YERUSALEM (Arrahmah.com) – Bentrokan meletus di Tembok Barat di Kota Tua Yerusalem pada Jumat (8/3/2019) pagi ketika ribuan pemuda ultra-Ortodoks berbondong-bondong ke situs tersebut untuk mengganggu layanan khusus yang diselenggarakan oleh Women of the Wall.
Atas instruksi para rabi mereka, ribuan gadis remaja dari sekolah-sekolah tinggi keagamaan di seluruh negeri berkumpul di Kotel, sementara ratusan pemuda ultra-Ortodoks mencoba menerobos barikade polisi untuk menyerang kelompok yang sedang berdoa itu.
Ratusan wanita, termasuk banyak dari Amerika Utara, bergabung dengan Women of the Wall dalam layanan khusus Rosh Hodesh untuk menandai peringatan 30 tahun kelompok doa feminis multi-denominasi, yang juga bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional. Sejumlah orang dilaporkan cedera di peristiwa tersebut.
Saat pasukan keamanan berusaha untuk menjauhkan para wanita itu, para pria Haredi melampiaskan kemarahan mereka pada sekelompok besar lelaki yang keluar untuk mendukung Women of the Wall, termasuk para pemimpin gerakan Konservatif dan Reformasi Israel.
Para pemimpin dan pendukung Women of the Wall yang non-Ortodoks dicakar, diludahi, diintimidasi dan diancam. Sementara itu, para wanita yang berpartisipasi dalam layanan doa tersebut diserang oleh gadis-gadis ultra-Ortodoks.
Tembok Ratapan di Kota Tua Jerusalem – sisa dari kompleks Kuil Injil – saat ini memiliki bagian terpisah di mana pria dan perempuan berdoa.
The Jerusalem Post melaporkan 150 anggota kelompok bertemu dengan lebih dari 10.000 perempuan ultra-Ortodoks pada Jumat pagi, saling mengejek.
Sebagian pengunjuk rasa perempuan mengatakan kepada koran Haaretz bahwa mereka dibawa ke sana dengan menggunakan bus oleh sekolah keagamaan mereka untuk menghambat kelompok itu memasuki Tembok Ratapan.
“Saat berdoa, friksi terjadi antar para jemaat, termasuk Women of the Wall, dalam bentuk menyumpah dan berbagai komentar,” kata polisi.
Lewat sebuah cuitan, Women of the Wall mengatakan dua anggotanya harus dirawat karena kejadian itu. Kelompok tersebut kemudian dikawal ke bagian lain tembok yang memungkinkan jemaat non-tradisional berdoa.
Koran Haaretz melaporkan ratusan laki-laki ultra-Ortodoks juga berusaha menembus barikade polisi untuk memasuki kelompok perempuan, tetapi polisi berhasil mendorong kembali mereka.
Polisi mengatakan mereka telah menangkap satu pria yang berusaha menyerang perwira polisi.
Rabbi Tembok Barat, Shmuel Rabinowitz, meminta kedua pihak untuk tenang “menjaga Tembok Ratapan sebagai tempat persatuan dan bukannya perpecahan.”
Selama 30 tahun, kelompok Women of the Wall berjuang menentang peraturan yang melarang perempaun mengenakan skarf doa, berdoa dan membaca Taurat bersama-sama dengan suara keras di tempat itu.
Menurut tradisi Yahudi Ortodoks, perempuan seharusnya tidak melakukan ritus keagamaan ini.
Karena tekanan partai ultra-Ortodoks, pemerintah Israel pada tahun 2017 menghapus rencana membuat tempat berdoa semua jenis kelamin di tembok.
(ameera/arrahmah.com)