IDLIB (Arrahmah.id) — Ribuan warga Suriah memenuhi jalan-jalan di Idlib untuk memperingati 11 tahun revolusi Suriah pada Selasa (15/3/2022) pagi.
Warga merenungkan masa-masa “sangat sulit” yang telah mereka alami selama satu dekade terakhir sambil tetap berharap berakhirnya kekuasaan rezim Bashar Assad.
“Demonstrasi hari ini adalah salah satu demonstrasi paling indah karena ribuan orang berkumpul namun berbagi satu hati, semuanya menyerukan penggulingan rezim Suriah dan menuntut untuk kembali ke rumah mereka,” kata jurnalis Izzedin Kasim yang berbasis di Idlib kepada The New Arab (15/3).
“Secara pribadi, saya kehilangan negara dan rumah saya hancur. Saya tinggal di tempat kontrakan dengan kondisi yang sangat sulit,” tambah Kassim.
Dia bersikeras bahwa terlepas dari efek perang padanya, pekerjaannya sebagai jurnalis telah memberinya rasa tugas dan tujuan yang kuat.
Hal itu pun diamini jurnalis foto Yousef Gharibi yang berbasis di Idlib.
“Sebelas tahun terakhir ini sangat sulit dan membawa banyak tragedi, tetapi itu diperlukan untuk mencapai Suriah yang kita impikan … Suriah yang bebas tanpa rezim tirani, tanpa korupsi, dan kriminalitas,” kata Gharibi.
Fadel Abdul Ghany, ketua Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia, percaya akan ada lebih banyak perkembangan dalam revolusi di tahun-tahun mendatang meskipun secara militer kelompok perlawan Suriah mengalami kegagalan.
“Saya tidak berpikir revolusi telah dikalahkan … akan ada gelombang lain … kami berhasil dalam aspek lain seperti hak asasi manusia dan aspek media seperti [mencapai] kecaman internasional terhadap rezim,” katanya.
Sejak perlawanan terhadap Presiden Bashar Al Assad dimulai, diperkirakan 500.000 nyawa telah hilang dan lebih dari 5 juta warga Suriah telah menjadi pengungsi ke luar negeri. Sisanya sekitar enam juta warga Suriah menjadi pengungsi internal karena rezim secara brutal menindak pengunjuk rasa pro-demokrasi. (hanoum/arrahmah.id)