BALI (Arrahmah.com) – Setelah desakan untuk menyensor akses internet di BlackBerry, Research In Motion (RIM) kembali dilanda isu tak sedap. Kali ini soal pengemplangan pajak. Tak terima, vendor asal Kanada itu pun langsung mengeluarkan bantahan.
Dalam pernyataan resminya, RIM ingin mengklarifikasi bahwa selama ini dan seterusnya akan tetap mengikuti aturan hukum yang berlaku di pemerintahan seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Nah, terkait soal pajak. RIM mengaku selalu patuh untuk membayar semua pajak yang berlaku dari proses bisnisnya. Namun dengan tata cara yang sama dengan impor manufaktur lainnya.
“RIM bangga dapat menjadi kontributor yang signifikan kepada ekonomi lokal serta dapat melayani pasar lewat partnership dengan operator lokal yang dapat membuat profit signifikan dari layanan dan produk BlackBerry,” jelas keterangan yang disampaikan di sela BlackBerry Developer Conference Asia 2011 di Bali Convention International Expo, 13-14 Januari 2011.
Sebelumnya, Menkominfo Tifatul Sembiring pernah menyatakan bahwa RIM tanpa bayar pajak sepeserpun telah menangguk pemasukan yang sangat besar dari pasar BlackBerry Indonesia.
Disebutkan olehnya, di Indonesia saat ini ada sekitar tiga juta pelanggan BlackBerry. Sebanyak dua juta di antaranya merupakan pelanggan BlackBerry resmi dan sisanya black market.
Berdasarkan hitung-hitungan, jika rata-rata USD 7 USD per orang setiap bulan, RIM bisa menangguk pemasukan bersih dari Indonesia sekitar Rp 189 miliar per bulan atau Rp 2,268 triliun per tahun.
“CATAT : RIM tanpa bayar pajak sepeserpun kepada RI, tanpa bangun infrastruktur jaringan apapun di RI. Seluruh jaringan adalah milik enam operator di INA (Indonesia),” tegas Tifatul dalam tweetnya beberapa waktu lalu.
Posisi RIM saat ini memang sedang dipermasalahkan. Sebab, jika mengacu pada UU Telekomunikasi No 36/1999, RIM dinilai harusnya terlebih dulu memiliki izin lisensi sebagai operator telekomunikasi di Indonesia sebelum menyelenggarakan layanan BlackBerry.
Padahal selama ini, layanan BlackBerry bisa beroperasi di Indonesia berkat kerja sama dengan para operator seluler lokal. Namun, yang mengatur komunikasi data untuk jalur trafik internasional tetap dikendalikan langsung oleh RIM.
“RIM kan sudah seperti operator karena dia yang manage trafik akses mau ke mana. Suruh dia bikin lisensi sesuai aturan yang berlaku di sini. Legalnya kalau ada operator telekomunikasi yang beroperasi di Indonesia harus punya lisensi, dan harusnya dari dulu-dulu,” kata praktisi internet, Heru Nugroho.
Menurut Heru, RIM tak ubahnya seperti perusahaan ISP (internet service provider). Cuma NOC (Network Operating Center)-nya ada di Kanada.
“Nantinya, dengan BlackBerry harus berlisensi, pemerintah dinilai bisa menarik pajak penyelenggaraan BHP (biaya hak penyelenggaraan) dan USO (universal service obligation),” pungkas mantan Ketua APJII ini. (detikinet/arrahmah.com)