JAKARTA (Arrahmah.com) – Business Software Alliance (BSA) mendesak Indonesia memiliki kebijakan yang mewajibkan setiap produsen komputer menggunakan perangkat lunak legal di setiap komputer yang diproduksi. Termasuk pada setiap komputer yang diimpor ke Indonesia.
“Dengan kewajiban tersebut, pemerintah Indonesia bisa lebih mudah memantau penggunaan software bajakan di Indonesia. Kebijakan khusus ini terutama ditujukan untuk menekan penggunaan software bajakan di level pengguna pribadi (personal end users). Apalagi volume pengiriman komputer di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Pasifik,” kata BSA Vice President and Regional Director in Asia Pacific, Jeffrey Hardee, di Jakarta.
Menurut dia, pengapalan komputer Indonesia pada level pengguna pribadi dan usaha kecil pada tahun lalu sangat tinggi. Bahkan mengalahkan volume pengapalan pada level usaha menengah yang menjadi target advokasi BSA.
Sebelumnya, hasil studi International Data Corporation (IDC) mengenai Global Software Piracy Study 2008 menyebutkan angka pembajakan software di Indonesia naik 1% menjadi 85%.
“Dengan demikian Indonesia tetap berada di peringkat 12 dari 110 negara di dunia yang distudi oleh IDC. Akibatnya secara keuangan, industri software Indonesia kehilangan potensi pendapatan senilai 544 juta dolar AS, atau naik 32% dari tahun lalu,” katanya.
Menurut IDC, adanya kenaikan angka pembajakan 1% di Indonesia pada tahun lalu disebabkan kenaikan lebih dari 100% pengiriman personal computer (PC) ke Indonesia. Dari kenaikan tersebut, sekitar 48% dibeli oleh para pengguna pribadi dan sisanya dibeli oleh perusahaan.
Jeffrey menjelaskan, kebijakan khusus tersebut cukup efektif untuk menekan angka pembajakan software di level end user personal dan bukan corporate user.
“Pemerintah China sudah menerapkan kebijakan ini dan terbukti cukup efektif,” katanya.
Namun, Jeffrey mengakui tak mudah menekan angka pembajakan software legal di level end user personal di Indonesia. Sebab menurut dia, setiap orang di Indonesia bisa merakit sendiri komputer dan ironisnya tak ada jalan singkat untuk menyelesaikan persoalan ini.
Jadi, kata dia, yang harus dilakukan adalah kontinuitas program-program pendidikan mengenai pentingnya penghargaan terhadap hak kekayaan intelektual, program insentif bagi mereka yang menggunakan software legal, dan lain-lain.
“Masalah pembajakan itu sangat luas sehingga Indonesia butuh waktu yang panjang untuk sosialisasi kepada konsumen mengenai manfaat menggunakan software legal. Tantangannya adalah bagaimana Anda mampu mengubah perilaku konsumen dari membeli software illegal menjadi membeli software legal,” demikian Jeffrey Hardee. (Althaf/inlh/arrahmah.com)