat untuk bergabung atau bekerjasama dengannya. Namun di mana sekarang orang-orang yang harus dimintai pertanggung jawaban karena telah menyebabkan semua ini terjadi? Di manakah mereka yang menolong dan masih terus menolong koalisi yang tujuannya busuk ini?
Sampai kapan kita harus berkutat dengan dampak-dampak yang ada tanpa beranjak untuk memperhatikan sebab-sebabnya? Sehingga dampak-dampak tersebut harus terjadi berulang kali di berbagai tempat dan waktu.
Perumpamaan kita dalam hal ini adalah seperti seseorang yang menyerahkan seorang tawanan lemah yang terbelenggu kepada singa buas yang lapar, sehingga singa itupun memangsanya. Dan ketika ia telah dimangsa, kita justru berdiam diri selama berbulan-bulan sambil terus mengutuk singa buas itu karena perlakuannya yang buruk terhadap sang tawanan yang lemah. Sementara sekalipun kita tidak pernah bertanya-tanya dan mengevaluasi, juga tidak pernah merubah kata-kata kita terhadap orang bodoh yang jahat lagi pengkhianat yang telah menyerahkan sang tawanan yang lemah itu kepada singa buas tadi!
Kita mengutuk kezhaliman dan kegelapan, namun sebagian dari kita adalah yang menyebabkan itu terjadi!
Kita mengutuk dominasi orang-orang kafir dan munafik terhadap negeri dan penduduk muslimin, namun sebagian dari kita adalah yang menyebabkan itu terjadi!
Kita mengutuk para pembunuh anak-anak, wanita dan lansia, namun sebagian dari kita adalah yang menyebabkan itu terjadi dan terlibat dalam melakukan hal yang serupa!
Kita melaknat penjajahan dan mengutuknya dalam waktu yang lama, padahal orang-orang bodoh di antara kita adalah yang menyebabkan itu terjadi dan menjadi penolongnya dalam keadaan sadar atau tidak sadar!
Sampai kapan kondisi ini akan terus berlanjut? Sampai kapan umat kita ini akan terus menjadi mangsa yang mudah tertangkap oleh nelayan?!
Sampai kapan kita akan terus bersikap longgar terhadap para musuh kita yang ingin menjalankan misinya di negeri-negeri kaum muslimin?!
Sampai kapan? Sampai kapan?!
(banan/arrahmah.com)