YEREVAN (Arrahmah.id) – Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung parlemen di ibu kota Armenia Yerevan pada Rabu (14/9/2022) untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Nikol Pashinyan setelah bentrokan antara pasukan Armenia dan Azerbaijan di perbatasan.
Mereka termasuk kerabat dari mereka yang kehilangan nyawa dalam Perang Karabakh Kedua, menurut kantor berita NEWS.am Armenia.
Para pengunjuk rasa menuntut agar Pashinyan tidak diberikan mosi percaya serta pengunduran diri pemerintah.
Polisi memblokir jalan di pintu masuk parlemen untuk mencegah para pengunjuk rasa masuk.
Setelah ketegangan di siang hari, jumlah demonstran di depan parlemen meningkat pada malam hari.
Menurut posting di media sosial, para pengunjuk rasa mencoba mendobrak pintu gedung parlemen.
Rekaman menunjukkan para pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri Pashinyan, meneriakkan slogan-slogan menentangnya dan mencoba menerobos penghalang polisi.
Para pengunjuk rasa bereaksi terhadap pernyataan Pashinyan dalam pidatonya di hari sebelumnya kepada parlemen bahwa ia ingin menandatangani perjanjian damai dengan Azerbaijan.
Mereka juga melakukan protes di luar gedung parlemen Selasa (13/9).
105 tentara Armenia tewas dalam ledakan
Pashinyan mengatakan kepada parlemen pada Rabu bahwa 105 tentara Armenia telah tewas dalam gejolak baru-baru ini, sementara jumlah kematian Azerbaijan yang diberikan oleh Baku mencapai 50.
Dia mengatakan Yerevan ingin masalah Azerbaijan-Armenia diangkat ke Dewan Keamanan PBB.
Pashinyan juga meminta bantuan militer dari Rusia, yang membantu mengakhiri konflik mematikan pada 2020 antara dua bekas republik Soviet.
Lebih lanjut, sebagai isyarat kemanusiaan, Baku mengatakan bersedia menyerahkan jenazah 100 prajurit Armenia yang tewas dalam pertempuran selama dua hari terakhir.
Tentara Armenia pada Senin melakukan provokasi di kota-kota perbatasan Dashkasan, Kalbajar dan Lachin, menurut Kementerian Pertahanan Azerbaijan.
Penyabot tentara Armenia meletakkan ranjau di darat dan jalan di antara posisi di sepanjang perbatasan yang memicu bentrokan yang mengakibatkan korban di kedua sisi, lansir Anadolu.
Hubungan antara bekas republik Soviet di Armenia dan Azerbaijan telah tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, juga dikenal sebagai Karabakh Atas, sebuah wilayah yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan.
Pada 2020, Azerbaijan membebaskan beberapa kota dan lebih dari 300 pemukiman dan desa yang diduduki oleh Armenia, dan pertempuran berakhir dengan kesepakatan yang ditengahi oleh Rusia. (haninmazaya/arrahmah.id)