KHARTOUM (Arrahmah.com) – Ribuan pengunjuk rasa Sudan membanjiri jalan-jalan Khartoum pada Kamis (30/9/2021) untuk mendukung pemerintahan sipil, lebih dari seminggu setelah upaya kudeta yang melibatkan perwira militer.
Sudan telah dipimpin oleh pemerintahan sipil-militer di bawah perjanjian pembagian kekuasaan Agustus 2019 yang ditandatangani setelah tentara menggulingkan otokrat lama Omar al-Bashir pada April tahun itu menyusul protes massal terhadap pemerintahannya.
Banyak pengunjuk rasa pada hari Kamis tiba di Khartoum dengan kereta api dari daerah lain, kata seorang koresponden AFP.
Beberapa pengunjuk rasa melemparkan batu ke pasukan keamanan yang menembakkan gas air mata untuk membubarkan para demonstran yang meneriakkan “sipil”.
“Tujuan utama dari revolusi kami adalah pemerintahan sipil dan negara demokratis, dan kami tidak akan mundur dari ini,” salah satu pengunjuk rasa, Salima Youssef, mengatakan kepada AFP.
Saksi mata mengatakan, demonstrasi itu diselenggarakan untuk mendukung Dewan Berdaulat sipil-militer melawan segala upaya untuk menggulingkannya.
Pemerintah Sudan mengatakan telah menggagalkan upaya kudeta 21 September yang melibatkan perwira militer dan warga sipil yang terkait dengan rezim Bashir yang dipenjara.
Sedikitnya 11 petugas termasuk di antara mereka yang ditangkap.
Menurut Perdana Menteri sipil Abdalla Hamdok, persiapan ekstensif telah mendahului upaya kudeta, termasuk kerusuhan di wilayah timur yang miskin di mana protes anti-pemerintah pada akhir September menutup pipa minyak dan pelabuhan utama.
Hamdok juga menyerukan reformasi di dalam tubuh tentara, masalah yang sangat sensitif di Sudan.
Transisi ke pemerintahan sipil penuh masih goyah, terhuyung-huyung akibat perbedaan yang mendalam di antara faksi-faksi politik, serta kesengsaraan ekonomi dan peran para pemimpin sipil yang melemah.
(ameera/arrahmah.com)