JAKARTA (Arrahmah.com) – Meskipun sudah sempat didemo oleh petani kentang, namun pemerintah tetap melakukan impor kentang. Bahkan impor kentang didominasi kentang asal Cina.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip detikFinance, Jumat (2/12/2011), Indonesia melakukan impor kentang sebanyak 5,4 ribu ton di Oktober 2011 dengan nilai US$ 3,7 juta.
Sementara impor di September mencapai 20,4 ribu ton dengan nilai US$ 11,5 juta. Pada Januari-Oktober 2011 total impor kentang mencapai 75,4 ribu ton dengan total nilai US$ 47,3 juta.
Impor kentang masih didominasi dari negara Cina dengan jumlah kentang yang masuk ke tanah air sebanyak 31 ribu ton senilai US$ 17,3 juta. Di Oktober jumlah kentang yang masuk dari negeri Cina turun drastis dari 13,86 ribu ton di September senilai US$ 7,76 juta menjadi 2,7 ribu ton dengan nilai US$ 1,5 juta.
Sementara kentang dari Australia menduduki peringkat kedua dengan total sebanyak 10,9 ribu ton kentang yang telah masuk hingga September dengan nilai US$ 8,5 juta. Hanya saja, pada September 2011 ini, tidak ada impor kentang dari Australia. Namun, pada Oktober ini terdapat impor sebesar 345 ton dengan nilai US$ 378,3 ribu.
Begitu pun dengan Kanada tidak dilakukan pemasukan kentang impor pada September dan Oktober. Namun secara total di tahun ini impor kentang dari Kanada sebesar 7,92 ribu ton dengan nilai US$ 5,04 juta.
Di Oktober, impor kentang asal Amerika Serikat mengalami peningkatan dari sebanyak 470 ton dengan nilai US$ 545,3 ribu di September menjadi 883 ton dengan nilai US$ 1,1 juta, sehingga total impor kentang hingga Oktober sebanyak 4,5 ribu ton dengan nilai US$ 5,2 juta.
Indonesia juga mengimpor kentang dari Bangladesh yang nilainya 104 ton atau US$ 22 ribu di Oktober. Turun dibanding September yang sebanyak 520 ton atau US$ 194 ribu. Secara total di tahun ini nilai impor kentang Indonesia dari Bangladesh mencapai 8,8 ribu ton atau US$ 3,4 juta.
Lalu dengan tambahan impor kentang dari negara lain sebanyak 12,2 ribu ton atau US$ 7,9 juta, maka total impor kentang Indonesia hingga akhir Oktober mencapai 75,4 ribu ton dengan nilai US$ 47,3 juta. (dtk/arrahmah.com)