KHARTOUM (Arrahmah.id) — Ribuan pengunjuk rasa melakukan aksi protes di ibu kota Sudan, Khartoum pada Ahad (31/7/2022) waktu setempat menuntut diakhirinya kekuasan militer. Protes juga digelar menyusul penyelidikan oleh CNN yang mengungkapkan penjarahan emas Rusia di negara Afrika itu.
Bentrokan meletus setelah ratusan demonstran berusaha menuju ke Istana Republik kantor kepresidenan Sudan. Polisi mencegah mereka dengan menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa.
Video menunjukkan para pendemo memekikkan frasa menentang kekuasaan militer. Seperti diketahui militer menggulingkan pemerintahan sipil transisi Sudan pada 2021 dan memberikan pukulan telak bagi gerakan pro-demokrasi Sudan yang menggulingkan Presiden Omar al-Bashir dua tahun sebelumnya.
Pihak berwenang menutup jembatan utama Mek Nimr, yang menghubungkan pusat kota Khartoum dan Khartoum Utara. Aksi protes Ahad terjadi setelah penyelidikan CNN menemukan bukti operasi penggalian emas yang menyedot kekayaan Sudan ke Rusia.
Investigasi berproses berdasarkan beberapa wawancara dengan pejabat tinggi Sudan dan Amerika Serikat (AS) serta sejumlah dokumen yang ditinjau oleh CNN.
Temuan investigasi menunjukkan gambaran rumit skema Rusia untuk menjarah kekayaan Sudan dalam upaya membentengi Rusia terhadap sanksi Barat yang semakin kuat dan untuk menopang Moskow dalam upaya perang di Ukraina.
Bukti yang ditinjau oleh CNN juga menunjukkan bahwa Rusia berkolusi dengan kepemimpinan militer Sudan. Itu memungkinkan miliaran dolar emas untuk melewati negara Sudan dan merampas negara yang dilanda kemiskinan itu dari ratusan juta pendapatan negara.
Investigasi dibagikan secara luas di Sudan dan menyebabkan kemarahan publik. Beberapa jam setelah laporan itu disiarkan, unggahan mulai beredar di WhatsApp dan platform media sosial lainnya yang digunakan oleh aktivis pro-demokrasi.
“Penyelidikan yang dilakukan oleh CNN sangat penting bagi kami. Penyelidikan itu melihat ke dalam masalah krusial konflik sumber daya, terutama penting di negara miskin seperti Sudan,” kata tokoh pro-demokrasi dan mantan pejabat penting Sudan, Mohamed Al-Faki Suleiman seperti dilansir CNN (1/8/2022).
“Ini adalah akibat dari kurangnya kontrol otoritas sipil atas layanan keamanan, terutama polisi dan badan keamanan, dan oleh karena itu kami tidak dapat memaksakan kontrol kami atas proses penyelundupan,” kata Suleiman.
Pada Sabtu, kepala perusahaan pertambangan nasional Sudan Mubarak Ardol mengkritik penyelidikan tersebut di Twitter. Ia menyebutnya penyelidikan itu lemah dan tidak tepat serta jumlahnya dibesar-besarkan hingga imajiner. (hanoum/arrahmah.id)