DAMASKUS (Arrahmah.com) – Menteri Luar Negeri rezim Nushairiyah Suriah, Walid Al-Moualem pada Sabtu (28/9/2019) menuntut penarikan segera semua pasukan AS dan Turki dari Suriah dan memperingatkan bahwa pasukan [rezim] Suriah memiliki hak untuk melakukan tindakan balasan jika mereka menolak.
Amerika Serikat memiliki sekitar 1.000 tentara di Suriah yang diklaim memerangi gerilyawan Daesh (ISIS). Turki juga telah meluncurkan kampanye militer ke Suriah utara, yang menargetkan pejuang ISIS dan Kurdi YPG.
“Setiap pasukan asing yang beroperasi di wilayah kami tanpa otorisasi kami adalah pasukan pendudukan dan harus segera mundur,” kata Al-Moualem dalam pidatonya di pertemuan tahunan para pemimpin dunia di PBB di New York, lansir Reuters.
“Jika mereka menolak, kami memiliki hak untuk mengambil setiap dan semua tindakan pencegahan resmi di bawah hukum internasional,” katanya.
Presiden AS Donald Trump tahun lalu memerintahkan penarikan penuh pasukan AS dari Suriah, namun kemudian mengumumkan akan meninggalkan beberapa pasukan untuk “memastikan bahwa militan Daesh tidak dapat kembali”.
Intervensi AS di Suriah dimulai dengan serangan udara pada September 2014 di bawah pendahulu Trump, Barack Obama.
Sementara rezim Suriah tidak menyetujui kehadiran AS di sana, pemerintahan Obama membenarkan tindakan militer berdasarkan Pasal 51 Piagam AS, yang mencakup “hak individu atau kolektif negara untuk membela diri terhadap serangan bersenjata”.
“Amerika Serikat dan Turki mempertahankan kehadiran militer ilegal di Suriah utara,” kata Al-Moualem, menggambarkan upaya AS dan Turki untuk menciptakan “zona aman” di dalam wilayah Suriah sebagai pelanggaran terhadap Piagam AS.
Turki berencana membangun rumah untuk menampung 1 juta pengungsi Suriah di zona itu.
Amerika Serikat dan Turki telah memulai patroli darat dan udara bersama di sepanjang bagian perbatasan Suriah dengan Turki, tetapi Ankara tetap marah dengan dukungan Washington untuk YPG, yang telah menjadi sekutu penting AS dalam memerangi ISIS di Suriah. (haninmazaya/arrahmah.com)